Penulis: Amich Alhumami
Peneliti sosial, Department of Social Anthropology
University of Sussex, United Kingdom

Dua raksasa Asia, China dan India yang diprediksi akan memimpin 
perekonomian dunia pada pertengahan abad ini, selama lebih dari 30 
tahun kehilangan orang-orang terdidik dan bertalenta. Mereka pergi 
meninggalkan negara masing-masing untuk sekolah dan bekerja di luar 
negeri dengan harapan dapat mengembangkan karier profesional lebih 
baik. Bersamaan dengan mulai bangkitnya perekonomian, pemerintah 
China 
dan India telah merancang strategi untuk mengubah brain drain 
menjadi 
brain gain. Namun, pemerintah China tampaknya lebih agresif dan 
terencana secara sistematis dalam upaya memanggil pulang orang-orang 
terbaik, untuk membangun bangsa sendiri dan mengambil peran dalam 
mendorong akselerasi pembangunan ekonomi. China menempuh strategi 
ganda 
yang sangat efektif dengan membangun infrastruktur ekonomi dan 
pendidikan secara bersamaan.

Di bidang ekonomi, pemerintah China menciptakan lingkungan 
makroekonomi yang dinamis dan kondusif untuk menarik investasi baik 
domestik maupun asing, terutama melalui foreign direct investment 
(FDI). Industri manufaktur dibangun secara masif untuk menopang 
pertumbuhan. Pusat-pusat bisnis dan perdagangan dikembangkan dengan 
jaringan luar negeri yang tertata rapi, sehingga memacu pergerakan 
aktivitas bisnis dan perdagangan yang sangat prospektif. Maka, dalam 
waktu yang tak terlalu lama, China berkembang menjadi negara terbuka 
bagi pasar global dan investor-investor asing yang memberi 
kontribusi 
pada dinamika pertumbuhan ekonomi di negeri berpenduduk 1,3 miliar 
jiwa 
itu.

Strategi pembangunan ekonomi pun diperkuat melalui apa yang disebut 
special economic development zones, dengan menjadikan suatu wilayah 
tertentu sebagai pusat pertumbuhan. Wilayah-wilayah tersebut antara 
lain Shenzhen, Zhuhai, Shantou, Xianmen, Hainan, Shanghai, Dalian, 
Guangzhou, Tianjin, Zhanjiang, dan masih banyak lagi.

Sejalan dengan itu, China juga membangun sebanyak 15 zona 
perdagangan 
bebas, 32 zona pembangunan teknologi-ekonomi setingkat-negara, dan 
53 
zona pembangunan industri berteknologi tinggi di sejumlah kota besar 
dan menengah. Pemerintah pusat di Bejing kemudian mendorong setiap 
wilayah tersebut untuk saling berkompetisi menarik pulang tenaga-
tenaga 
terdidik dan berbakat dengan menawarkan aneka insentif seperti 
pemotongan pajak, pemberian kredit lunak untuk berbisnis, kemudahan 
izin usaha, pembebasan biaya perkantoran, fasilitas perumahan yang 
baik, dan promosi yang lebih cepat.

Sampai saat ini lebih dari 110 macam special zones dan industrial 
parks telah dibangun dan khusus diperuntukkan bagi para returnees. 
Bahkan lebih dari 6.000 jenis usaha telah dibuka di lokasi-lokasi 
tersebut yang mempekerjakan lebih dari 15.000 returnees.

Setelah melihat basis infrastruktur ekonomi yang mulai tertata baik, 
orang-orang terdidik China yang bekerja di luar negeri secara 
bergelombang mulai pulang kembali ke Tanah Air. Mereka bekerja 
sebagai 
eksekutif profesional di berbagai perusahaan swasta atau merintis 
dan 
mengembangkan bisnis sendiri, bahkan tidak sedikit pula yang bekerja 
di 
kantor-kantor pemerintah. Saksikan, hampir semua lembaga finansial 
utama China seperti Central Bank dan Securities Regulatory 
Commission 
dipenuhi oleh tenaga-tenaga ahli berpendidikan dan berpengalaman 
kerja 
di luar negeri.

Para tenaga ahli berpendidikan luar negeri tersebut menjadi semakin 
yakin atas pilihan kebijakan pemerintah dalam membangun perekonomian 
nasional karena banyak sekali pusat-pusat bisnis dan perusahaan-
perusahaan swasta berteknologi tinggi beroperasi di China yang masuk 
dalam daftar NASDAQ di Amerika Serikat (AS). Dengan bekal pengalaman 
kerja selama bertahun-tahun di berbagai multinational corporations 
(MNCs), mereka kembali ke China untuk berkontribusi dalam membangun 
dan 
memperkuat sistem serta aktif dalam proses perumusan kebijakan 
publik 
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Hal yang membuat mereka bersemangat pulang adalah tawaran gaji yang 
besar. Dengan bergelar MBA dari universitas-universitas prestisius 
di 
AS, mereka bisa memperoleh gaji dua-tiga kali lebih tinggi 
dibandingkan 
mereka yang berpendidikan dalam negeri.

Di bidang pendidikan, China membangun banyak sekali universitas 
berkelas dunia untuk mendidik tenaga-tenaga ahli bidang kedokteran, 
pertanian, ekonomi/manajemen, teknologi informasi/komunikasi, 
teknologi 
industri, bisnis/keuangan, dan lain-lain. Bayangkan, pada 2005 China 
mampu melahirkan sarjana sains dan keteknikan sebanyak 700.000, 11 
kali 
lipat melampaui AS yang hanya 60.000. Tidak berlebihan bila China 
bercita-cita memiliki paling kurang 100 perguruan tinggi terbaik 
dunia 
sampai akhir abad ke-21 nanti, sehingga negara ini akan menjadi 
kiblat 
baru pendidikan di luar AS dan Eropa.

Untuk itu, pemerintah China mengalokasikan dana sebesar US$125 juta 
bagi 10 universitas terbaik dan US$225 per tahun khusus untuk dua 
universitas yang masuk 25 besar dunia yakni Beijing dan Tsing-Hua 
sebagai percontohan. Selain itu, pemerintah China juga membangun 
banyak 
sekali pusat-pusat penelitian dan pengembangan (research and 
development) guna memfasilitasi para ilmuwan dan peneliti, untuk 
melakukan penelitian ilmiah baik untuk keperluan akademik maupun 
riset 
terapan guna menopang pengembangan industri.

Dengan begitu, mereka lebih menekuni profesi dalam pengembangan 
sains 
dan keilmuan, sehingga tak ada waktu untuk memikirkan masalah 
politik 
apalagi melakukan demonstrasi dan protes massal. Untuk menarik 
pulang 
para ilmuwan bergelar PhD yang bekerja sebagai pengajar/peneliti di 
universitas luar negeri, pemerintah China menawarkan gaji yang tak 
kalah menggiurkan. Bagi ahli ekonomi dengan pengalaman kerja antara 
5-
10 tahun, misalnya, disediakan gaji antara US$30.000,00 sampai 
US$50.000,00, ditambah fasilitas perumahan dan berbagai tunjangan 
lain 
(kesehatan, transportasi, liburan).

Dunia mengetahui, peletak dasar strategi kebijakan ini adalah Deng 
Xiaoping yang dijuluki sebagai capitalist roader yakni sosok 
penganut 
setia ideologi sosialisme ortodoks yang menggerakkan proses revolusi 
sosial-politik, tetapi kemudian berbalik arah dan menempuh jalan 
kapitalisme dengan menyerapâ "baik terus-terang maupun 
tersembunyiâ "nilai-
nilai ideologi kapitalisme, untuk melakukan restorasi politik dan 
ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip dasar kapitalisme pasar. Pada 
1980-
an, Deng mengirim anak-anak muda berbakat ke negara-negara kapitalis 
Barat untuk sekolah dengan keyakinan bahwa sekalipun hanya sedikit 
saja 
dari mereka yang pulang kembali, pasti akan membawa dampak pada 
transformasi sosial ekonomi China di masa mendatang. Deng lalu 
memerintahkan Menteri Pendidikan, ketika itu Zhao Ziyang, yang 
kemudian 
menjadi Sekjen PKC dan perdana menteri, untuk merumuskan blue print 
dengan menekankan apa yang disebut store brain power overseas. 
Kebijakan ini berjalin kelindan dengan reformasi ekonomi yang 
ditempuh 
dengan menganut pasar terbuka dan perdagangan bebas, yang ditandai 
oleh 
bergabungnya China ke dalam World Trade Organization (WTO).

Dalam tempo dua dekade kemudian, kombinasi kedua strategi kebijakan 
tersebut benar-benar mengantarkan China pada kemajuan ekonomi sangat 
dahsyat, yang oleh banyak ahli dilukiskan sebagai bentuk quantum 
leap 
in economic development seperti tercermin pada rata-rata pertumbuhan 
ekonomi sekitar 8%-9% per tahun.

Pemimpin China telah bertukar generasi, namun penguasa baru tetap 
meneruskan kebijakan dasar warisan Deng Xiaoping. Mereka terus 
memacu 
pembangunan ekonomi nasional dengan menarik pulang ilmuwan-ilmuwan 
berbakat, akademisi-akademisi bereputasi internasional, ahli-ahli 
ekonomi terpandang, dan pengusaha-pengusaha berkelas dunia terutama 
yang bergerak di bidang industri teknologi tinggi. Menurut laporan 
kantor berita Xinhua, sekitar 250 ilmuwan terkemuka yang memimpin 
dan 
mengelola pusat-pusat pengembangan sains dan teknologi nasional 
adalah 
para returnees dari Amerika dan Eropa. Dengan pilihan strategi 
demikian, China telah berada pada jalur yang benar dan mulai memetik 
serta menikmati brain gain yang memberi kontribusi besar pada 
pertumbuhan ekonomi yang spektakuler itu.

http://strateginasional.wordpress.com/2008/02/13/mengubah-brain-
drain-menjadi-brain-gain/




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur 
pribadi.
- Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta 
maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Daftarkan email anda pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke