EDITORIAL Media Indonesia, Kamis, 19 Juli 2012 00:01 WIB     

http://www.mediaindonesia.com/read/2012/07/19/334091/70/13/Penilaian-Asing-

EKONOMI Indonesia kembali mendapatkan penilaian positif dari lembaga-lembaga
asing. Hal yang patut dibanggakan, tetapi tidak boleh membuat pemerintah
lupa diri.

Lembaga survei global, Nielsen, baru-baru ini, menempatkan indeks
kepercayaan konsumen Indonesia pada kuartal II 2012 sebagai yang tertinggi
di dunia.

Dalam hasil survei yang dirilis pada Senin (16/7) itu, disebutkan bahwa 82%
konsumen Indonesia percaya keadaan keuangan pribadi mereka terlihat baik
atau sangat baik. Angka itu jauh lebih tinggi daripada angka rata-rata Asia
Pasifik dan dunia yang hanya mencapai 52% dan menggeser posisi India yang
sebelumnya berada di posisi teratas.

Penilaian positif lainnya juga datang dari Moody's. Lembaga pemeringkat
internasional itu awal pekan ini mempertahankan peringkat utang Indonesia
pada level Baa3 dengan prospek stabil.

Artinya, di tengah ketidakpastian ekonomi global, ekonomi Indonesia dianggap
masih bagus dan memiliki prospek cerah.

Sah-sah saja pemerintah bangga dengan pujian dan penilaian positif dari
pihak asing itu. Namun, jangan sampai itu membuat pemerintah menutup mata
terhadap lubang-lubang ekonomi yang terus menganga.

Haruslah diingat bahwa masih banyak rakyat kita hidup di bawah garis
kemiskinan. Di atas kertas, perekonomian kita memang tumbuh di atas 6%,
tetapi dalam kenyataan, ketimpangan justru semakin dapat kita rasakan.

Dalam beberapa tahun terakhir, kasus bunuh diri akibat kemiskinan semakin
banyak bermunculan. Fakta bahwa semakin bertambah orang miskin yang memilih
bunuh diri sebagai solusi tidak bisa ditutup-tutupi. Fenomena itu tentu
kontras dengan penilaian asing yang selalu memuji kinerja ekonomi Indonesia.

Di sisi lain, pembangunan ekonomi juga belum mampu menjadikan kita bangsa
produktif. Data empiris cenderung menunjukkan kita semakin menjadi bangsa
konsumtif.

Defisit perdagangan di sektor pertanian yang terus berlangsung enam tahun
terakhir menjadi bukti perekonomian kita sejatinya tidak hebat. Kita jauh
lebih banyak mengimpor daripada mengekspor. Artinya, daya saing kita rendah.
Kalau itu terus dibiarkan, ekonomi kita justru tengah mengarah ke bahaya.

Karena itu, alih-alih menepuk dada dan berbangga diri, lebih baik pemerintah
bersikap kritis atas penilaian positif pihak asing.

Penilaian asing atas perekonomian Indonesia bukan penilaian yang bebas
kepentingan. Dengan menilai positif dan memuji, pemerintah Indonesia
diharapkan bekerja sesuai ukuran dan kepentingan mereka.

Ekonomi Indonesia dinilai positif karena memang kelewat ramah terhadap
investor. Contohnya, asing diizinkan memiliki saham bank hingga 99%. Di
bidang pertambangan dan migas pun, pemerintah membuat investor asing seperti
berada di surga dengan memberikan konsesi seakan tanpa batas.

Tidak selamanya ukuran-ukuran positif asing menguntungkan rakyat. Karena
itu, pemerintah harus berhenti menjadi good boy atas kepentingan asing dan
mulai lebih memperhatikan penderitaan rakyat.

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke