Setuju IJP,

1/
daripada sibuk melakukan "tafsir agamis" atas lambang palang merah, sebaiknya 
anggota DPR lebih melihat esensinya terkait dengan diri mereka sendiri: sudah 
pada jadi donor darah, belum?
Kalau Allah sudah memberikan kepada kita tubuh yang sehat, tubuh itu jangan 
digunakan sendiri. Jangan dinikmati sendiri. Kontribusikan kesehatan itu lewat 
sel-sel darah yang secara teratur didonorkan kepada yang membutuhkan 3-4 kali 
dalam setahun lewat PMI.

Coba adakan sampling terhadap anggota DPR apakah mereka donor darah reguler 
atau bukan? Saya kok tidak yakin 20 % dari mereka (1 dari 5 orang) merupakan 
donor tetap. (Biasanya acara donor darah bagi anggota DPR berkaitan dengan 
peresmian kantor cabang parpol tertentu, dan acara-acara politis seperti itu).

Mungkin tak banyak yang tahu bahwa donor darah terbesar itu justru berasal dari 
kelompok-kelompok minoritas seperti anggota Ahmadiyah, atau Niciren Syosu 
Indonesia (Buddha Darma Indonesia). Ini kondisi awal 2000-an yang bisa dicek 
lagi validitasnya. Tapi saya kira kondisinya belum berubah jauh. Sebab setiap 
saat masih saja Pak JK sebagai Ketua Umum PMI sekarang berteriak-teriak 
kurangnya kantong darah.

Sependek pengetahuan saya, Burung Garuda sebagai lambang negara RI tak terkait 
sama sekali dengan Hindu melainkan dengan legenda rakyat Kaimana (Papua Barat) 
di Pulau Lobo di mana terdapat Gunung Emansiri.

Juli lalu menjelang puasa, saya sempat datang ke pulau ini (seperti "lost 
islands" dalam film sci-fi Jurassic Park) dan mewawancarai tokoh-tokoh sepuh 
setempat. Mereka meyakini legenda adanya burung Garuda raksasa yang bermukim di 
antara punggung Gunung Emansiri, yang menimbulkan keresahan penduduk karena 
sering mengambil ternak penduduk untuk diberikan kepada seekor ular raksasa di 
ceruk gunung.

2/
Masih menurut mereka, saat itu Bung Karno yang sedang ditahan di Boven Digul, 
pada satu malam "berkunjung" ke Kaimana.

"Bagaimana caranya?" tanya saya mengingat jauhnya jarak Boven Digul (lebih 
dekat dengan Merauke di Selatan) dibandingkan ke Kaimana.

"O, Bung Karno itu tidak sama dengan kita bapak," jawab tokoh masyarakat 
bernama Idrus Al Hamid (hampir 100 % warga Kaimana beragama Islam/Papua muslim, 
sedangkan penduduk Lobo yang berjarak sekitar 30 menit speed boat dari pantai 
Kaimana, seluruhnya Kristen). "Badan kita kalau sudah dipenjara tak bisa ke 
mana-mana, tapi Bung Karno bisa."

Legenda yang agak mistis ini (adakah legenda yang tak tersisip mistisisme?) 
sangat diyakini Al Hamid yang juga pensiunan TNI AD. "Semua kisah lain tentang 
Burung Garuda itu bahwa menurut masyarakat X (dia menyebut nama suku) ada di 
mereka, atau suku lain bilang itu terjadi di mereka, bohong semua, Bung Karno 
mendapatkan ide Burung Garuda itu di sini, dari Kaimana," katanya. 

Salam,

Akmal Nasery Basral

PS: Jika sanak palanta tertarik melihat Gunung Emansiri dengan puncaknya yang 
konon tempat bermukim Garuda raksasa, bisa saya kirimkan foto saya di sana 
dalam email berbeda.



On Sep 11, 2012, at 6:29 PM, Indra Jaya Piliang <pi_li...@yahoo.com> wrote:

> http://www.indrapiliang.com/2012/09/11/kontroversi-lambang-palang-merah/ 
> Kontroversi Lambang Palang Merah
> 
> 


> Selasa, 11 September 2012
> Kontroversi Lambang Palang Merah
> Oleh
> Indra J Piliang
> Magister Ilmu Komunikasi UI
> 
> Ada ribut-ribut tentang studi banding anggota DPR RI ke Denmark, menyangkut 
> lambang Palang Merah Indonesia. Lambang Palang Merah dianggap sebagai Tanda 
> Salib. Padahal, lambang itu hanya sekedar plester untuk mengobati luka dalam 
> peperangan dan bencana. Seakan, Palang Merah muncul sebagai kekuatan tentara 
> Salib pada abad ke 11, ke 12 dan ke 13, ketika berusaha merebut kota 
> Palestina. Sementara, kelahiran Palang Merah Internasional sendiri terjadi 
> pada tahun 1863 atau pertengahan abad ke 19. Organisasi Palang Merah 
> Internasional juga bagian dari perkumpulan Bulan Sabit Merah Internasional. 
> 
> Upaya mengganti lambang Palang Merah menjadi lambang yang lain, antara lain 
> dengan usulan Bulan Sabit Merah, jelas memicu banyak hal. Bagaimanapun, 
> organisasi Palang Merah Indonesia dan Bulan Sabit Merah Indonesia sudah ada, 
> sama-sama eksis, serta berbeda pengelolaan. Ketika sebagian anggota DPR 
> mempermasalahkan penggunaan lambang Palang Merah, lalu berkeinginan 
> menggantinya dengan Bulan Sabit Merah, sebetulnya cukup dengan memberikan 
> perhatian kepada Bulan Sabit Merah Indonesia. Tidak perlu malah mengganti 
> lambang Palang Merah menjadi Bulan Sabit Merah, karena akan berdampak kepada 
> perbedaan  kedua organisasi. 
> 
> Terlepas dari keberadaan organisasi itu, sebetulnya diskusi soal lambang di 
> Indonesia sudah dilakukan setelah Indonesia merdeka. Khusus untuk mendapatkan 
> lambang yang tepat, dibentuk kepanitiaan khusus menyangkut bendera dan 
> lambang negara Indonesia yang antara lain dipimpin Ki Hadjar Dewantara dan 
> Muhammad Yamin. Pada gilirannya, Indonesia menggunakan bendera Sang Saka 
> Merah Putih dan lambang Burung Garuda. Penggalian terhadap kedua simbol 
> penting negara Republik Indonesia ini dilakukan ke dalam sejarah Indonesia 
> sendiri, termasuk lewat ilmu arkeologi, ilmu linguistik, ilmu sejarah dan 
> ilmu-ilmu lainnya. 
> 
> Namun, lambang atau bendera hanyalah sebuah kesepakatan nasional. Merah 
> Putih, misalnya, digali dari sejarah  pemberontakan Jayakatwang Kediri 
> terhadap Singosari. Singosari sebagai negara yang sah dikalahkan. Merah 
> Putih, dalam konteks nasionalisme, bisa diartikan juga sebagai separatisme di 
> abad ke 13. Atau, kalau mau lebih moderat, dapat didefinisikan sebagai 
> nasionalisme baru yang berlandaskan keberanian dan kesucian. Begitu juga 
> dengan lambang Burung Garuda yang merupakan karya Sultan Hamid II, tokoh yang 
> sampai kini masih dianggap sebagai Kaum Federalis dan sosok separatis. 
> 
> *** 
> 
> Setelah Nota Kesepahaman Helsinki ditandatangani pada 15 Agustus 2005, 
> partai-partai lokal hadir di Aceh. Salah satu yang menjadi pokok persoalan 
> adalah apakah dibolehkan berdiri Partai GAM? Ternyata Partai GAM tidak lahir, 
> malah yang muncul Partai Aceh. Masalah baru muncul, apakah Partai Aceh boleh 
> menggunakan lambang GAM? Apabila diperbolehkan, Partai Aceh akan menggunakan 
> bendera Bulan Sabit Merah sebagai lambang. Sekalipun GAM melakukan sejumlah 
> perubahan, Bulan Sabit Merah adalah bendera yang pada akhirnya dipakai, 
> selain lambang Bouraq-Singa. Keputusan akhir, Partai Aceh tidak boleh 
> menggunakan bendera Bulan Sabit Merah, apatah lagi Bouraq-Singa. 
> 
> Kini, lambang Burung Garuda sudah menyemat di dada setiap mantan pemimpin GAM 
> yang bergabung dalam pemerintahan Republik Indonesia di Aceh. Ndilalah, 
> setelah kontroversi itu, justru giliran DPR mempermasalahkan lambang Palang 
> Merah Indonesia dan berniat menggantinya dengan – salah satunya – Bulan Sabit 
> Merah. Apakah ini bukan separatisme ala Jakarta namanya? Separatisme yang 
> berjangkit dari semangat nasionalisme, sekaligus juga upaya simbolisasi untuk 
> – antara lain – mengedepankan “lambang-lambang Islami”. Padahal, Bulan Sabit 
> Merah tidak muncul sebagai satu kesepakatan yang berdasarkan kehidupan 
> Rasulullah Muhammad SAW. 
> 
> Sayup, namun terus bergema, kenyataannya apa yang ditulis Soekarno pada tahun 
> 1926 tentang “Islamisme, Marxisme dan Nasionalisme” ternyata makin menyeruak. 
> Isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) ternyata malah muncul di DKI 
> Jakarta, pusat segala modernitas dan pasca modernisme. Menyelinapnya isu-isu 
> awal abad ke 20 di abad ke 21 ini menunjukkan betapa pemahaman para elite 
> Indonesia sungguhlah miskin pengetahuan sejarah. Pertentangan antara 
> Islamisme versus Nasionalisme versus Marxisme secara telanjang 
> dipertontonkan, termasuk dengan upaya untuk menghilangkan tragedi berdarah 
> pembantaian PKI pada tahun 1965-1966. 
> 
> Padahal, Palang Merah lahir dari semangat humanisme. Dalam hal ini, sesuai 
> dengan sila kedua Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. 
> Keadilan dan peradaban dibangun berdasarkan penghormatan atas hak asasi 
> manusia, dari manapun asalnya, apapun warna kulitnya serta agama apapun. 
> Ketika Palang Merah mengalami deviasi makna menjadi bersifat ideologis, lalu 
> state aparatus seperti DPR ikut memberikan pemaknaan baru, sesungguhnya yang 
> bekerja adalah kepentingan (posisi) politik masing-masing anggota DPR, bukan 
> kepentingan negara secara keseluruhan. 
> 
> *** 
> 
> Kalau konflik ideologis ini terus muncul di Indonesia, maka kondolidasi 
> demokrasi akan tercerai-berai oleh kepentingan (sentimentil) para aktornya. 
> Negara akan sibuk dengan nalar-nalar subjektif yang bersumber dari perbedaan 
> pemahaman tentang mana yang ranah private, mana yang ranah public. Sebagai 
> contoh, apabila lambang Palang Merah dipersoalkan, karena tafsiran sempit 
> sebagai Lambang Salib, maka dengan sendirinya bendera Merah Putih dan lambang 
> Burung Garuda juga layak untuk lebih dipertanyakan. 
> 
> Bolehlah Muhammad Yamin mengurai Merah Putih sebagai bendera yang sudah 
> berusia 600 tahun. Lalu bagaimana dengan Burung Garuda yang merupakan 
> kendaraan Dewa Wisnu dalam mitologi Hindu? GAM, secara sederhana, menyebut 
> Indonesia sebagai Hindunesia, dalam kaitannya dengan kepentingan Bouraq-Singa 
> dan Bulan Sabit Merah. Namun, dalam konteks yang lain, Bouraq sendiri adalah 
> mahkluk mitologis yang berdasarkan pemahaman sempit sebagai kendaraan 
> Rasulullah Muhammad SAW. Hadist tentang Bouraq itupun konon muncul dari 
> Rahib-Rahib Yahudi. Begitu juga singa, jenis binatang yang tidak ada di 
> hutan-hutan Pulau Sumatera, melainkan di jazirah bergurun dan berpadang 
> ilalang di Asia Barat dan Asia Timur. 
> 
> Tentu terlalu spekulatif untuk membaca bahwa kehendak mengganti lambang 
> Palang Merah berdasarkan upaya pertama untuk mengubah lambang Burung Garuda. 
> Hanya saja, secara substansi, jauh lebih penting untuk mengubah lambang 
> Burung Garuda yang penggagasnya tidak diakui sebagai pahlawan nasional. 
> Ketika pemikiran ini berkembang, Burung Garuda akan dianggap sebagai simbol 
> dari kendaraan langit Dewa Wisnu, bukan lagi sebagai burung keindonesiaan 
> yang memandang ke kanan. Kananpun, dalam artian simbolik, bisa diartikan 
> sebagai liberalisme, bukan sosialisme yang berada dalam sila kelima 
> Pancasila. 
> 
> Apa jalan keluar dari masalah ini? Cukup memberikan tafsiran ulang. Palang 
> Merah bisa disebut sebagai Plester Merah, dalam artian membalut luka-luka 
> akibat peperangan dan bencana alam. Bisa juga disebut Pembalut Merah atau 
> Pengikat Merah. Toh juga di dalam warna merah, terdapat unsur putih, pada 
> lambang Palang Merah. Bisa juga disebut Palang Merah Putih Indonesia atau 
> Pembalut Merah Putih Indonesia. Memberikan tafsiran ulang jauh lebih 
> menghemat biaya, ketimbang mengubah secara simbolik menjadi lambang yang lain.
>  
> Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
> Pusat. Twitter: @IndraJPiliang
> -- 
> -- 
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
> 1. E-mail besar dari 200KB;
> 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
> 3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
> http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
> subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>  
>  
>  

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Reply via email to