http://indrapiliang.com/2012/11/01/iko-jaleh-piaman-2/

Iko Jaleh Piaman! (2)
Kamis, 1 November 2012
Iko Jaleh Piaman! (2)
Oleh
Indra J Piliang *)  


Bagi masyarakat Minangkabau, Pariaman tidak termasuk dalam kategori ranah 
(luhak). Ada tiga luhak di Minangkabau, yakni Luhak Lima Puluh Kota, 
Luhak Agam dan Luhak Tanah Datar. Pariaman hanyalah rantau. Namun, dalam 
kaitannya dengan agama Islam, Pariaman adalah wilayah pertama yang 
ditempati oleh Syech Burhanuddin, ulama asal Aceh yang dipercaya sebagai 
pembawa agama Islam ke Minangkabau. Makam Syech Burhanuddin bertempat 
di Ulakan yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. 


Karena itu pula, Pariaman dikenal sebagai pusat dari nama-nama yang terkait 
dengan Syech Burhanuddin. Ada dua perguruan tinggi yang membawa nama 
ini, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syech Burhanuddin dan Sekolah 
Tinggi Ilmu Tarbiyah Syech Burhanuddin, keduanya terletak di Kota 
Pariaman. Keberadaan nama Syech Burhanuddin itulah yang menempatkan 
image bahwa masyarakat Pariaman adalah masyarakat relegius, terutama 
dikaitkan dengan tarekat Syattariyah.  


Di masa kecil, saya sering mendengar pembicaraan soal tarekat demi tarekat ini. 
Tidak jarang orang-orang di Pariaman menuntut ilmu (mengaji) ke 
tempat-tempat lain. Perdebatan tentang hubungan manusia dengan Allah SWT 
berlangsung di banyak surau, terutama setelah semua orang tidur. Karena saya 
tinggal di Kampuang Tangah, Lansano, Sikucur Selatan, tentu ada 
perasaan bahwa orang yang tinggal di Pariaman jauh lebih maju dari kami. 
Kemajuan itu dilihat dari peralatan yang dimiliki dan dipakai, seperti 
kendaraan, telepon, sampai televisi. 


Saya semakin mengenal Kota Pariaman ketika masuk SMA 2 Pariaman (1988-1991). 
Sama sekali tidak ada perasaan minder dari sisi ilmu pengetahuan, 
selain saya berasal dari keluarga berkekurangan. Jarang saya memiliki 
baju yang layak untuk dipakai dalam kegiatan non sekolah. Saya memasak 
sendiri di rumah kos, bersama Sahrul Chaniago, sesama jurusan Fisika 
yang kini jadi sahabat saya. Pagi ke pasar membeli kentang dan ikan 
asin, lalu memasaknya. Sepatu hanya satu, itupun sobek dengan merkDragon Fly. 
Di akhir pekan saya kembali ke Kampuang Tangah, Kecamatan V Koto Kampuang 
Dalam. Terkadang, sungai banjir, sehingga terpaksa menunggu air surut 
selama berjam-jam. Tidak ada jembatan penyeberangan. Kalaupun ada ban 
bekas, itupun yang memiliki tidak banyak orang. Kampung ibu saya memang 
baru dimasuki listrik pada tahun 2002 lalu, kemudian memiliki jembatan 
gantung tahun 2008. Alhamdulillah, sekarang sudah ada jembatan permanen, 
dibangun atas bantuan Kerajaan Oman pasca gempa bumi hebat 2009. 


*** 


Karena lahir di Kota Pariaman, saya mengetahui kota ini dari ayah saya, 
Boestami Datuak Nan Sati. Ayah bekerja di kantor Bupati Padang Pariaman 
(waktu itu masih meliputi Kota Pariaman dan Kabupaten Kepulauan 
Mentawai). Ayah berasal dari Luhak Tanah Datar, tepatnya Nagari Aie 
Angek, Kecamatan X Koto. Sebagai pegawai negeri, ayah di mata saya 
memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Bacaan Intisari menjadi makanan wajib 
kami, begitu juga siaran radio BBC Inggris danABS Australia. Pengetahuan saya 
dibentuk dari apa yang dibaca dan didengar oleh ayah saya. 


Kota Pariaman dalam ingatan masa kecil saya masih dipenuhi oleh rimbunnya pohon 
baguak (gnetum gnemon, family gnetaceae). Selain itu, pohon ceri (kersen) dan 
tebu. Halaman rumah masih melewati 
jembatan kecil melintasi selokan yang berawa dan berair coklat. Memang 
sudah ada bioskop Garuda. Ci Ayang dan Ci Elok, dua panggilan tante (etek) dari 
pihak Datuak Nullah – keluarga sesuku --, mengajak saya menonton 
di bioskop itu. Sebagai anak kecil, saya tentu ketakutan melihat ada 
kereta api besar hendak melindas, sehingga saya sembunyi di balik 
bangku.  


Di Pariaman dulu masih banyak kuda bendi, sebagai ciri khas mengangkut 
orang dari dan ke pasar di dekat tepi laut. Inilah ciri yang mulai 
hilang di Kota Pariaman. Kuda bendi ini dihiasi dengan beragam bendera, 
apabila menjelang Tujuh Belasan atau Tabuik Piaman. Dengan kemajuan yang kini 
ada di Kota Pariaman, kuda bendi ini tidak lagi menjadi sesuatu 
yang khas, sebagaimana juga terjadi di kota-kota lainnya. Saya tidak 
tahu, sejak kapan kuda ini menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari 
masyarakat Pariaman, lalu kenapa sekarang malah mulai hilang. Barangkali karena 
aspek perlindungan atas hewan yang mulai meningkat, tetapi lebih banyak lagi 
akibat kendaraan bermotor yang jadi pemandangan keseharian. 


Laut adalah 
wilayah yang terasa jauh, bahkan ketika saya lahir di Pariaman dan 
sekolah di tingkat SMA. Sama sekali tidak ada keakraban antara manusia 
dengan laut. Sampai sekarang, banyak orang di luar Pariaman masih 
menganggap pantai Pariaman sebagai WC terpanjang di dunia. Dulu, Bupati 
Anas Malik (1980-1990) memberantasnya, dengan cara razia setiap pagi dan senja. 
Bupati ini juga rajin menangkap hewan ternak yang lepas, lalu 
membawanya ke halaman kantor bupati. 


*** 


Dengan luas wilayah 73,36 kilometer persegi, Kota Pariaman termasuk sebagai 
kota kecil di Indonesia. Menurut sensus 2010, jumlah penduduk Kota 
Pariaman hanya 79.043 jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari 
laki-laki. Keunikan lain, hanya ada 6 (enam) kota di pantai barat 
Sumatera, yaitu Kota Banda Aceh, Kota Sibolga dan Kota Gunung Sitoli 
(Sumut), Kota Pariaman dan Kota Padang (Sumbar) dan Kota Bengkulu. 


Rantai atau sabuk enam kota di Pantai Barat Sumatera itu menarik dijadikan 
sebagai panggung Indonesia ke Lautan Hindia. Sebelum Selat Malaka 
dipenuhi kapal, perjalanan dari Eropa ke Amerika dan Australia melewati 
pantai barat Sumatera. Bahkan, penulis terkenal Karl May-pun pernah 
singgah di Teluk Bayur, Padang. Banyak penjelajah dan penulis asing yang 
singgah di kota-kota pelabuhan di pantai barat Sumatera di abad-abad 
lampau, termasuk dari Eropa, India, China dan Arab. 


Merasa jauhnya masyarakat kota, termasuk Kota Pariaman, terhadap laut juga 
terjadi secara regional, ketika perhatian ke pantai barat Sumatera 
terlalu minim. Maritim masih dianggap sebagai bukan bagian dari proses 
modernisasi Indonesia, juga bukan masa depan umat manusia. Visi 
pembangunan kota dan pantai menjadi penting, apalagi menjadi kota 
pantai. Semacam waterfront city yang memang jadi tujuan berakhir pekan secara 
nyaman di pelbagai negara maju di dunia. 


Apabila di masa lalu Kota Pariaman masih dikenal sebagai daerah yang memiliki 
banyak rawa, termasuk lokasi SMA 2 Pariaman di Rawang (rawa), maka kini 
keadaan itu semakin sedikit. Dengan posisi strategis di pinggir pantai, 
Pariaman bisa menjadikan laut sebagai teman, termasuk sebagai area 
transportasi laut ke Kota Padang – apalagi ke Bandara Internasional 
Minangkabau di Padang Pariaman – ataupun ke Agam dan Pasaman Barat. 
Sabuk alam yang sudah disusun rapi itu, tinggal dimanfaatkan dan 
dimaksimalkan bagi kepentingan masyarakat ke depan. 


Studi etnografis dan antropologis bisa membawa kita kepada mitos negatif. 
Bahwa Malin Kundang jadi batu, ketika terlalu dekat dengan laut dan 
menjadi saudagar muda yang memiliki kapal layar besar. Akibat 
perangainya yang buruk, Malin Kundang tidak hanya menjadi durhaka kepada 
ibunya, tetapi juga durhaka kepada alam Minangkabau secara luas. Batu 
Malin Kundang membawa masyarakat Minangkabau menjadi bermusuhan dengan 
laut yang membawa kebudayaan asing, berupa lupa pada bundo kanduang. 
Seyogianyalah mitos itu diruntuhkan atau ditafsirkan ulang. Tidak semua laut 
bisa 
membawa seseorang menjadi Malin Kundang. Pembangunan area yang 
berdekatan dengan laut, dengan visi maritim yang jelas, adalah cara 
untuk memecah batu Malin Kundang yang membebani mentalitas manusia 
Minangkabau. Wallahu ‘Alam
*) Pendiri Nangkodo Baha Institute. 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke