SEKJEN LAKM DKI JAKARTA AZMI DT BAGINDO : Jangan Biarkan Minangkabau Tergerus 1 pos oleh 1 penulis di RantauNet<https://groups.google.com/forum/#%21forum/rantaunet> <https://groups.google.com/d/topic/rantaunet/2aPRe7UA7R8/discussion> Nofend St. Mudo Masuk untuk membalas [image: Tindakan pesan lainnya] 28/08/11 SUATU kemajuan dan perubahan memang tak bisa dielakkan. Sesuai sifatnya, manusia memang akan terus berubah karena makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai di era globalisasi ini.
Tetapi, haruskah orang Minangkabau mengorbankan etnisnya untuk mengikuti kemauan dan selera global itu?. Sekretaris Lembaga Adat dan Kebudayaan Minangkabau (LAKM) DKI Jakarta, Azmi Dt. Bagindo, menegaskan; jangan biarkan Minangkabau ditelah arus globalisasi itu. Sebagaimana santer diberitakan melalui berbagai media, termasuk milis “rantaunet” yang menjadi media silaturahim di rantau maya bagi ribuan orang Minang di seluruh dunia, upaya pemurtadan di Sumatra Barat nampak makin kental yang diawali dengan masuknya bantuan asing untuk korban bencana alam gempa bumi 2009 lalu. Di Padang, ninik mamak nan salapan suku pun sudah memberikan gelar adat kepada warga keturunan Tionghoa yang mereka nilai berjasa untuk kota ini. Atas nama LAKM DKI Jakarta, sebuah lembaga kemasyarakatan yang ingin mengawal pelestarian adat dan budaya Minang di rantau, Azmi menolak mentah-mentah pemberian gelar itu. Bukan tidak menghargai jasa orang lain, apalagi mereka yang sudah menjadi warga dan penduduk Sumatra Barat, tetapi sepanjang aqidahnya tak sejalan dengan orang Minang yang Islam, maka pemberian gelar itu tak bisa dibiarkan. Berikut petikan wawancara Azmi Dt. Bagindo dari pesukuan Tanjuang, asal Tanjuang Sani, Maninjau yang sudah merantau sejak 1970. Ia pernah bekerja sebagai bankir di Bank Danamon, namun kemudian merintis usaha transportasi antar pulau. *Upaya pemurtadan di Sumatera **Barat diduga masih terus **belangsung, pendapat anda?* Ini adalah kenyataan yang tak bisa dibantah. Diam-diam, kegiatan missioner itu terus berlangsung di Ranah Minang. Waktu pulang untuk ikut melihat dan menyalurkan bantuan gempa ke Sumatra Barat akhir 2009 lalu, saya sendiri melihat dan menemukan ada upaya-upaya asing untuk memurtadkan orang Minang dengan membagibagikan injil. Jadi, upaya kristenisasi itu bukan isapan jempol. Saya rasa, ini memang harus ditanggapi oleh kita masyarakat Minang. Kalau dibiarkan, dia akan jadi masalah besar di kemudian hari. *Kenapa ada orang Minang yang mudah tergoda?* Pertama, Minang memang sudah menjadi target. Kedua, karena kurang iman. Ketiga, tentu karena tekanan ekonomi. Sikap tenggang rasa dan kesantunan sosial kita sudah makin meluntur. Pengaruh global itu sudah kian merasuk dengan makin menonjolnya kehidupan individu. Dari pintu inilah mereka masuk dengan mudah. *Bagaimana antisipasinya?* Dulu, Buya Hamka pun pernah mengemukakan bahwa ada keinginan untuk memisahkan adat dengan agama. Tujuannya, tentu supaya agama lain bisa masuk ke orang Minang. Nah, sekarang ABS-SBK harus kita laksanakan dan kita teggakkan dengan sungguh-sungguh, karena itulah benteng orang Minangkabau. Tungku tigo sajarangan di Ranah Minang dan di rantau harus digerakkan kembali. Saling mengisi dan saling mengingatkan anak kemenakan. Kalau tak ingin Minangkabau tinggal nama, jangan sepelekan masalah ini. Nanti, jalan benar-benar sudah diasak orang lalu. *Apa benar di Jakarta ini sudah ada persatuan Gereja Minang, persatuan Kristen Minang dan pastor Minang?* Saya memang pernah mendengar. Tetapi kenyataannya tidak ada. Ini adalah bagian dari strategi mereka untuk menggoyahkan sendi-sendi adat, budaya dan agama kita. Mana ada Kristen Minang. Minang itu adalah Islam. Kalau ada orang Minang masuk Kristen, mereka tak punya hak lagi memakai Minang. Kalau mereka sudah Kristen, mereka bukan orang Minang lagi, tetapi hanya sebagai orang Sumatra Barat. Basibak, basisiak, bainggo, babateh. Basisiah atah jo bareh. Mana yang orang Minang, mana yang orang kristen. Hati-hatilah dengan isu ini. *Bagaimana Anda melihat pemberian gelar adat untuk tokoh Tionghoa Padang itu?* Saya bukan tak menghargai bahwa mereka adalah saudara kita juga sesama penduduk Sumatra Barat. Tetapi, sejak turun temurun, sesuai warih nan bajawek, pusako nan dipegang, tak ada sejarahnya memberikan gelar adat kepada orang yang bukan muslim. Kecuali dia segera memeluk Islam. Kalau tidak, dicabut lagi dan batal demi hukum. *Apa sikap LAKM?* Tegas menolak pemberian gelar itu, apapun alasannya. Kita sudah berkoordinasi dengan LKAAM Sumatra Barat. Kami sejalan. Malah, MUI Sumbar pun sudah mengeluarkan fatwa bahwa mereka yang menerima gelar itu harus segera memeluk Islam, kalau tidak, ya, dicabut gelarnya. *Apa sesungguhnya peran organisasi LAKM ini di rantau?* Pengawal adat dan budaya Minang. Orang Minang itu kan tidak yang di kampung saja, yang di ranatu juga orang Minang. Mulanya LAKM ini memang tak di anggap. Tetapi, sejalan dengan kemajuan zaman, ketika adat dan budaya mulai dikesampingkan karena tidak paham dan telah lahirnya dua generasi baru di rantau, orang pun akhirnya menyadari perlunya LAKM ini. Kami sudah banyak menerima konsultasi masalah adat, budaya dan persoalan nikah kawin. Tugas kita adalah, mangumpulkan nan taserak, manjapuik nan taicia, mangapuangkan nan hanyuik. Ibarat berburu, kita ambil peran memintas, supaya buruan jangan lari lebih jauh. *Sekarang makin banyak Datuk yang berada di rantau, termasuk Anda. Apa pendapatnya?* Kalau menurut saya, tergantung orangnya. Kadang-kadang biarlah jauh, tetapi dekat. Untuk apa dekat kalau perannya justru jauh. Jauah di mato, tapi dekat di hati. Untuk apa dekat sekali kalau tidak berbuat? Kalau di lingkungan kepenghuluan saya, kami sudah memanfaatkan kemajuan teknologi itu dengan memakai SMS kalau mau rapat atau ada masalah. Bila akan rapat, biasanya saya diberi tahu lewat SMS dan kemudian saya diminta menelepon untuk didengar oleh peserta rapat. Ini tentu untuk memberikan pertimbangan atau memutuskan sesuatu hal. Insya Allah, sebagai penghulu dari persukuan Tanjung dari Maninjau, saya sudah berusaha maksimal mengawasi dan mamayungi anak keponakan. Kami sudah terbitkan buku pegangan kepada anak kamanakan kami di mana pun berada. Komunikasi dengan kampung halaman pun tetap terjaga hingga sekarang. Insya Allah, “rantiang patah” saja di kampung, saya bisa tahu di Jakarta ini. *** *Epaper harian Haluan, Minggu, 28/08/2011* *Nofend 34+ CKRG* -- wasalam satria -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/