Ah iyo, dek karano tangah mancaliak Kahmi bacakak karano ado nan manolak 
kedatangan AU (di tvOne) jadi tagulincia ambo. :)

Salam untuk Karaniya, Nezar, Wens ya. 

ANB 
Cibubur 

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: Arfi Bambani <a_bamb...@yahoo.com>
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Tue, 5 Feb 2013 21:52:43 
To: <rantaunet@googlegroups.com>
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Surat Balasan untuk Prof Mochtar Naim


Waalaikumsalam, Da Akmal.

Ambo di viva.co.id, Da. Bukan di tvOne. :)

Saya tak kritis amat, cuma lagi memperjuangkan kampung sedikit. Sudah lebih 
setahun juga di palanta ini, cuma lebih banyak menyimak saja diskusi di sini. :)

- Arfi Bambani

--- On Wed, 2/6/13, ak...@rantaunet.org <ak...@rantaunet.org> wrote:

From: ak...@rantaunet.org <ak...@rantaunet.org>
Subject: Re: [R@ntau-Net] Surat Balasan untuk Prof Mochtar Naim
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Wednesday, February 6, 2013, 12:45 PM



Wa'alaikumsalam Arfi,
apa kabar? Senang ada satu lagi jurnalis (TV) yang kritis bergabung di Palanta 
ini.

Salam,

ANB 
Cibubur
Powered by Telkomsel BlackBerry®From:  Arfi Bambani <a_bamb...@yahoo.com>
Sender:  rantaunet@googlegroups.com
Date: Tue, 5 Feb 2013 21:37:54 -0800 (PST)To: 
<rantaunet@googlegroups.com>ReplyTo:  rantaunet@googlegroups.com
Subject: [R@ntau-Net] Surat Balasan untuk Prof Mochtar Naim


Assalamualaikum Sanak Palanta yang saya cintai,

 

Perkenalkan nama saya Arfi Bambani
Amri. Saya lahir dan besar di Tiku, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam.
Bagi orang “Agam Tuo” yang belum tahu (karena banyak yang tak tahu), Tiku ini 
“laut”
yang diminta Agam ke Pariaman.:)

 

Saya tergelitik sekaligus merasa sedih
membaca tulisan Prof Mochtar Naim ini. Tulisan Prof membuat terang perasaan
terpinggirkan kami, orang-orang  yang
besar di “pinggiran” Agam, yang sama sekali tak disinggung dalam tulisan Prof
Mochtar. 

Mengapa begitu?

 

Pertama,
saya ingin mengritisi pernyataan Prof yang ini:

“Melalui
kerja sama antara Pemda yang bertetangga dengan masyarakatnya yang kedua-duanya
tidak lain adalah sama-sama masyarakat Agam Tuo juga,  kedua belah pihak
dan bahkan semua pihak bisa saling bekerjasama, bukan hanya membangun daerah
masing-masing tapi juga membangun secara bersama-sama kedua daerah yang
bertetangga dan bersaudara itu.”

 

Kemudian Prof menyatakan pula, “Dengan tetap berada di wilayah daerah
masing-masing, yang dibentangkan adalah hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan dan saling isi-mengisi. Apa-apa yang kurang di kota Bukittinggi
dapat diisi oleh daerah tetangga Agam Tuo. Dan begitu sebaliknya.”

 

Menurut saya, dua pernyataan ini
mempertegas diskriminasi dan kesenjangan kondisi antara “Agam Tuo” dan “Bukan 
Agam
Tuo”. Jika pembangunan “Agam Tuo” hendak diiringkan dengan Bukittinggi, jelas
anggaran pembangunan Kabupaten Agam akan terfokus ke “Agam Tuo” yang 
diistilahkan
Prof. Dan kenyataannya, selama puluhan tahun di Kabupaten Agam, kesenjangan
pembangunan itu sudah terjadi, bukan hanya sekadar di pikiran orang-orang “Agam
Tuo”.

 

Indikator kesenjangan ini kita ambil
saja salah satunya dari soal infrastruktur jalan raya. Jika Profesor punya waktu
berjalan-jalan ke pelosok “Bukan Agam Tuo” seperti ke Nagari Tiku V Jorong,
Kecamatan Tanjung Mutiara, atau ke Lambah Dareh, Kecamatan IV Koto (Bawan), 
Profesor
akan susah mencapainya tanpa membawa mobil yang bisa dibawa offroad. Belum lagi 
jika kita bicara infrastruktur lain seperti listri yang baru sekitar 2010 lalu 
masuk di beberapa jorong di Tiku V Jorong.


 

Apa sebab? Penyebabnya adalah perencanaan
pembangunan memang lebih difokuskan di “Agam Tuo”. Saya tidak omong kosong.
Saat melakukan penelitian agraria untuk skripsi saya di Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, saya menemukan dokumen-dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Kabupaten Agam tahun 2000 yang mengafirmasi kesenjangan
pembangunan itu dimulai dari pikiran pejabat-pejabat yang berkuasa di Kabupaten
Agam saat membuat perencanaan pembangunan. Kabupaten Agam dirancang memiliki 
dua "pusat" pertumbuhan. Satu di Lubuk Basung (karena ibu kota), dan satu lagi, 
jangan heran, ya di "Agam Tuo" yang dimaksud Prof Mochtar Naim.


 

Karena itu, bagi kami, orang-orang “Bukan
Agam Tuo”, mempertahankan status quo alias sebagian “Agam Tuo” tetap di
Kabupaten Agam, jelas mempertahankan kesenjangan dan diskriminasi pembangunan.
Yang bagus-bagus hanya yang berdekatan dengan Bukittinggi, tinggallah kami yang
buruk-buruk.

 

Kedua,
Prof Mochtar menyatakan, “Penghalang
utama dari tidak bersedianya masyarakat dan pemerintah Kabupaten Agam untuk
menyerahkan sebagian wilayahnya masuk kota Bukittinggi selama ini adalah karena
berbeda dan tidak samanya antara pemerintahan Nagari di Kabupaten dan
pemerintahan Kelurahan di Kota. Pemerintahan Nagari di Kabupaten mengikuti pola
tradisional yang berlaku selama ini yang dasarnya adalah sistem demokrasi
kerakyatan yang Wali Nagarinya dipilih dari antara warga masyarakat di Nagari
itu sendiri, sementara dengan Kelurahan, siapapun, dan dari manapun, Lurahnya
ditunjuk oleh Wali Kota, bukan dipilih oleh rakyat sendiri, dan hanya semata
ujung tombak dari pemerintah kota.”

 

Menurut saya, pernyataan Prof ini
mengafirmasi bahwa yang sebenarnya menolak sebagian “Agam Tuo” masuk
Bukittinggi adalah elite lokal bukan masyarakat atau rakyat badarai. Di bawah 
pemerintahan kota,
pelayanan masyarakat akan lebih baik daripada di bawah sistem nagari, apalagi
jika wali kotanya macam Jokowi dulu memimpin Solo. 

Apa sebab? Pemerintahan kota
lebih siap dengan sumber daya, keuangan dan administrasi untuk melayani publik 
daripada
sebuah pemerintahan nagari yang tidak memiliki anggaran rutin. Alih-alih, justru
sumber daya nagari habis oleh elite nagari yang memang tak mendapat gaji rutin
seperti halnya seorang lurah.

 

Artinya apa? Kondisi sebagian “Agam Tuo”
yang sudah mengkota (terimbas Kota Bukittinggi) sebenarnya akan sangat rugi
jika terus bertahan di bawah sistem pemerintahan nagari. Pelayanan publik buruk
karena dikelola sistem nagari, sementara fisik nagari terimbas kota. Tak
mengherankan, begitu kita keluar sedikit dari Kota Bukittinggi memasuki “Agam
Tuo” ini, hanya kesemrawutan dan kawasan yang kusam yang tampak.

 

Ketiga,
Prof Mochtar menyampaikan, “Keberatan
masyarakat Agam Tuo masuk kota Bukit Tinggi adalah karena hilangnya identitas
dan kepribadian serta wewenang Nagari dan anak-nagari  dengan masuk kota
itu.”

 

Prof Mochtar, hilangnya identitas dan
kepribadian tak perlu dengan status kota atau bukan kota. Prof sebagai doktor
sosiologi tentu paham, yang dimaksud dengan urbanisasi bukan orang pergi ke
kota atau kota yang bertambah luas, tapi lebih pada “pengkotaan”. Jelas bukan
status kota atau bukan kota yang menentukan perubahan kepribadian atau 
identitas.
Apalagi di era “dunia yang datar” berkat teknologi informasi ini, perbedaan
kota dan desa tak lagi besar. Adik saya yang masih remaja tinggal di Tiku, 
namun fasih bicara artis-artis Korea karena dia pakai internet. Namun jika 
bicara masalah ini, butuh sesi diskusi
tersendiri. 

 

Keempat,
Prof Mochtar menyatakan pula, “Dengan
masuknya pendatang baru yang punya kemampuan ekonomi yang lebih tinggi dari
rakyat asli kota sendiri, maka tanah-tanah adat dan ulayat yang tadinya tidak
boleh diperjual-belikan tetapi bisa dipakai untuk kemaslahatan bersama, dalam
waktu singkat, dengan masuk kota, praktis akan habis tandas semuanya.”

 

Pertanyaan saya, apa yang membuat
ulayat “habis tandas”? Apakah karena suatu daerah berstatus kota, lalu ulayat 
“habis
tandas”? Prof, sepanjang yang saya tahu, hanya satu kota di Indonesia di mana
tak ada ulayat atau bahkan hak milik, yaitu Batam. Batam ini istimewa karena
dia berstatus otorita Batam, langsung di bawah presiden. Semua tanah di Batam
milik negara, setidaknya itu yang saya tahu.

 

Profesor juga mungkin kenal langsung Dr
Hans Dieter-Evers, sosiolog Jerman. Pernah saya baca Prof Mochtar berteman
dengan beliau. Tahun 1980-an, profesor Jerman ini meneliti tanah ulayat di Kota
Padang. Ternyata Prof Hans menemukan di Kota Padang, tanah yang awalnya sudah
milik hak milik pribadi secara hukum perdata, pada pewarisan ketiga atau
keempat, bisa berubah menjadi hak ulayat kaum, diwariskan secara matrilineal.
Lalu, di mana teori Prof bahwa “masuk kota, akan habis tandas”?

 

Persoalan ulayat yang habis tandas,
menurut saya, justru terjadi di mana saja di ranah Minang, bukan hanya di kota
atau di nagari-nagari. Ini problem Minangkabau, bukan problem kota-kota di
Minangkabau. Saya sudah melakukan penelitian soal ulayat ini dalam sebuah
skripsi berjudul “Perubahan Hak Milik Bersama atas Tanah Adat menjadi Hak Milik
Individual di Kecamatan Tanjung Mutiara.” Apa kesimpulan saya? Perubahan itu 
terjadi.
(Jika Prof berminat, saya bisa e-mailkan skripsi saya itu).

 

Lalu apa pendapat saya mengenai PP 84?

 

Pendapat saya tak jauh berbeda dengan
pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Agam Indra Marga suatu waktu saat membahas soal
ini. Indra Marga menyilakan Bukittinggi mengambil Agam Tuo namun dengan syarat
sekalian ambil Malalak dan Baso. Dengan begitu, Kabupaten Agam tak perlu 
“maloncek”
ke Baso atau Malalak. 

 

Dengan begitu, wilayah-wilayah Kabupaten
Agam yang masuk Bukittinggi itu bisa merasakan pembangunan dan pelayanan publik
yang lebih baik karena nanti di bawah pemerintah kota, namun juga tak merugikan
“Bukan Agam Tuo” yang selama ini tertinggal pembangunannya karena anggarannya
lebih sedikit. Malalak bisa bagus jalannya nanti karena jika masuk Bukittinggi
tentu infrastruktur Malalak akan terlihat tertinggal sendirian nantinya. 

 

Namun sayang, Pak Bupati Indra Catri (semoga
beliau membaca surat ini), yang orang “Agam Tuo”, tak setuju dengan Ketua DPRD
kita ini. Semoga bukan karena Pak Indra takut nanti tak bisa maju lagi jadi
Bupati Agam karena kampungnya Baso jadi masuk Bukittinggi jika PP 84 ini
dilaksanakan. 

 

Semoga masukan dan kritik saya ini bisa
membukakan mata dunsanak yang di “Agam Tuo”. Mari kito sama-sama memikirkan 
perubahan menuju masyarakat yang sejahtera tapi juga berkeadilan tak memikirkan 
diri sendiri saja.


 

Wassalam,

 

 

Arfi Bambani Amribekerja sebagai jurnalis di Jakarta






-- 

-- 

.

* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~

* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.

===========================================================

UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:

- DILARANG:

  1. E-mail besar dari 200KB;

  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 

  3. One Liner.

- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1

- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting

- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply

- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.

===========================================================

Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

 

--- 

Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.

Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .

Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

 

 






-- 

-- 

.

* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~

* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.

===========================================================

UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:

- DILARANG:

  1. E-mail besar dari 200KB;

  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 

  3. One Liner.

- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1

- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting

- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply

- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.

===========================================================

Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

 

--- 

Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.

Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .

Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

 

 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.



-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Reply via email to