Astagfirullah, kok seorang perwira muda dg masa depan bersinar,
tamatan Akpol babuek sarupo tu?

Kkd Eri, sungguh tragis karajo penegak hukum ko, seorang mahasiswa dr
kelg sederhana harus mandapek intimidasi sarupo itu di ruang tampek
nan harus dia berlindung.

Apapun kesalahan yang hanyo pelanggaran lalulintas ndak pakai helem
harus mandapek bugem mentah itu harus dibawo ka propam dan harus ado
sanksinyo. Apo lai kini lah diekspos di media dan babarapo mailing
list.

Ambo cubo sounding jo babarapo alumni akabri ank 84, karano kapolda
sumbar, adolah ank 84 dan juo penerima Adi Makayasa, lulusan terbaik
akabri kepolisian ank 84.

Sebagian besar Kapolda adolah ank 84, mulai dari Kapolda ; metro,
sumbar, riau, bali, kaltim, jabar, kadivpen. Di TNI ank 84 juo sadang
mamacik, mulai dr danjen kopassus, deputi bnpt, asop ksau,  dll.
Malah danga2 calon Kapolri dan KSAU adlh ank 84, KSAD ank 83,
pangkostrad ank 84, namo2nyo ndak berani ambo sabuikkan dan nyatonyo
indak tiok ank mandapek posisi Kapolri, KSAD, ksau, ksal ko. Kini
sadonyo dipacik lulusan terbaik ank 81.

Untuak informasi babarapo urang awak nan sadang bersinar di tni. Polri
adolah; danrem 032 wb ank 85, juo alumni sma don bosco pdg,
danpaspampres, ank 85, Gub ptik, ank 85, nan paliang mudo karopenmas
divhumas polri.

Smg beliau menjadi jenderal yang amanah dan hebat, aamiin

Salam
Elthaf


On 1/24/13, Eri Bagindo Rajo <siano...@yahoo.com> wrote:
> Assalamu'alaikum WW
> mohon ijin saya meneruskan postingan ini pada sahabat semua mungkin ada yang
> bisa membantu.
>
> Terimakasih
>
> Erinos
>
> ----- Pesan yang Diteruskan -----
> Dari: Pinto Janir <pinto.jani...@gmail.com>
> Kepada: siano...@yahoo.com
> Cc: pinto janir <pinto.jani...@gmail.com>
> Dikirim: Kamis, 24 Januari 2013 19:18
> Judul: Kronologis pemukulan Shakka Musti Diguna oleh oknum polisi
>
>
> Kepada Yth; Kepada Yth;
> 1)   Bapak Kapolri RI di Jakarta
> 2)   Bapak Kapolda Sumbar
> 3)   Bapak Kapolresta Padang
> 4)   Bapak Ketua DPRD I Sumbar
> 5)   Bapak Ketua DPD RI Irman Gusman
> 6)   Bapak Anggota DPRRI Taslim
> 7)   Bapak Anggota DPR RI Nudirman Munir SH
> 8)   Bapak Ketua LBH Padang
> 9)   Bapak Ketua Komisi Kepolisian RI di Jakarta
> 10)               Bapak Ketua Komisi Kejaksaan RI di Jakarta
> 11)               Bapak Pimpinan Redaksi Posmetro Padang
> 12)               Bapak Pimpinan Redaksi Haluan Padang
> 13)               Bapak Pimpinan Redaksi Singgalang Padang
> 14)               Bapak Pimpinan Redaksi Padangekspres Padang
> 15)               Bapak-bapak Pimpinan Redaksi Media Nasional
> di Jakarta
> 16)               Ketua PWI Pusat
> 17)               Ketua PWI Sumbar
> 18)               Ketua AJI Sumbar
> 19)               Pimred Padangtv
> 20)               Pimred Favorit TV
> 21)               Kepsta TVRI Sumbar
>
> Assalamu’alaikum
> WW
> Salam
> damai di bumi Indonesia yang adil dan sejahtera dalam hukum yang senantiasa
> menjadi pelindung atas masyarakatnya.
> Bapak-bapak
> yang saya hormati. Tidak kemana badan ini hendak mengadu, ketika mana saya
> diperlakukan seperti tidak diperlakukan bagaikan manusia. Saya
> ditekan,diancam,
> dipukul berkali-kali oleh oknum polisi Ipda Danial Partogi Simangunsong
> kanit
> Reskrim Polsekta Padangtimur Padang. Kemudian, beberapa milik saya disandra
> oleh oknum itu.Seperti motor orangtua saya dan dompet saya.
> Dan
> yang membuat saya trauma adalah ketika mana, oknum itu mengancam saya
> berkali-kali, dan saya merasa keselamatan jiwa saya terancam.
> Saya
> yakin, polisi adalah pelindung masyarakat. Hanya oknum yang membuat lembaga
> pelindung itu menjadi tergerus citranya.
>  Supaya kejadian serupa tak terulang kembali,
> saya berharap para  oknum polisi yang
> menciderai saya tanpa alasan yang jelas tersebut dapat diusut secara hukum.
>
> Terimakasih
> banyak.
> Wassalam
>
>
> Shakka
> Musti Diguna
>
> Lampiran:
> 1)   Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi
> 2)   Potokopi KTP
> 3)   Tulisan Pengakuan Saya
>
>           TULISAN PENGAKUAN SAYA YANG TERANCAM JIWA
> TIDAK
> BERHELEM
>           AKU DIPERLAKUKAN
>          OKNUM POLISI SEPERTI PENJAHAT
>           (Disiksa, diintimidasi,diancam,dipukul berkali-kali)
> Aku seorang
> mahasiswa. Usiaku 20 tahun.Namaku Shaka Musti Diguna. Adikku satu orang.
> Namanya. Kami terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Kepada kedua
> orangtuaku, aku memanggil beliau Abi dan Ummy. Abiku seorang PNS.Umiku ibu
> rumah tangga. Keluarga kami adalah keluarga yang damai yang penuh dengan
> kasih
> sayang. Biarpun kurang ekonomi, kata Abi kita harus menyukuri nikmat Tuhan
> Allah swt. Karena kami hanya berdua bersaudara, Abi dan Ummy memasankan
> kepada
> kami bahwa kami harus sekolah tinggi-tinggi. Sesusah apapun Abi, kata Abi
> aku
> dan adikku Ranti harus bisa menjadi orang pintar. Orang yang bermanfaat
> bagi
> orang lain kelak. Ajaran Umi dan Abi; untuk hidup kita harus jujur dan taat.
> Sering
> Abi menasihati kami, bahwa berlakulah sesuai dengan alur dan patut berhukum
> pantas. Letakkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan itu ada, begitu kata Abi.
>  Dan Tuhan sayang pada umat yang menegakkan
> keadilan dan meruntuhkan kebhatilan. Dan hak harus ditegakkan. Karena hak
> adalah kebenaran. Begitulah didikan Abi pada kami, sampai kini.
> Dan
> aku selalu sedih dan prihatin bilamana “keadilan” itu lenyap. Lalu menyiksa
> orang yang tidak berdaya.
> ***
> PERISTIWA
> SATU
> Hari
> itu, Selasa tanggal 22 Januari 2013, sekitar pukul 14.15 Wib.
> Hari
> itu aku baru pulang membayar uang kuliah di Universitas Putra Indonesia
> (UPI)
> YPTK. Aku ditemani Agung Tirtayasa, sahabatku. Kami mengendarai sepeda
> motor
> Beat warna putih nopol BA 6814 WM. Motor itu atas nama Abiku. Motor itu
> pecah
> bodinya karena masuk lubang oleh adikku, Ranti. Motor itu belum sempat
> diperbaiki.
> Karena
> terburu-buru,  kami lupa pakai helem.
> Di
> depan Polsek Padang Timur ada razia. Tapi jauh dari tempat razia—sekitar 50
> meter---aku berhenti. Karena aku menyadari bahwa kami tidak mengenakan
> helem.
> Mendadak seseorang tergesa-gesa menghampiriku. Seseorang itu  langsung
> menarik lenganku. Ia berkata: “
> hoiiii....wa-ang ka tapi.Ka tapi ang!”. Saat dia berkata begitu dia menarik
> lenganku makin kuat. Mungkin dia mengira aku hendak lari. Lalu dia menarik
> keras stang motorku sebelah kiri.Saking kerasnya, karet pedal stang sebelah
> kiriku lepas dari gagangannya.
> Aku
> takut. Orang ini siapa, aku tidak kenal. Sering terjadi perampasan motor di
> jalan raya, dengan cara mengaku-ngaku sebagai aparat atau polisi. Lalu
> kunci
> kontak motor aku lepaskan dan diam-diam aku masukkan ke dalam saku kantong
> celanaku. Sementara, orang itu tetap juga mahegang dan menarik motorku
> seraya
> mengatakan: “ malawan wa-ang ha? Wa-ang malawan?”. Dalam hati aku berpikir,
> yang aku lawan apa dan siapa.Aku tidak mengerti.Kejadiannya begitu cepat.
> Sangat
> cepat. Orang berbadan gemuk, perutnya agak buncit dan memakai topi Baretta
> (topi yang sering dipakai seniman) itu langsung memukul ku dengan siku
> kanannya. Kuat sekali pukulan yang mengenai pipi kiriku itu. Kuat. Pipiku
> bagai
> diterjang batu. Aku terpekik: “Aduh...!”. Aku langsung turun. Motor oleng
> dan
> nyaris rebah.Agung masih duduk di belakang. Waktu aku menjerit kesakitan,
> oknum
> itu dengan suara tinggi berkata: “ Aden polisi ko mah...!”
> Aku
> tak sempat berpikir, karena sakit. Kulihat Agung turun dari motor memasang
> standar motor itu. Agung menepikan motor itu. Agung memasangkan karet pedal
> motorku itu. Aku berada di belakang Agung. Oknum yang menyikut aku tetap
> berdiri agak kesamping dariku. Ia seperti sangat marah pada kami.
> Sementara
> itu, dari kejauhan, persis dari depan Mapolsek Padang Timur (tempat razia
> digelar) seseorang berlari---seperti mengejar ke arah kami. Lelaki berbadan
> tegap itu, begitu sampai ke arah kami—karena Agung di depan—langsung saja
> menyarangkan tinjunya ke Agung seraya mengatakan: “Malawan wa-ang
> tadi?Malawan
> wa-ang tadi?” .Kini, giliran Agung yang terpekik dan menjerit kesakitan.
> Agung
> hanya diam saja, tak berkata-kata.Selain menyimpan dan merasakan sakit
> sendiri.
> Bayangkan,  oknum itu memukul Agung
> dengan gaya melompat dan seperti menghuja sekuat tenaga.
> Aku
> makin bingung. Kejadiannya kok begini. Aku dan Agung kok mendadak
> diperlakukan
> seperti penjahat kelas kakap. Lelaki berbadan tegap itu, setelah
> memukul Agung langsung terkejar-kejar menuju ke arah aku. Dengan cepat pula
> ia
> berkata sambil memukulku yang tak jauh berdiri dari Agung: “ Wa-ang ciek
> !”.
> Prakk, tinjunya bersarang ke pipi sebelah kananku. Goyang rasanya dunia.
> Pemandanganku mendadak menjadi kelam. Tapi aku kuat-kuatkan, aku tetap
> berdiri.
> Jangan sampai rebah dan lalu terkapar. Karena, aku khawatir terhempas
> sendiri
> karena dipukul, lalu membentur aspal, sering menyebabkan kejadian yang
> sangat
> fatal. Sekuat apapun tinju itu, sesakit apapun, aku harus tetap bertahan.
> Ya,
> Allah; beri aku kekuatan. Aku terus berdoa dalam kejadian yang tak
> kumengerti
> benar. Yang aku tahu, kesalahan aku adalah tidak mengenakan helem. Tapi
> mengapa
> sebegini parahnya, jadinya?
> Orang
> yang datang kemudian itu belakangan aku ketahui bernamaIpda Daniel
> Partogi Simangunsong (selanjutnya
> kusebut DPS) , jabatannya  Kanit Reskrim Polsek
> Padang Timur .
>           Orang yang memukul
> saya dengan sikunya tadi yang berpakaian preman itu kemudian
> mendorong-dorong kami ke arah Mapolsek Padang Timur yang hanya berjarak
> sekitar
> 50 meter dari TKP. Sementara, Agung didorong-dorong oleh oknum Kanit DPS.
>           Untuk mengusir rasa sakit dan menghilangkan ketegangan
> serta kecemasan yang amat sangat, sambil menuju Mapolsek Padang Timur , aku
> mengeluarkan sebatang rokok.Membakarnya. Menghisapnya. Ketika rokok hampir
> habis, Oknum Kanit DPS sambil jalan berkata: “ Marokok se lah wa-ang
> taruih,
> den injak-injak kapalo wa-ang tu?”
>           Spontan aku buang rokok itu. Tak bisa aku membayangkan
> ketika kepalaku diinjak-injak dengan sepatu. Tak sanggup aku menahan sakit.
> Sakit yang tadi ditinju dengan siku yang mengenai pipi kiri dan ditinju
> dengan
> pukulan yang mengenai pipi kananku, sakitnya yang kini berdenyut-denyut dan
> membuat mataku berkunang, bahkan perutku mual seperti hendak muntah, masih
> terasa. Apalah jadinya, badanku yang kurus ini ketika diinjak-injak.
> Membayangkan itu aku tak sanggup. Makanya juga, aku membuang lekas-lekas
> rokok
> itu. Jangan sampai gara-gara merokok nanti, aku benar-benar diinjak-injak.
> Itu
> mengerikan.Aku merasa, bahwa saat ini posisiku dan posisi Agung tak ubahnya
> bagaikan samsak, tempat empuk menyarangkan pukulan.
>           Bahkan sambil jalan itu pikiranku sampai kepada kematian.
> Bila aku mati karena sesuatu yang tak aku ketahui benar sebabnya, aku rela.
> Tapi sebelum itu, aku harus tahu, sebab apa aku dan Agung disiksa? Dan
> sebelum
> mati, aku ingin ada orang yang mengabarkan kepada Abi dan Umiku, bahwa aku
> mati
> bukan mati sebagai penjahat, tapi adalah sebagai rakyat yang ditangkap
> karena
> tidak berhelem lalu disiksa. Tapi, pada sisi lain aku juga tidak rela mati,
> karena mati yang begitu tentu mati dalam kesia-siaan. Dan apapun
> kejadiannya,
> aku tetap tidak akan pernah menerima perlakuan para oknum itu, memukul kami
> tanpa “pasal” yang jelas.
>           Dan lekas-lekas, pikiran begitu aku buang. Aku harus
> berjuang untuk mempertanyakan keadilan itu. Dan kalau aku mampu, aku
> menegakkannya.Minimal, sebatas upayaku.
>           Di ruang Mapolsek, ada meja, ada kursi ada lemari. Tidak
> tahu aku, ruang apa itu. Sebab, di ruang itu tak bernama.
>           Ada tiga orang berpakaian preman. Kurasa mungkin petugas di
> sana. Tampak olehku, salah seorang yang tiga itu adalah pria yang tadi
> meninjuku dengan sikunya. Wajah mereka sungguh menakutkan. Aku seperti
> berada
> di bawah teror dan ancaman psikis. Padahal, dari dulu-dulu aku merasakan
> dan
> dikatakan oleh Abi, bila terjadi sesuatu yang membahayakan diri atau diri
> terancam, sebaiknya melapor atau pergi ke kantor polisi. Dalam bayanganku
> yang
> diajarkan Abi adalah bahwa polisi adalah pelindung kita dari berbagai
> serangan
> atau ancaman yang datang dari orang yang hendak berbuat jahat kepada kita.
> Dan
> Abi membayangkan bahwa polisi dan kantornya adalah tempat yang aman, nyaman
> dan
> damai.
>           Tapi, pada saat sekarang ini.  Pada peristiwa yang kualami ini,
> kata Aby tak
> kutemui. Kantor polisi ini bagiku saat itu seperti sebuah medan perang yang
> menciptakan neraka bagiku. Orang-orang memandangku dengan mata tajam dan
> menikam serta menyudutkan.Aku merasa seperti seseorang yang melakukan
> kesalahan
> yang sangat besar dan layak disiksa. Itu pikiranku saat itu. Aku
> benar-benar
> cemas. Aku berdoa, semoga tak terjadi apa-apa. Dan saat itu, aku diam-diam
> menangis dalam hati, terbayang wajah Aby dan Umi sewrta adik perempuanku
> Ranti.
> Mereka pasti tidak tahu bahwa aku kini sedang dalam persoalan yang aku
> tidak
> tahu intinya apa. Inti soal ini apa?
>           Salah seorang dari tiga orang lelaki (petugas?), yang
> satunya kurus, bertopi...tiba-tiba menuju aku. Ia berkata: “ Wa-ang nan
> malawan
> tadi?”. Tamparan kerasnya mengenai pipi kiriku. Pukulan di pipi kiri yang
> tadi
> saja sakitnya tak reda-reda, kini ditampar sekali lagi. Tak bisa aku
> mengungkapkan betapa pedih dan sakit yang kurasa. Mau saja rasanya aku
> mengalah
> dengan cara pingsan. Tapi tetap juga badan aku kuat-kuatkan sekalipun kepala
> ku
> rasanya nyeri, badan hoyong.Aku nyarus mual. Bumi bagaikan bergoyang. Untung
> pada
> saat itu, Tuhan tak jauh dariku. Pesan Abi, seberat apapun masalah,
> dekatkan
> dirimu pada Tuhan. Aku berzikir  dan
> berdoa. Ya,Allah, jauhkan aku dari siksaan ini.
>           Kemudian salah seorang petugas itu menyuruhku dan Agung
> mengeluarkan dompet. Setelah mengeluarkan dompet, saku aku dan Agung
> diperiksa.
> Badan kami digeledah. Agung tidak bawa dompet. Aku saja yang bawa dompet.
> Aku
> disuruh mengeluarkan seluruh isi dompetku itu.
>           Isi dompetku adalah KTPku, ATM BRI dan BNI, SIM, uang Rp 8
> ribu, uang koleksiku yakni uang 10 ringgit, uang 1 riyal pemberian dari
> kakak
> kandung Aby yang kupanggil ibu yang pulang dari tanah suci, dan uang Rp 100
> lama, pemberian nenek---mama aby.
>           Setelah semua digeledah. Petugas itu bicara: “ Tangga-an
> sarawa wa-ang...tangga an sarawa waang tu sadoalahe!”. Takut terjadi
> apa-apa
> dan takut pula nanti dituduh melawan petugas, Aku dan Agung lekas-lekas
> menanggakan sarawa kami. Tapi saat menanggakan sarawa itu tangan Agung di
> mata
> ikat pinggangnya. Saat itu salah seorang oknum petugas---yang berbadan
> kurus—berkata dengan nada tinggi kepada Agung: “ Di saku juo tangan wa-ang
> lai.Tangga an sarawa wa-ang tu!”. Saat itu Agung tampak olehku teraduh
> menahan
> sakit karena ditampar lagi oleh oknum berbadan kurus tadi.
>           Setelah sarawa kami lepas, tinggal celana boxer dan kolor,
> tubuh kami digeledah lagi. Mereka tidak menemukan apa-apa di tubuh kami.
> Juga
> tidak menemukan hal ihwal yang bertentangan dengan hukum di dalam dompet
> saya.
>           Kemudian saya bertanya kepada salah seorang petugas.
>           “ Bang boleh saya memasukkan kembali isi dompet saya ini?”
>           Petugas itu menjawab, “boleh”. Lalu ia menyuruh kami
> memasangkan kembali celana kami ini. “Lakek an sarawa wa ang capek, tunggu
> di
> ruang tuggu tu!” kata petugas itu.
>           Ada sekitar satu jam, kami dibiarkan duduk dalam diam di
> kantor itu. Waktu satu jam itu saya manfaatkan untuk “istirahat” seraya
> melawan
> rasa sakit yang makin lama makin memberati kepala saya. Tetap juga saya
> berpikir dalam hati, selain tidak mengenakan helem, kira-kira salah saya
> apa?
>           Di dompet saya ada SIM. Ada STNK. Motor saya, bodinya
> pecah. Tidak lengkap.Karena terjatuh oleh adik saya. Jadi kesalahan saya
> menurut saya adalah tidak pakai helem, tidak ada spion dan bodi motor
> kapnya
> pecah.
>           Lau saya berpikir dan saya juga mengetahui kalau ada
> pelanggaran ketika razia, dengan tidak pakai helem, motor tidak lengkap,
> prosesnya adalah tilang.Lalu diselesaikan di pengadilan.
>           Perlakuan yang saya terima kok tidak begitu. Lima puluh
> meter sebelum razia saya berhenti, karena menyadari saya tidak pakai helem.
> Lalu ada oknum berpakaian preman seperti “menyergap kami”. Lalu kami
> dipukul.Dipukul tidak sekali dua kali.Dipukul tidak oleh satu oknum, tapi
> tiga
> orang oknum bergantian memukul kami yang tak berhelem ini.
>           Satu jam menunggu dan dibiarkan tanpa proses yang jelas di
> Mapolsek itu, motor saya yang dibawa ke sebuah ruang di Mapolsek itu—yang
> lokasinya tak jauh juga dari tempat saya duduk, saya lihat seorang petugas
> yang
> meninju saya dengan siku tadi memotret motor saya dengan kamera HP-nya.
>           Kemudian saya dipanggil.
>           “ Hoi, kamarilah wa-ang!”
>           Saya mengikutinya.
>           Saya disuruh masuk ke sebuah ruangan. Di situ ada polisi
> berseragam lengkap.
>           Petugas itu bertanya pada saya.
>           “Apa kesalahan
> kamu”, nada polisi yang bertanya itu ramah.
>           “Salah saya Pak, tidak pakai helem dan motor saya tidak
> pakai spion....”,jawab saya.
>           Kemudian Pak Polisi yang baik itu berkata: “ Malawan awak
> tadi?”
>           “Indak adoh awak malawan doh Pak...”, saya menghirup nafas
> dalam karena menahan rasa sakit dan nyeri “ indak mungkinlah Pak Polisi
> ambo
> lawan Pak...Saya tahu bahwa saya tidak mengenakan helem dan motor saya
> tidak
> pakai kaca spion”. Saya diam.Membayangkan kembali kejadian yang begitu
> sangat
> cepat. Lalu saya berkata seraya menahan sakit yang amat sangat.
>           “ Tapi Pak....saya tidak terima perlakuan yang ditimpakan
> kepada saya. Apa salah saya Pak? Saya bukan penjahat. Saya bukan kriminal.
> Dompet saya sudah digledah. Saya bukan narkoba. Saya bukan pembunuh.Saya
> bukan
> perampok. Saya hanya seorang mahasiswa yang tersasar ke tengah razia. Dan
> saya
> pun, karena tahu salah sedang tidak mengenakan helem, tidak menyonsong
> razia,
> saya berhenti jauh sebelum lokasi razia.Dan ada petugas berpakaian preman
> yang
> seperti membabi-buta memukuli kami dan mendorong-dorong kami”, saya diam
> lagi.
> Pak Polisi itu diam pula mendengar saya bicara. Sungguh baik. Kali ini,
> saya
> tidak dipukul lagi.
>           “ Pak, maaf Pak.Saya tidak diterima dipukul dan
> diperlakukan seperti ini Pak?”
>           Pak Polisi yang tadi sedang atau seperti hendak menyerahkan
> buku tilang kepada saya itu, mendadak berhenti menulis. Kemudian ia tampak
> seperti orang berpikir. Pak Polisi itu lalu berdiri.
>           “Tunggu sebentar ya.Bapak keluar sebentar ya!”
>           Pak Polisi tadi tampak pergi.
>           Akhirnya Pak Polisi tadi memanggil saya ke ruang tunggu
> tempat saya menunggu satu jam tadi.
>           Saat itu datang oknum polisi (?) berpakaian orange.
>           Ia bertanya kepada saya : “ Iyo malawan awak?”
>           Saya jawab, “ Indak adoh wak malawan doh Pak. Gilo awak
> malawan mah pak, polisi lo nan awak lawan lai”.
>           Setelah itu ia berkata sendiri: “ Sekarang kita bicara soal
> laki-laki.Awak bicara samo-samo laki-laki”. Ia diam sebentar.Kemudian
> petugas
> itu berkata lagi: “ Jadi apo nio wa-ang kini sabananyo?”
>           Saya menjawab: “ Kalau soal takah itu Bang, awak nio honda
> awak kalua. Masalah salasai. Tapi, bang awak tetap indak manrimo perlakuan
> takah iko. Dihakimi sendiri lalu dipukul berkali”.
>           Petugas yang tadi bertanya kepada saya, kemudian berlalu. Ia
> tampaknya menuju ke sebuah ruang dan mungkin sedang berbicara dengan
> seseorang
> yang mungkin juga komandannya.
>           Tak lama kemudian datang seorang yang memukuli saya dan
> Agung. Orang itu, yang saya tahu namanya adalah oknum Kanit DPS.
>           Oknum Kanit DPS dengan suara tinggi berkata: “ Sekarang apa
> mau kau?”
>           Saya jawab : “ mau saya bang, masalah ini selesai dan honda
> saya keluar. Tapi saya tetap tidak menerima perlakuan seperti ini. Masak
> kami
> dipukuli kayak gini bang?”
>           Oknum Kanit DPS menjawab:” Wa-ang malawan tu iyo. Ka wa-ang
> puta honda ang untuk lari”.
>           Dalam hati saya menjawab: “ mana mungkin saya
> lari.Sedangkan kami berhenti sendiri.Lalu langsung dipegang oleh oknum
> polisi
> tadi. Kalaupunh ada keempatan menghindari razia, saya tak akn
> lari.Paling-paling saya akan menunggu hingga razia selesai...atau berupaya
> mencari helem”.
>           Saya hanya diam. Diam saja.
>           “ Jadi mau wa-ang apa?” Oknum Kanit DPS kembali meninggikan
> suaranya.
>           Saya menjawab:” Kini awak nio honda awak lapeh bang. Tapi
> awak tetap indak tarimo diperlakukan takah iko bang.. Indak adoh pasalnyo
> doh
> bang”
>           “oooo mode itu?Mangecek soal pasal lo wa-ang?” kata oknum
> Kanit DPS itu seraya mengatakan dengan suara tinggi: “ Pajak honda wa-ang
> se
> mati..!”
>           Saya terpurangah: “Ah, serius mati Bang?”
> Dalam hati saya menjawab:
> “setahu saya pajak motor itu telah dibayar Abi berlakunya hingga 24 Oktober
> 2013”.
>           “ Pajak motor wa-ang se mati, wa-ang mangecek soal hukum lo
> gai. Mahasiswa apo lo wa-ang tu. Pantek (maaf oknum ini bercarut)  wa-ang
> mah...Wa-ang kuliah dima?”
>           “Di UPI bang....”
>           “Apo jurusan wa-ang?”
>           “Sistim informasi, bang Fakultas ilmu komputer...”
>           Saat itu salah seorang oknum berpakaian kemeja berbadan
> gemuk mengenakan celana pendek ikut menyela: “ Kenal wa-ang dengan dosen
> yang
> namonyo Dio?”
>           “Saya tidak kenal bang?”
>           Sumpah, saya benar-benar tidak mengenal adanya dosen UPI
> yang bernama Pak Dio. Nama lengkap Pak Dio, juga tidak disebutkan. Kalau
> disebutkan nama lengkap beliau, mungkin saya kenal...paling tidak pernah
> mendengar namanya.
>           Makanya saya diam.
>           Kemudian Kanit DPS bertanya kembali : “Wa-ang semester
> berapa?”
>           Saya jawab: “ Mau naik semester 6 Bang”
>             Petugas yang
> berkemaja tadi menyela kembali: “ Ma KTP wa-ang.Baok kamari KTP wa-ang.Aden
> telepon dosen wa-ang.....”
>           Kemudian oknum itu seperti menghubungi seseorang dengan
> Hpnya.
>           Saya mendengar ia berkata dengan orang yang dihubunginya di
> HP itu tadi.
>           “Hallo, tahu wa-ang jo mahasiswa wa-ang yang namonyo Shaka
> Musti Diguna?”
>           Sambil bicara seperti itu, sambil terus memegang Hpnya
> oknum itu tadi berkata menghadap saya; “Den buek wa-ang di DO dari kampus
> wa-ang....”
>           Lalu saya menjawab karena kaget akan di DO pula :” atas
> dasar apa saya di Do Bang?”
>           Jawabnya: “Aden bisa mambuek wa-ang di DO. Ijan Aden pula
> nan wa-ang lawan lai”.
>           Kemudian Oknum Kanit DPS berkata: “ Jadi apo nio wa-ang
> sabananyo”
>           “ Nio awak bang honda wak kalua. Tapi awak tetap tidak
> terima perlakuan seperti ini Bang. Masak awak dipukuli bang”, jawab saya
> seraya
> menahan sakit dipukul.
>           “ Jadi itu mau wa-ang, tidak terima perlakuan itu. Wa-ang
> ingin tahu, apo mau jo nio aden.Nio aden, wa-ang masuak ka dalam sel.Honda
> wa-ang den tahan dulu. Honda wa-ang jo aden.KTP Wa-ang jo Aden. Kunci honda
> wa-ang jo aden. Den proses wa-ang dulu.Pokoknyo terserahlah, ba-a nio
> wa-ang”.
>           Mendengar saya akan dipenjarakan, saya nyaris hampir
> pingsan mendengarnya. Saya kaget, “ Salah awak apo Bang. Apo salah awak
> dipanjarokan Bang....”
>           “ Wa-ang mangareh juo baru....!” lalu oknum Kanit DPS
> dengan suara tinggi berkata: “ Sia urang di balakang wa-ang?”
>           Saya menjawab tertahan dan sangat pelan sekali: “ Indak
> adoh, doh Bang....”
>           Saya menjawab jujur. Memang pada saat itu tak ada orang di
> belakang saya. Yang ada di belakang saya tampaknya adalah motor-motor yang
> ditangkap hasil razia. Kalau saya jawab ini,
> mungkin terlalu polos. Saya yakini, saya pasti kena pukul lagi.
>           Kalau yang Pak Kanit maksud ini adalah siapa “beking” atau
> orang yang saya banggakan, kalau saya jawab dengan jujur adalah Abi saya,
> nanti
> salah pula. Kami memang membanggakan Abi, seorang sosok ayah yang sangat
> sayang
> kepada keluarganya.
>           Pikiran saya, kalau soal yang dibanggakan, saya bangga pada
> pahlawan bangsa.Banyak tokoh yang saya banggakan dan menjadi panutan saya.
> Terutama tokoh-tokoh yang senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran.
>           Bila maksud oknum Pak Kanit ini adalah siapa keluarga
> “wa-ang” atau orang kampung “wa-ang” yang hebat-hebat, jelas itu bukan
> urusan
> saya. Sebab kata Abi, hebat tidak hebatnya seseorang bukan soal Mamak,
> bapak,
> Om-tante, orang kampung kita yang hebat-hebat.Bukan soal itu.Soal hebat dan
> soal hidup adalah soal kita. Bukan soal orang lain. Pak Harto, kata Abi
> hanya
> anak seorang petani miskin. Pak Chairul tanjung hanya anak singkong. Tapi
> mereka hebat. Maka dalam hidup saya, kata Abi itu menjadi prinsip bagi
> saya,
> walaupun setahu saya banyak juga orang kampung Abi menjadi orang hebat yang
> patut dicontoh. Dan sebagian kaum dari pihak Abi, memang banyak juga yang
> sukses-sukses.
>           Sering Abi menasehati kami, cobalah contoh Pak Halius Hosen
> SH, urang Alai Gunungpangilun yang dengan kegigihan belajar kini sukses
> berkarir dengan menjadi Ketua Komisi Kejaksaan RI. Banyak orang Alai
> Gunungpangilun yang sukses-sukses. Mulai dari Perwira dan pengusaha dll
> hingga
> politisi dan wartawan atau pengacara. Itu jadikan teladan kita. Tapi kita
> tidak
> boleh mengapit kepala harimau.Kita adalah kita. Mereka teladan kita.
>           Pesan Abi begitu.Untuk jadi orang sukses, harus gigih dan
> berjuang sendiri.Tak perlu jual nama-nama dunsanak, kaum, atau orang
> kampung
> awak nan hebat-hebat. Kesuksesan kita adalah motivasi kita. Pesan Abi itu
> saya
> camkan dalam-dalam di hati ini.
>           Sekali lagi saya menjawab pelan ketika ditanyakan siapa
> urang di balakang saya.
>           “Tidak ada orang di belakang saya, Bang!” suara saya pelan
> sekali karena tidak tahan menahan sakit.
>           “ Tu, ba-a kok gaya wa-ang babahayo bana.Bantuak urang ka
> iyo bana. Pantek (maaf dia—oknum kanit DPS itu bercarut kembali)” , seraya
> menggertak saya dengan mengangkat kakinya seolah-olah akan mendongkak saya.
>
>           Lalu dia berkata keras: “ Lai tahu wa-ang, kama ka wa-ang
> usut aden indak takuik doh.Wa-ang kadukan aden..tapi wa-ang den panjarokan
> dulu,Den masuak an wa-ang dulu! Tapi apo nio wa-ang sabanyo kini?Mahasiswa
> apo
> wa-ang ko.Ba-a negara ka maju kalau mahasiswa takah wa-ang ko..!”
>           Dia diam.Lalu berkata lagi.
>           “Lai tahu wa-ang ba-a Indonesia ko indak maju-maju?”
>           Saya jawab: “Lai Bang.Karena korupsi Bang!”
>           Kata Oknum Kanit DPS : “ Selain korupsi, apo lai?”
>           Saya diam.
>           “Itu se wa-ang indak tahu doh.Mahasiswa apo wa-ang ko?”
>           Benar-benar terpuruk perasaan saya. Tekanan. Ancaman.
> Bertubi-tubi menghancurkan bathin saya. Ya, Allah, apa salah saya kok
> ditekan
> seperti ini benar?
>           “Jadi apo nio wa-ang kini sabananyo ko?”
>           Baru Agung sahabat saya menjawab ketika Agung ditanya oleh
> oknum DPS itu :” Pendapat Agung bagaimana?
>           “ Jadi gitu bang ha.Awak iyo
> salah indak pakai helem Bang. Kok iyo malawan awak kecek abang tadi, awak
> mintak maaf.Kini KTP,SIM,kunci honda jo honda dek abang. Keputusan di
> tangan
> abang....” jawab Agung pelan sekali, “Awak mintak dilepaskan Bang!”
>           Saya kira, sama dengan saya, Agung merasa tak tahan diancam-ancam
> terus dan ditekan sejadi-jadinya. Agung ingin kami segera dilepaskan.
>           Kejadian sudah dua jam berlalu.Hari sudah pukul empat sore.
>           Oknum Kanit DPS itu berkata pada saya: “ Ha, model Agung ko
> wa-ang mangecek!”
>           Oknum Kanit DPS kemudian menyerahkan kunci honda,SIM dan
> STNK tanpa surat tilang.
>           Oknum Kanit itu kemudian berkata kepada kami : “ Saya juga
> mintak maaf telah memukul kalian. Kalau mau berkendaraan, pakai
> perlengkapan.Helem,spion!”
>           Motor dikeluarkan dari Polsek. Kami meninggalkan kantor itu.
> ***
> PERISTIWA DUA
>           Kembali ke rumah saya lelah. Saya lihat Umi. Iba hati saya.
> Umi dan Abi sudah susah payah membesarkan saya. Entah mengapa, Umi seperti
> kaget melihat wajah saya yang lebam-lebam. Umi bertanya seraya menangis.
> Umi
> mengira saya dikeroyok orang. Umi bertanya apa salah saya? Umi tahu, selama
> ini
> saya tidak pernah bercakak dengan orang. Saya berusaha menyembunyikan
> kejadian
> sebenarnya. Akhirnya saya tak bisa mengelak. Saya ceritakan apa yang
> terjadi
> sebenarnya. Mendengar itu Umi meratap. “ Kita orang kecil Nak...!”
> Hanya itu kata Umi.
>           Malam sekitar pukul 21.30 WIB, saya ke warung sebelah rumah
> hendak beli makanan kecil. Kepala saya berdenyut-denyut.Seperti ada yang
> bengkak dan memberat di kepala saya.
>           Di warung itu tampak banyak pemuda Taruko Satu Kuranji
> tempat saya tinggal. Di sana ada Pak RT.Namanya Pak Alimin. Ada Pak Pen,
> tetangga saya. Pak Pen pensiunan PDAM Padang. Kemudian ada Ajo dan beberapa
> orang pemuda antara lain Bang Ozi yang kuliah di politeknik Unand,
> sebelumnya
> Bang Ozi kuliah di Hukum Unand.
>           Melihat muka saya lebam,  Bang Ozi bertanya. “Dek muko Oka? Kok
> lebam-lebam....”
>           Saya menjawab seraya mengelus-elus muka yang lebam dan
> mengeranyam rasanya: “ Adoh urang razia di Polsek Padang Timur. Awak indak
> bahelem, indak bakaco spion. Sudah tu beberapo urang oknum polisi
> maninju....”
>           Bang Ozi bilang : “ Bodoh Oka mah. Iko negara hukum.Aparat
> indak buliah main pukul tanpa alasan yang tepat. Iko melanggar hukum
> namonyo
> ko”.
>           Saya katakan :” Agung kena pukul juga Bang....!”
>           Lalu menyela Pak Pen. “Agung kanai lo? Ha, kakak
> kanduangnyo kan tentara tu. Kecek-an lah ka abangnyo!”
>           “Imbau Agung tu kamarilah”, kata Pak Alimin yang juga ada
> di warung itu.
>           Saya memangil Agung untuk datang ke warung, karena
> dipanggil beberapa pemuka masyarakat Taruko yang prihatin.
>           Kemudian para pemuka masyarakat itu bertanya bagaimana
> kronologi kejadiannya. Saya dan Agung menjelaskannya dari A hingga Z.
>           “ Ozi, telepon Bang Cen kakak kandung Agung!” kata Pak Pen
> kepada Ozi. Bang Ozi langsung menelpon kakak Agung yang bertugas di Kodim
> Padang.
>           Bang Cen menyuruh kami, yakni saya, Agung, Ivand dan Ozi
> untuk datang ke asrama TNI Simpangharu. Pas sampai di situ, Bang Cen sudah
> menunggu di depan rumahnya.
>           Kemudian kami ceritakan peristiwa ini pada Bang Cen.
>           Bang Cen ingin memastikan, apa kejadian ini benar atau
> tidak. Bang Cen ingin konfirmasi kepada oknum yang memukul kami itu. Bang
> Cen
> tampaknya tak ingin informasi sepihak. Begitulah Bang Cen yang tak gampang
> menerima dan memercayai pengaduan sepihak. Sebagai tentara Bang Cen memang
> kami
> kenal sebagai tentara “ninik-mamak” bagi orang kampung kami. Orangnya sabar
> dan
> bijaksana.
>           Bang Cen lalu mengajak kami untuk ke Mapolsek Padang
> Timur.Bang Cen mengenakan pakaian sipil. Bukan pakaian tentara. Bang Cen
> hanya
> ingin tahu duduk tegak persoalan. Bagaimanapun, hati siapa yang tak perih
> bilamana adaik kandung dipukul tanpa alasan yang jelas. Bagi Bang Cen,
> prinsipnya tampaknya adalah bahwa aparat adalah pelindung rakyat.
>           Sampai di Mapolsek, Bang Cen bertanya ke seorang petugas
> Piket Polsek Padang Timur.
>           “ Selamat malam Pak. Saya ingin tanya, apa benar telah
> terjadi tindak pemukulan terhadap adik-adik saya ini?” Bang Cen menunjuk ke
> kami .
>           Petugas Piket menjawab.
>           “Sebentar Pak, saya lapor ke Kanit dulu!”
>           Tak lama kemudian, datang saja serombongan polisi
> berpakaian preman ke Mapolsek itu.
> Kemudian Oknum Kanit DPS
> mengajak Bang Cen ke ruangnya. Kemudian saya dan Agung disuruh juga masuk
> ke
> ruang Pak Kanit DPS.
>           Bang Cen bertanya : “ Pak, apa benar adik saya dipukul.
> Mengapa dipukul. Dan siapa yang memukul?”
>           Oknum Kanit DPS menjawab seraya memegang dadanya: “ Saya
> sendiri yang memukul mereka Pak!”
>           Bang Cen menjawab: “Ooo jadi Bapak? Tapi saya tidak terima
> adik saya dipukul tanpa alasan tak berlandas hukum!”
>           “ Ooo jadi Bapak tidak terima? Terus maunya Bapak
> bagaimana?”
>           Bang Cen menjawab: “ Saya mau ini dilaporkan secara hukum!”
>           Oknum Kanit DPS menjawab: “ Silakan!”
>           Lalu Bang Cen bertanya: “ Nama Bapak siapa?”
>           Oknum Kanit DPS menjawab :” Tuh lihat sendiri. Nama saya di
> pampang di pintu “
>           Kemudian Bang Cen pamit keluar ruang untuk melihat namanya.
> Saya dan Agung mengikuti Bang Cen keluar ruang.
>           Masih terdengar oleh Bang Cen, oknum Kanit berkata pada
> Agung: “ Mentang-mentang abangmu tentara ya, berani kau ya?
> Hati-hati kau ya?”
>             Kemudian oknum Kanit DPS itu berkata pada
> saya: “ Hoi mahasiswa anjing, hati-hati kau ya!”.
>           Nadanya sungguh membuat saya merasa hampir mati ketakutan.
>           Ketika akan keluar, oknum Kanit DPS bertanya pada Bang Cen:
> “ Bapak pangkatnya apa?”
>           Bang Cen menjawab: “Praka, Pak!”
>           Kemudian Oknum DPS itu menjawab seraya tegak pinggang: “
> Praka pangkek wa-angnyo!”
>           Bang Cen tidak gubris. Dia diam saja.
>           Kemudian, masih di depan Bang Cen, oknum Kanit itu berkata
> pada Agung: “ Hoi, hati-hati kau ya!”
>           Langsung Bang Cen menjawab: “ Adik saya jangan
> diintimidasi!”
>           Bang cen langsung pergi naik honda bersama Agung dan
> meninggalkan Mapolsek itu.
>           Saya masih menstater honda saya. Tapi tidak hidup. Saya
> mencoba mengengkolnya. Ketika motor saya nyala, langsung seseorang mencabut
> kunci motor saya. Kemudian saya dikerubungi oleh oknum-oknum yang berbaju
> preman. Sementara, Bang Cen dan Agung sudah jauh berlalu pergi meninggalkan
> Mapolsek itu.
>           “Hoi mahasiswa anjing, keluarkan dompet kau!” Oknum DPS itu
> seakan-akan bakal meninju saya. Oknum yang tadi siang meninju saya dengan
> sikunya berkata: “ Kato wa-ang lah damai, tapi wa-ang kadukan pula ke abang
> wa-ang!”
>           Dalam hati saya berkata: “Sumpah, saya tidak mengadu”.
>           Kecemasan saya luar biasa.Dikerubungi oleh orang-orang
> kekar. Panik saya. Cemas yang luar biasa itu sulit saya gambarkan. Jiwa
> saya
> terganggu mengingat peristiwa itu. Saya bagaikan orang yang akan siap
> dieksekusi para algojo.
>           “Kaluaan dompet wa-ang, tinggakan di siko sadoalahnyo!”
> kata Oknum Kanit DPS itu.
>           Saya masih bertahan.Tidak mau mengeluarkan dompet. Takut
> terjadi sesuatu yang lebih buruk pada saya!
>           Tanpa saya sadari, oknum Kanit DPS itu langsung memukul
> pangkal telinga saya. Saya hoyong.Hendak rebah. Bumi berputar, Telinga saya
> mendenging luar biasa. Saya rasa, sebentar lagi saya mati. Saya berzikir
> sejadi-jadinya.Dan berdoa minta perlindungan Tuhan.
>           Kemudian saya keluarkan dompet saya.
> Ketika saya mengeluarkan
> dompet saya, oknum Kanit DPS meninju kening saya. Ondeh. Tidak bisa saya
> mengungkapkan betapa sakitnya. Yang saya tahu kening saya bengkak sebesar
> telur
> puyuh. Saya menjerit! “ Ampun Bang.Sakit Bang!”. Salah seorang terdengar
> oleh
> saya berkata: “Mati lah wa-ang!”
>           Kemudian Oknum Kanit DPS berkata: “ Wa-ang tingga-an dompet
> wa-ang. Ambiak honda wa-ang tadi baliak....!”
>           Dompet itu ditaruh di meja piket. Muka saya yang bengkak
> dan lebam dipoto. Saya disuruh balik ke rumah menjemput honda tadi siang.
> Saya
> ke Mapolsek pada malam itu mengendarai motor Abi supra fit warna merah.
> Motor
> supra fit ini beserta dompet saya “disandra”
> oleh oknum Kanit DPS.
>           Saya disuruh berjalan kaki menjemput honda saya  yang tadi siang
> di rumah. Saya berjalan kaki
> hingga ke asrama TNI Simpangharu, tempat Bang Cen.
>           Bang Cen kemudian menyuruh saya pulang untuk istirahat.
> Bang Ozi menelpon pemuda taruko, yakni Bang Dede untuk menjemput kami.
> ***
>
> PERISTIWA III
>           Abi benar-benar merasa tertekan mendengar kejadian yang
> menimpa kami. Kami orang lemah.Kami orang kecil. Kami rakyat badarai. Tapi
> saya
> yakin, keadilan masih ada. Saya tetap bangga dan cinta pada polisi. Kalau
> ada
> kesalahan, saya yakin, itu hanya ulah oknum saja. Masih banyak polisi yang
> baik-baik, seperti kata Abi. Saya yakin, keadilan pasti ada. Sementara,
> saya
> selalu gelisah mendengar ancaman oknum Kanit DPS yang mengatakan : “Hoi
> mahasiswa anjing, hati-hati wa-ang yo!”
>           Jiwa saya merasa terancam. Kemana saya hendak mengadu.
> Diupukul oleh oknum polisi,      diancam...itu
> membuat hidup saya dalam kecemasan. Maka, atas beberapa saran pemuka
> masyarakat
> Taruko dan beberapa tokoh-tokoh saya disuruh untuk melapor ke Polresta
> Padang.
>           Saya melapor sehari setelah kejadian, yakni tanggal 23
> januari 2013. Laporan saya diterima oleh Briptu Desrico Musliyadi di unit
> Propam Polresta Padang. Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi itu Nomor:
> LP/03/I/2013/PROPAM.
>           Isinya adalah :
>           “ Yang Bertanda tangan di bawah ini menerangkan pada hari
> Rabu tanggal 23 Januari 2013  pukul 09.30
> WIB telah datang ke unit Propam Polresta Padang seorang laki-laki warga
> negara
> Indonesia yang mengaku bernama:
>           Nama         : Shaka
> Musti Diguna
>           Umur                   :
> 21 Tahun
>           Suku          : Minang
>           Pekerjaan  : Mahasiswa
>           Alamat       :         Komplek Taruko I Blok BB no 18 RT 02 RW
> 11 Kel Koronggadang kecmatan Kuranji Padang
>           Telah datang melaporkan tentang perkara telah terjadinya
> dugaan pelanggaran disiplin berupa pemukulan yang dilakukan Ipda Daniel
> Simangunsong Kanit Reskrim Polresta Padang dalam melaksanakan razia di
> depan
> Polsek Padang Timur Padang terhadap pengendara sepeda motor......”
>
> (Selengkapnya Surat Saya
> lampirkan)
>
>           Ketika laporan saya diproses, salah seorang anggota polisi
> itu bertanya kepada Kanit Provos : “Pak, apa perlu korban kita visum?” .Pak
> Kanit di depan saya dan Agung menjawab : “ Tidak perlu karena poto korban
> sudah
> ada dan tersangka sudah mengaku”.
>           Saya ingin kasus ini diproses secara hukum. Supaya tak
> jatuh korban selanjutnya hanya gara-gara oknum polisi. Karena saya
> merasakan,
> kerusakan mental dan trauma yang amat sangat. Itu mengganggu pikiran.
> Sampai
> sekarang, saya masih takut dan cemas ketika terngiang kembali ancaman oknum
> Kanit DPS itu. Keselamatan jiwa saya terancam. Dipukul oleh oknum polisi
> saya
> yakin akan dibela oleh hukum melalui tangan polisi juga.
>           Sampai kini, motor Abi (honda Supra fit merah) beserta
> dompet saya berisikan uang Rp 300 ribu dan KTP serta SIM serta 2 STNK motor
> kami masih disandra oleh oknum Kanit DPS. Kalau saya menjemputnya, saya
> takut
> terjadi apa-apa pada diri saya.
>           Biarlah hukum yang menjemputnya. Biarlah kebenaran yang
> menyelesaikannya. Saya yakin; keadilan adalah hak manusia.
>           Mudah-mudahan, kejadian seperti ini cukup sampai pada diri
> saya. Masyarakat lain tak boleh ikut menjadi korban. Dalam hati kecil saya,
> saya telah memaafkan para oknum itu, tapi tidak pernah memaafkannya secara
> hukum. Hukum harus ditegakkan sekalipun langit runtuh, begitu ucapan yang
> pernah saya dengar.
>           Demikian pengakuan ini saya buat sebenar-benarnya dalam
> keadaan sadar. Apapun yang tertulis di pengakuan ini dapat saya
> pertanggungjawabkan secara hukum dan kebenaran. Dan segala sesuatu yang
> terjadi
> pada tulisan ini atau apa akibatnya saya menyampaikan suara hati atas
> peristiwa
> yang menimpa saya ini sepenuhnya adalah menjadi tanggungjawab saya secara
> pribadi.
>
> Padang 24 Januari 2013
> Salam Keadilan di Negeri
> yang Damai
>
>
> (Shaka Musti Diguna)
>
> --
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
>   1. E-mail besar dari 200KB;
>   2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi;
>   3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>
>
>
>

-- 
Sent from my mobile device

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke