Manolah Mamanda Darwin Bahar jo sidang palanta .. Terlepas dari hiruk pikuk politik dan masalah hukum yang menjerat tokoh-tokoh dari partai Islam atau tokoh muslim di partai nan lain, antah itu dipolitisasi atau memang khilaf mereka. Adolah tugas kito basamo ummat Islam untuak selalua mengingat kan beliau-beliau tu. Karano merekalah asset ummat. Dibandiangkan dari nan indak kanai kasus, tantu labiah banyak nan elok-elok lai. Bahkan ado nan indak diekpos media masa bagai, berjuang dalam sunyi dan penuh keikhlasan.
Kalau kito picoyo demokrasi sebagai saluran inspirasi di nagari ko kini, beliau-beliau tadilah harapan kito untuak memperjuangkan nasib kaum muslimin nagari ko. Saroman UU Jaminan Produk Halal, ambo yakin beliau-beliau tokoh-tokoh muslim yang banyak di partai-partai politik kini tulah yang tapek memperjuangkan UU ko. Sangenek pulo Salam hangat Afda Rizki Pada 23 Februari 2013 04.03, Darwin Bahar <darw...@gmail.com> menulis: > Batua Mak Ngah, dan ini sudah diperlihatkan oleh tokoh-tokoh besar Islam > Indonesia masa lampau seperti Bung Hatta, Pak Natsir, H Agus Salim, > Sjafrudin Prawiranegara, Buya Hamka, KH Moh Dachlan dll.**** > > Beliau-beliau tersebut sepanjang hidupnya nyaris tidak pernah terpeleset > dalam tiga hal yang banyak menjebak tokoh-tokoh dan politisi Islam masa > kini: harta, takhta dan—maaf—wanita; hidup terhormat dalam kesalehan > asketik (zuhud) sebagaimana yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. **** > > Jangankan yang haram, yang halal, dengan alasan kepatutan mereka tolak.*** > * > > Pak Natsir yang pernah menjabat Menteri Penerangan dan Perdana Menteri, > seperti dilaporkan Laporan Khusus TEMPO 21/XXXVII 14 Juli 2008 [1], > walaupun hanya mempunyai mobil pribadi bermerek DeSoto yang sudah kusam, > pernah menolak (dengan halus) sebuah mobil Chevrolet Impala yang tergolong > ”wah” pada tahun 1956 yang hendak disumbangkan seseorang kepada beliau.*** > * > > Masih menurut TEMPO, ketika mundur dari jabatannya sebagai perdana > menteri pada tahun 1951, Pak Natsir juga menolak mengambil sisa dana > taktis yang menjadi hak beliau sebagai perdana menteri. Dana yang lumayan > banyak itu akhirnya dilimpahkan ke koperasi karyawan tanpa sepeser pun > mampir ke kantong beliau.**** > > Sejarah juga mencatat, bahwa Partai Masyumi yang dipimpin Pak Natsir, > tidak pernah terlibat koalisi transaksional seperti yang dilakukan partai > partai (berlabel) Islam masa kini, tanpa kecuali. Bahkan Masyumi pernah > menolak duduk di Kabinet “Kaki Empat” (PNI, Masyumi, NU dan PKI) yang > ditawarkan Bung Karno, karena Masyumi tidak mau duduk di pemerintahan > bersama-sama dengan PKI yang ideologinya secara diametral bertentangan > dengan Islam yang menjadi asas Masyumi.**** > > Dan yang terakhir, walaupun Islam memperbolehkan poligami—dengan > persyaratan yang berat—tokoh-tokoh besar di atas, walaupun tentunya mampu, > semuanya memilih perkawinan monogami, termasuk KH Moh Dachlan, ‘Sang > Pencerah’, yang berlatar belakang ulama keraton. Kita juga tahu Buya Hamka > menikah lagi setelah isteri pertama beliau wafat.**** > > Mengapa beliau-beliau tersebut bisa begitu berbeda dengan tokoh-tokoh dan > politisi Islam Indonesia kotemporer?**** > > Menurut saya yang daif ini, meminjam sebuah judul buku karangan Dr > Jalaludin Rakhmat, men-“Dahulukan Akhlak di Atas Fikih”, atawa tidak > terjebak pada legalisme/formalisme Islam. Atau dalam kalimat-kalimat Raja > Juli Antoni Agama pada berita Detik.com yang dilewakan nakan Syafrinal > Syarien, tidak hanya (berhenti) di ‘kulit’ tapi merasuk ke ‘daging’ dan > ‘tulang’.**** > > Lalu, mengapa tokoh-tokoh dan politisi Islam Indonesia kotemporer—yang > banyak menunjukkan defisit moralitas—bisa diterima masyarakat Islam waktu > ini? **** > > Kembali menurut saya yang daif ini, ada benarnya pendapat MB. Badruddin > Harun, yang tulisannya saya lewakan sebagai attachment pada posting saya > belum lama ini, kita—termasuk saya—terjerat Islam fenomenal: peradaban fiqh. > **** > > Karena itu tidak mengherankan bahwa banyak yang terperanjat, ketika > mengetahui Pak Natsir pernah berucap: ”*Orang yang pakai jilbab itu > adalah sebaik-baiknya muslimah…Tapi yang tidak pakai jilbab jangan dibilang > enggak baik*.” **** > > WaLlâhu a‘lam bi as-sawâb**** > > Wassalam, HDB SBK (L, 69+), Padangpanjang, Depok **** > > [1] http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/07/14/LK/**** > > ====**** > > Re: [R@ntau-Net] OOT - Opini: Salehnya Politisi Kita > Fri Feb 22, 2013 7:23 am (PST) . Posted by: "sjamsir_sjarif" **** > > Dalam pepatah adatpun alah tasabuik: > "gadang kayu gadang bahannyo..."**** > > Salam,**** > > -- Nyit Sungut > > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/ - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup Google. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.