Mak Darwin nan budiman, Sacaro umum ambo satuju jo pendapat mamak. Dek karano di posting sabalunnyo mamak batanyo a terjemahan Pickthall tentang "awliyya" (ka Ajo Sur di Leiden), maka ambo hanya sampaikan versi Pickthall dan belakangan tambahan dari Imam Nawawi al-Bantany yang pernah mengajar di Masjidil Haram (bukan hanya belajar).
Iko tambahan komentar ambo: 1/ Dalam ilmu bahasa, arti sebuah kata itu sudah lazim lebih dari satu tergantung konteks penggunaannya seperti "awliyya" yang mempunyai arti berlapis-lapis mulai dari kawan, sahabat dekat, pelindung, sampai pemimpin. Tapi karena "awliyya" adalah bentuk jamak dari "wali", maka tentu harus dilihat juga apa arti kata "wali", yang ternyata bertaut dengan konsep "walayah" (authority and guardianship) seperti pada posting saya sebelumnya. Sebab kalau makna "awliyya" hanya "teman/teman dekat", apa sulitnya bagi Allah untuk menggunakan kata ini pada semua ayat mengacu pada "teman/teman dekat", bukan? Mengapa Allah juga menggunakan kata lain "thonah (طَانَه)", misalnya, seperti pada QS: 3: 118. Baik Tafsir Almunir karya Imam Nawawi (yang kini menjadi klasik), mau pun Terjemahan Departemen Agama yang lebih kontemporer, sebagai pembanding, mengartikan ayat 3:118 sebagai berikutnya: ------ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi TEMAN KEPERCAYAANMU ("thonah", Pickthall menerjemahkannya sebagai INTIMATES) orang-orang yang di luar kalanganmu... dst... ------ Mengapa di sini Allah tidak menggunakan juga kata "awliyya"? 2/ "Untuk memahaminya ayat-ayat Madiniyah, tidak cukup hanya memiliki kecerdasan intellectual serta mengetahui asbabun nuzulnya saja," komentar Mak Darwin. Ambo setuju dengan konsep "tidak cukup" itu. Tapi bukan berarti Mak Darwin ingin mengatakan bahwa asbabun nuzul TIDAK PERLU bukan? Sebab, tanpa memahami asbabun nuzul, sisi konteks sebuah ayat, nanti penafsiran bisa sebebas-bebasnya. Sebab jangankan untuk memahami kitab suci, untuk paham kitab biasa seperti 'Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang" karya Rusli Amran yang kemarin dibahas di sini pun kita harus tahu konteksnya bukan? Ambillah contoh kata "Plakat" pada judul. Apa itu Plakat? Tesaurus Bahasa Indonesia mendefinisikan Plakat sebagai, poster, surat tempelan. Jadi kalau hanya berdasar pada arti kata saja, maka "plakat panjang" adalah poster, atau surat tempelan (dalam format yang) panjang. Kalau terjemahannya hanya begitu, lantas apa pentingnya "Plakat panjang" dalam memahami Sumatra Barat? (Perhatikan, bagaimana Rusli Amran tak menggunakan Minangkabau, melainkan Sumatra Barat. Namun ini adalah topik lain). Makna "Plakat panjang" justru menjadi penting setelah kita mengetahui konteksnya, mengetahui "asbabun nuzul"-nya. O, ternyata "Plakat panjang" mengacu pada konsep yang lebih luas, Dan lebih politis. Plakat Panjang adalah pengakuan tertulis Pemerintah Hindia Belanda (lewat Residen Emanuel Francis, yang bertugas di SumBar saat itu) yang isinya mengakui eksistensi pemerintahan adat dan peradilan adat di Minang. Plakat Panjang juga menjamin tidak ada pajak bagi para pemimpin adat, bahkan memberi gaji bagi para penghulu. Baikkah sikap Belanda kalau begitu? Tergantung cara melihatnya. Analisis yang lebih kritis akan memperlihatkan bahwa Plakat Panjang keluar sebagai cara Belanda "menyuap" kalanganmu adat agar berdiri di pihak mereka dalam menghadapi kaum Paderi, yang antara lain dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Dalam konteks perang, bukankah Plakat Paanjang ini bentuk "awliyya" (guardianship) Belanda terhadap kaum adat? Di mana unsur authority dan guardianship bukan saja menyelinap masuk, melainkan sangat jelas kental aromanya. Sebuah strategi mengambil hati yang sarat kalkulasi politik. Di sini terlihat jelas, bagaimana kata "Plakat" yang tadinya seakan-akan sebuah konsep netral (poster, surat tempelan), ternyata jika dibedah konteksnya merupakan sebuah instrumen politik yang dioptimalkan Belanda dengan tujuan: menggalang kolaborasi dengan kaum adat, menundukkan kaum Paderi, dan sebagai resultantenya: melanggengkan kekuasaan Belanda di Minang. Kalau untuk sebuah kata profan "Plakat" saja pemahaman konteks membuat perbedaan yang begitu jauh, tidakkah pemahaman terhadap asbabun nuzul "awliyya" yang merupakan kalam Ilahi, justru sangat fundamental dibandingkan sejumlah penafsiran yang bertebaran kemudian? 3/ "Mufasir yang menafsirkan auliya dengan 'pemimpin-pemimpin' merupakan minoritas," tulis Mak Darwin. Untuk soal ini ambo indak tahu datanya, Mak Darwin. Ambo indak tahu berapa jumlah Tafsir Qur'an di seluruh muka bumi ini, dan berapa rinciannya dari jumlah itu yang mengartikan "awliyya" sebagai "kawan" dan berapa persen yang menerjemahkan "pemimpin" yang Mak Darwin bilang minoritas itu. Karena konsep mayoritas-minoritas tentu sudah memasuki wilayah kuantitatif yang harus bisa dikuantifasi. Sebab kalau mengacu pada Quran Terjemah Depag sendiri (yang bisa diasumsikan lebih banyak dibaca oleh muslim awam di tanah air), "awliyya" pada 5:51 itu diterjemahkan sebagai "pemimpin", bukan sebagai "kawan". Silakan Mak Darwin cek. 4/ dengan pendapat Buya Syafi'i dan Pak Natsir. 5/ Penerjemah puisi-puisi Rumi ke dalam bahasa Inggris yang juga penerjemah Quran yang Mak Darwin maksud adalah Arthur John (A.J.) Arberry, orientalis Inggris yang menulis THE KORAN INTERPRETED (1955). Kalau ya, saya punya versi digital terjemahannya. Arberry menerjemahkan "awliyya" sebagai "friends" dengan terjemahan sbb: ---- O believers, take not Jews and Christians as friends; they are friends of each other. Whose of you makes them his friends is one of them. God guides not the people of the evil doers. ----- Meskipun Wilfred Catwell Smith (Harvard Uni) menabalkan terjemahan Arberry sebagai: "Certainly the most beautiful English version, and among those by non-muslim translators the one that comes closest to conveying the impression made on Muslims by the original", namun saya agak kesulitan mencari terjemahan ayat ini pada awalnya, karena ternyata letaknya bukan pada 5:51 melainkan pada ... 5:55! Saya cek dengan ayat terakhir 5: 3, ternyata di terjemahan Arberry menjadi ayat 5:5. ----- ... Today I have perfected your religion for you, and I have completed my blessing upon you, and I have approved Islam for your religion. ----- Saya tidak tahu apakah ini hanya kesalahan dalam versi digitalnya saja, atau juga pada versi hard copynya. Jika hanya kesalahan pada versi digital (iBooks), mengapa pada terjemahan Pickthall (digital) tetap ada di bawah 5:3 juga dengan terjemahan sbb: ----- This day I have perfected your religion for you and completed My favour unto you, and have chosen for you as religion al-Islam... ----- Demikian Mak Darwin, mohon maaf jika ada silap kata atau ungkapan. Wallahu a'lam bish shawab. Akmal N. Basral On Aug 5, 2012, at 6:06 AM, "Darwin Bahar" <dba...@indo.net.id> wrote: > Iya Nakan Akmal. Silek abih cakak takana :), tapi masih ada “untungnya” > berkat jerih payah Mak Ngah, kita tidak hanya punya Pickthall, tapi juga > Indonesia (Kemenag), Al Misbakh, Jalalayn, English Sahih International, > Maududi, Moh Asad (yang terlahir sebagai Leopold Weiss dari keluarga Yahudi > Polandia), Yusuf Ali (best seller bertahun-bertahun di Amana Books) dan > Shakir. > > Saya juga ingin mengetahui tafsir Al Maidah 51 dari Buya Hamka (Al-Azhar), > tapi tidak berhasil mencarinya dengan gugel > > Dari hal “kecil” ini, bagi saya pribadi ada beberapa pelajaran penting yang > bisa diambil: > > - Adanya keberagaman tafsir, yang harus diterima dengan lapang dada, > atau meminjam Buya Syafii Maarif di Republika 29/12/06: “Iman saya > mengatakan bahwa Alquran itu mengandung kebenaran mutlak, karena ia berhulu > dari yang Maha Mutlak. Tetapi sekali ia memasuki otak dan hati manusia yang > serba nisbi, maka penafsiran yang keluar tidak pernah mencapai posisi mutlak > benar, siapa pun manusianya, termasuk mufassir yang dinilai punya otoritas > tinggi”. > > Upaya-upaya untuk memaksakan monopoli tafsir seperti yang sering dilakukan > kelompok-kelompok “pemurnian” seperti Khawarij dan Wahabi radikal—walaupun > niat awalnya baik dan mulia—tetapi sering berujung bencana. Contoh yang > paling “bagus” dan sekali gus sangat tragis mengenai hal ini ialah konflik > berdarah-darah Suni-Syiah, karena kita tahu kelompok Wahabi radikal > mengafirkan Syiah dan menghalalkan darahnya. > > - Tidak ada diskrepansi antara Al Maidah 51, dengan fakta tentang > perilaku para despot yang beragama Islam di negara-negara berpenduduk > mayoritas muslim, karena mufasir yang menafsirkan “auliya” dengan > “pemimpin-pemimpin” merupakan minoritas. > > - Untuk memahami ayat-ayat Madiniyah, tidak cukup dengan hanya > memiliki “kecerdasan intelektual” serta mengetahui asbabun nuzulnya saja. > Karena itu tidak sedikit yang “terperangah” menyimak cara Pak Natsir (dan > ulama-ulama di zamannya, termasuk H Agus Salim) membaca Al-Quran 24;31 dan > 33;59—dengan ucapan Pak Natsir seperti yang dikutip Laporan Khusus TEMPO No. > 21/XXXVII 14 Juli 2008 yang memperingati 100 tahun Pak Natsir: “Orang yang > pakai jilbab itu adalah sebaik-baiknya muslimah. Tapi yang tidak pakai jilbab > jangan dibilang enggak baik”. > > Saya bersekolah di Padangpanjang yang sering dijuluki Kota Serambi Makkah > itu, sampai SMP. Guru-guru perempuan saya, baik di SD (dulu namanya Sekolah > Rakyat, SR) maupun di SMP, yang menutup rambut hanya guru agama saja. > > Wallahualam bissawab > > Wassalam, HDB-SBK (L, 69) > > PS: Saya lagi mengingat-ingat nama mufasir bule non-muslim yang terjemahan > Inggrisnya berusaha mempertahankan keindahan bahasa aslinya. Terakhir dia > juga merupakan salah seorang penerjemah puisi-puisi Rumi ke bahasa Inggris. > Ingin tahu juga bagaimana dia menfsirkan “awliya” dalam Al Maidah 51. Nakan > Akmal ingat namanya? > > === > > Re: Bls: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51 > Fri Aug 3, 2012 8:24 pm (PDT) . Posted by: > "Akmal N. Basral" > > ketik saja "Pickthall Translation" di Google, Pak Darwin. Langsung muncul > tautan lamannya. Klik lagi surah 005 ayat 51. Pickthall menerjemahkan > "awliyya" itu sebagai "friends". > > Salam, > Akmal Nasery Basral > Sent from my iPad2 > > On Aug 4, 2012, at 6:52 AM, "Darwin" <dba...@indo.net.id> wrote: > > > > > > > > > -- > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet > http://groups.google.com/group/RantauNet/~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: > - DILARANG: > 1. E-mail besar dari 200KB; > 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; > 3. One Liner. > - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: > http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 > - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti > subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > > > -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/