Sanak Palanta

Bagi ambo nan hobby sejarah ko, menarik sekali kisah ko. Mungkin ado mamak, 
angku dan bundo serta dunsanak yang bisa menambahkan kenangan maso iko

Salam

andiko

Sumber 
: 
http://pdri.multiply.com/journal/item/18/Irwan-Rasjid-Pengalaman-Anak-Pelarian-Politik-

Irwan Rasjid, Pengalaman Anak Pelarian 
Politik<http://pdri.multiply.com/journal/item/18/Irwan-Rasjid-Pengalaman-Anak-Pelarian-Politik->Dec
 
13, '06 5:56 AM
untuk semuanya

"JARUM jam sudah mendekati angka sebelas. Cuaca di luar gelap, mendung, dan 
udara dingin bagaikan menusuk tulang. Dalam suasana semacam itu, secara 
terburu-buru saya segera mengikuti ayah, menyelinap keluar meninggalkan 
gedung kedutaan, langsung lari ke stasiun kereta api. Dari Roma lebih dulu 
melewati Genoa, sebelum akhirnya sampai di Geneva, Swiss, dan memulai hidup 
baru sebagai anak pelarian politik..."

 

Setiap kali teringat pengalaman di atas, mata Dr Irwan Rasjid (60) langsung 
basah. Ia terkenang peristiwa 6 April 1958 di Roma, Italia. Irwan, waktu 
itu masih remaja berusia 15 tahun, melarikan diri mengikuti ayahnya, Mr 
Sutan Mohammad Rasjid, yang sejak tahun 1954 menjabat sebagai Duta Besar 
(Dubes) Republik Indonesia (RI) di Italia.

 

Suasana politik Tanah Air masa itu bukan hanya sedang kacau-balau, 
melainkan sudah telanjur dilanda perang saudara. Konflik politik antara 
pusat dan sejumlah daerah tak bisa terselesaikan. Akibatnya, beberapa 
penguasa daerah, yang merasa ditelantarkan pusat, langsung menantang 
pemerintah. Tanggal 15 Februari 1958, sejumlah daerah memproklamirkan 
berdirinya suatu pemerintahan tandingan dengan nama PRRI, Pemerintah 
Revolusioner Republik Indonesia, yang berpusat di Padang dan telah 
menguasai sebagian Sumatera dan Sulawesi Utara.

 

Irwan, bersama ibu dan ketiga adiknya, terpaksa melarikan diri setelah 
ayahnya menyatakan diri bergabung ke PRRI. Sebuah keputusan yang sampai 
sekarang ini tetap menjadi perdebatan. Mengapa Moh Rasjid (meninggal dunia 
di Jakarta tahun 2000 dan setelah itu baru menerima penghargaan Bintang 
Mahaputra), sebagai seorang diplomat senior, bekas pejuang kemerdekaan, 
anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan mempunyai kedudukan terhormat 
sebagai dubes, justru rela meninggalkan semua kemapanan tersebut? Mendukung 
PRRI, sesudah gerakan pembangkangan tersebut berlangsung tiga bulan dan 
justru mulai menampakkan tanda-tanda kekalahan.

 

"SEBAGAI anak remaja, saya bingung. Wah, ayah ini pasti crazy sebab kami 
harus meninggalkan semua kenyamanan dan mengubahnya dengan hidup di 
perantauan sebagai keluarga pelarian politik. Pendidikan saya dan semua 
adik ikut berantakan, sebab ayah tidak punya pekerjaan tetap. Saya 
disekolahkan ke Inggris dengan bekal uang tabungan terbatas. Terpaksa hidup 
menumpang di gudang, bersekolah dengan jalan kaki menembus salju Kota 
London, yang selalu berselimutkan kabut..."

 

Tambahnya, "Terlebih lagi, dan ini paling membikin sakit hati; dijauhi oleh 
masyarakat Indonesia dan saban hari selalu diejek sebagai anak 
pemberontak..."

Semua ini dijalani oleh Irwan dengan rela.

 

"Tekad saya hanya satu, belajar dan belajar. Akibat dikucilkan oleh 
komunitas Indonesia, mau tidak mau saya hanya bisa bergaul dengan 
masyarakat Inggris. Tapi, keuntungannya, saya malah lancar berbicara dalam 
gaya British," katanya bercanda.

 

Penderitaan tersebut kini memang sudah berakhir. Akhirnya, Irwan bisa 
meraih gelar doktor di bidang ilmu hukum bisnis, dan sekarang ini 
beristrikan Christina Helena, wanita keturunan Australia-Sunda.

 

PENGALAMAN Rasjid sekeluarga tertuang dalam buku bertajuk Mr H Sutan Moh 
Rasjid, Perintis Kemerdekaan, Pejuang Tangguh, Berani dan Jujur, karya 
Marah Joenoes. Buku tersebut diluncurkan hari Senin (3/2) siang di aula 
Bhirawa, Gedung Bidakara, Jakarta. Sebuah buku, yang menurut Prof Dr Emil 
Salim, "...bukan untuk mengemukakan kisah pribadi serta perjuangan almarhum 
Pak Rasjid. Yang jauh lebih bermakna, untuk mendudukkan posisi PDRI 
(Pemerintah Darurat Republik Indonesia) serta persoalan PRRI secara 
seimbang."

 

Generasi masa kini sering kacau setiap kali menyebut PDRI dan PRRI. 
Sedangkan, tanpa kehadiran PDRI, Republik Indonesia dalam pandangan dunia 
internasional waktu itu pasti sudah dianggap bubar. Sebab, syarat negara 
ada tiga.. Yakni punya wilayah, rakyat, dan pemerintahan. Sesudah 
Yogyakarta diserbu Belanda, 19 Desember 1948, presiden dan wakil 
presidennya menjadi tawanan, Pemerintah RI praktis juga sudah ikut bubar.

 

Di tengah krisis kepemimpinan semacam ini, Moh Rasjid dan teman-temannya 
mendirikan PDRI di Bukitinggi, Sumatera Barat. Syafrudin Prawiranegara 
ditunjuk sebagai presiden, Teuku Moh Hasan sebagai wakil merangkap menteri 
dalam negeri (mendagri), menteri pendidikan dan agama.

"Ayah saya ditunjuk untuk menjabat menteri perburuhan dan sosial, mengelola 
bidang pembangunan dan pemuda. Dengan digendong oleh ajudan, saya ikut ayah 
naik gunung dan menembus hutan, bergerilya," kata Irwan, mengenang 
pengalamannya. Posisi Moh Rasjid semasa perang kemerdekaan memang sangat 
strategis, dia menjabat gubernur militer.

 

Emil Salim-yang semasa pergolakan PRRI adalah Ketua Dewan Mahasiswa 
Universitas Indonesia-mengungkapkan, PDRI dan PRRI dikacaukan, oleh karena 
secara kebetulan tokoh-tokohnya sama. Moh Rasjid terpaksa berpihak kepada 
PRRI oleh karena terkesan kepada ucapan Albert Einstein.

"Menurut Einstein, yang lantas dijadikan pegangan oleh Pak Rasjid, dua hal 
tidak akan mungkin bisa obyektif. Cinta kepada ibu dan kepada tanah 
kelahiran. Beliau terpaksa memihak PRRI, setelah wilayah Minangkabau, 
tempat kelahirannya, diserbu dan dibom oleh pemerintah pusat. Maka, kita 
harus belajar dari sejarah. Jangan sampai sebuah konflik politik berujung 
kepada perang, sebab yang akan menderita pasti hanya rakyat kecil. Konflik 
dan perselisihan harus bisa diselesaikan dengan dialog, duduk bersama, 
kemudian berunding dan berunding..."

 

Penderitaan Sutan Rasjid dan keluarganya sebagai pelarian politik baru 
berakhir tahun 1966, sesudah aksi kudeta komunis (yang dulu musuh PRRI) 
berhasil digagalkan.

"Sebelumnya, Tunku Abdul Rahman Putera, Perdana Menteri Malaysia, meminta 
ayah untuk menetap di Malaysia. Ayah setuju dengan dua alasan. Pertama, 
lebih dekat ke Tanah Air, dan kedua, memang biaya hidup selama berkelana di 
daratan Eropa sudah menguras seluruh tabungan," kata Irwan menjelaskan.

 

Akan tetapi, meskipun terpaksa hidup melarat, dengan susah payah Sutan 
Rasjid tetap berhasil membimbing keempat anaknya untuk bisa "menjadi 
orang". Irwan, anak sulung, kini memimpin sebuah kantor pengacara. Disusul 
Irzan, eksekutif di perusahaan jasa kiriman internasional. Aswin, 
berbisnis, dan yang bungsu, Arwin, sekarang menjabat sebagai Direktur Bank 
Danamon.

Oleh karena selama ini kecewa dengan perlakuan pemerintah, Sutan Rasjid 
selalu menganjurkan keempat anaknya bergerak di bidang swasta. Irwan 
mengemukakan, "Ayah seorang sosialis idealis, Muslim yang taat, sekaligus 
orang Minang yang patuh kepada adat. Jejak itulah yang diteladani semua 
anaknya, dan kita buktikan dalam hidup bermasyarakat."

 

Dalam kata-kata Irwan Rasjid, "Perjalanan hidup seseorang harus selalu naik 
turun. Saya dulu menganggap ayah crazy oleh karena beliau nekat 
meninggalkan segala kenyamanan dan kemapanan. Sekarang ini saya paham, 
ternyata ayah saya mempunyai prinsip..." (Julius Pour)

* *

Kompas, Kamis, 06 Februari 2003

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke