http://indrapiliang.com/2012/10/17/perang-suksesi-generasi/ 

Rabu, 17 October 2012Perang Suksesi Generasi

Oleh

Indra J Piliang *) 

Saya
 menulis skripsi dengan judul “Koreksi Demi Koreksi: Aktivisme Gerakan 
Mahasiswa Pasca Malari sampai NKK/BKK (1974-1980)”. Di dalam skripsi 
itu, terdapat banyak nama tokoh-tokoh mahasiswa di zamannya. Misalnya: 
Hariman Siregar, Syahrir (almarhum), Mochtar Pabottingi, Dipo Alam, 
Yusril Ihza Mahendra, Lukman Hakim, Indro Tjahjono, Hery Achmadi dan 
lain-lain. Biografi kemahasiswaan ini penting, setelah demokrasi membuka
 diri. 

Sejak jadi mahasiswa di Universitas Indonesia, saya sadari betapa perubahan 
digerakkan oleh apa yang dikenal sebagai creative minority (minoritas kreatif). 
Jumlahnya sedikit, namun bisa memberi dampak 
kepada kehidupan orang banyak. Apalagi mahasiswa yang dipandang sebagai 
komponen yang paling aktif dalam sejarah pergerakan Indonesia, sejak 
awal abad ke-20. Dulu, jumlah mahasiswa hanya sedikit, menjadi pemuncak 
dalam piramida sosial era kolonial. Kini, jumlah mahasiswa semakin 
banyak, seiring dengan penambahan jumlah perguruan tinggi di pelbagai 
daerah. 

Karena nama-nama aktor mahasiswa era 1970-an dan 1980-an
 itu sudah tidak asing di benak saya, maka secara tidak langsung saya 
juga memperhatikan sepak terjang mereka. Teori minoritas kreatif semakin
 menemukan bukti, mengingat nama-nama itu tetap berada di puncak 
pemberitaan media, paling tidak di bidangnya masing-masing, terutama 
terkait dengan ilmu pengetahuan, pemerintahan dan politik. Gelombang 
arus aksi demonstrasi mahasiswa 1998 paling tidak juga melibatkan 
mahasiswa-mahasiswa periode sebelumnya ini. Ketika rezim Orde Baru 
tumbang, mereka juga yang muncul ke permukaan dengan posisi 
masing-masing. 

Bagi saya, kiprah seseorang yang kemudian 
mencatatkan diri dalam sejarah, tidak terlepas dari jejak kemahasiswaan 
mereka. Fase kemahasiswaan membentuk diri seseorang dengan baik. Tidak 
semua orang yang dikenal sebagai macan kampus, misalnya, berhasil dalam 
tahap kehidupan pasca mahasiswa. Namun, sebagian besar yang menjadi 
aktivis mahasiswa, rata-rata memiliki tingkat keberhasilan yang baik 
untuk menempuh kehidupan pasca mahasiswa. Pengalaman, karakter, 
jaringan, pengetahuan dan kematangan intelektual dan mental memberi 
pengaruh yang baik. 

*** 

Jelang suksesi kepemimpinan 2014
 dan 2019, semakin terlihat geliat perang antar generasi (terutama 
mahasiswa) di zamannya masing-masing. Alur sejarah memberi tempat yang 
baik bagi lahirnya para pemimpin yang pernah menempa diri jadi aktivis 
mahasiswa. Dalam otobiografi BJ Habibie – yang juga diperkuat oleh 
otobiografi Daoed Joesoef – terdapat kalimat pendek Presiden Soeharto: 
“Saya akan memberikan kepemimpinan nasional berikutnya kepada kaum 
intelektual.” Presiden Soeharto sama sekali tidak menyebut unsur militer
 dan terlihat alergi dengan politisi. Proses suksesi yang abnormal 
memang menempatkan BJ Habibie sebagai presiden berikutnya, dari kalangan
 intelektual. Janji Presiden Soeharto dijalankan, tetapi tampak tanpa 
perencanaan. 

Bandingkan dengan Presiden SBY. Pernyataan Presiden
 SBY dalam pertemuan dengan alumni AKABRI Angkatan 1970 di Istana Bogor,
 tanggal 3 Oktober 2012 lalu, bagi saya mengejutkan dan memunculkan 
tanda tanya. Presiden SBY dengan terang-terangan mendukung kalangan 
purnawirawan TNI untuk aktif di politik praktis. Betul, sekarang adalah 
era multi-partai dan sekaligus demokrasi deliberatif. Masalahnya, 
generasi purnawirawan TNI berada pada fase yang idealnya lebih banyak 
berada di belakang generasi alumni aktivis mahasiswa, bukan malah di 
depan.  

Ancaman Indonesia ke depan tidak lagi lahir dari skema 
Perang Dingin antara Blok Komunis versus Blok Kapitalis. Semakin sedikit
 manusia di muka bumi yang mendukung pengembangan senjata pemusnah 
massal yang mengancam kehidupan spesies manusia dan masa depan bumi. 
Sistem pertahanan masing-masing negara juga semakin dieleminir dari 
sistem persenjataan moderen, Sekalipun terjadi produksi senjata-senjata 
jenis baru, namun lebih pada bentuk pengembangan teknologi, ketimbang 
usaha untuk memunculkan efek kematian secara massal sebagaimana terjadi 
dalam Perang Dunia Kedua. 

Beberapa daerah di Indonesia sudah 
dipimpin oleh purnawirawan TNI dan Polri, termasuk Presiden RI sejak 
tahun 2004. Sejumlah jabatan strategis juga dipegang oleh purnawirawan 
TNI dan Polri. Tentu di dalamnya juga terdapat alumni kampus-kampus 
terkenal di dalam dan luar negeri, termasuk aktivis mahasiswa di 
zamannya. Dari sini, sebetulnya, formulasi kepemimpinan nasional yang 
bersifat kolektif bisa disusun. Blok-blok kepentingan yang kini muncul, 
semakin hari semakin bersandar kepada kepentingan keluarga, lalu 
berkembang jadi kepentingan faksi di dalam politik. Ujungnya adalah 
blok-blok kepentingan antar partai politik. 

Kita perlu mencatat 
dengan baik, seberapa berhasil atau gagalkah kepemimpinan politik hari 
ini? Studi kualitatif diperlukan, demi memberikan bobot kepada 
masing-masing pihak dengan latar-belakang berbeda itu. Perumusan juga 
diperlukan pada ancaman dan tantangan Indonesia hari ini, baik di level 
daerah maupun pusat, dalam satu spektrum keindonesiaan dan sekaligus 
bingkai geopolitik dan geostrategisnya masing-masing. Upaya ini tentulah
 memerlukan para ilmuan, bukan hanya pelaku-pelaku politik praktis yang 
terpenjara oleh aktivitas harian. 

*** 

Di beberapa negara
 yang gagal melakukan regenerasi kepemimpinan nasional, berakhir tragis.
 Kita mencatat kejatuhan Saddam Husein di Irak, Hosni Mobarak di Mesir 
dan Moammar Khadafi di Libya. Tragis. Tapi kita juga masih mencatat 
posisi Fidel Castro di Kuba yang tidak tergantikan. Indonesia mencatat 
sejarah kejatuhan tragis para pemimpin nasional seperti Soekarno, 
Soeharto dan Abdurrahman Wahid, serta penolakan laporan 
pertanggungjawaban BJ Habibie. Hanya Megawati Soekarno Putri yang bisa 
melewati masa kepresidenannya dengan mulus, malah bisa maju ke dua 
pemilihan presiden berikutnya. Apabila Presiden SBY bisa mempersiapkan 
suksesi 2014 dengan baik, berarti inilah ketiga-kalinya suksesi bisa 
berlangsung baik, setelah 2004 dan 2009. 

Masalahnya, upaya mengarah ke masa depan belum terlalu terlihat. Partai Golkar 
mempersiapkanblue print Indonesia tahun 2045, namun belum begitu fokus 
membicarakan 
kepemimpinan di tahun yang sama. Partai-partai yang lain diisi lapisan 
pemimpin yang memiliki tali darah dengan tokoh-tokoh kuncinya. Bukan 
masalah besar, sebetulnya, mengingat di negara demokrasi seperti Amerika 
Serikatpun nama-nama besar selalu ada. Demokrasi menerabas asal-muasal 
kepemimpinan, termasuk memberi tempat kepada keluarga-keluarga tertentu 
yang memang membentuk diri menjadi politisi. 

Kini terjadi semacam kekosongan generasi (empty generation) dalam mengisi 
lapisan kepemimpinan nasional. Barangkali ini dampak dari NKK/BKK tahun 
1980-an. Generasi mahasiswa 1970-an yang banyak mengisi 
lapisan kepemimpinan nasional, termasuk yang berasal dari AKABRI. 
Makanya tidak banyak yang berubah dari kepesertaan pilpres 1999, 2004 
dan 2009. Empat nama yang kini disebut lembaga survei untuk Pilpres 
2014, yakni Megawati Soekarnoputri (jebolan Unpad), Prabowo Subianto 
(lulusan AKABRI 1974), Aburizal Bakrie (lulusan ITB 1973) dan Jusuf 
Kalla (lulusan Unhas 1967), juga bisa disebut berasal dari angkatan 
(mahasiswa) 1960-an dan 1970-an.  

Ada beberapa nama dari 
angkatan 1980-an, namun kebanyakan hanya menjadi pelapis kedua atau 
ketiga dari sejumlah tokoh. Presiden SBY, misalnya, lebih banyak 
mengambil staf khusus dari generasi 1990-an yang barangkali lebih mudah 
berinteraksi dengan dua orang putranya, ketimbang dengan generasi 
1970-an dan 1980-an. 

Lalu, apa yang dapat dilakukan dengan 
potret semacam ini? Perlukah semacam konsolidasi antar angkatan kembali?
 Biar masing-masing sosok menulis di buku agendanya... 


*) Sekjen Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Indonesia (IKAHIMSI-1995-1997), 
Koordinator Wilayah Sumatera dan Jawa Forum Komunikasi Senat Mahasiswa 
se-Indonesia  (FKSMI-1996-1997) dan Pendiri Forum Komunikasi Senat 
Mahasiswa Jakarta (FKSMJ-1996)

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke