Minggu, 23 Juni 2013 01:33 | http://goo.gl/Wc3W0

PADANG, HALUAN— Ketika APBD bah­kan APBN (yang masukannya ju­ga dari
daerah) dibuat semuanya me­ngacu kepada jumlah penduduk Sum­bar terakhir
4,7 juta sebagai­ma­na data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), tapi
faktanya dengan rekam data KTP elektronik, jumlah war­ga dalam Kartu
Keluarga di Sum­bar sudah mencapai 5,6 juta. Apakah selisih jumlah penduduk
ini tidak ter­masuk yang dibiayai oleh APBN/D?

Hingga saat ini belum ada penjelasan yang lebih rinci dari Pemprov Sumbar
soal itu.  “Peme­rintah memang mempedomani data BPS untuk menyusun program
pembangunan, karena itu sudah aturannya. Khusus untuk pember­dayaan
masyarakat miskin, kita akan minta datanya ke TNP2K yang sudah by name by
address,” Sekretaris Bappeda Sumbar, Hefdi yang dihubungi Haluan kemarin.

Selisih jumlah penduduk seba­nyak hampir sejuta jiwa itu patut membuat kita
geleng kepala. Sebab perhitungan anggaran termasuk acuan menentukan PDRB,
pen­dapatan perkapita, DAU dan sebagainyam tentu mengacu pada angka versi
BPS. Lalu sisanya?

Sejak beberapa bulan terakhir, mas­yarakat miskin di daerah ini sa­ngat tak
tenang. Mereka bahkan mera­dang karena penyaluran ban­tuan pemerintah untuk
masyarakat miskin dinilai tidak tepat sasaran. Akibatnya banyak masyarakat
yang dulunya tercatat sebagai penerima bantuan, baik penerima raskin maupun
Jam­kes­mas dan Jamkesda, kini tidak lagi.

Meski demikian, sampai saat ini Bappeda masih menggunakan data Badan Pusat
Statistik (BPS) untuk menyusun berbagai program kegiatan pembangunan.
Khusus untuk pember­dayaan masyarakat miskin, diguna­kan data yang direlis
Tim Nasional Percepatan Penang­gulangan Kemis­kinan (TNP2K) yang berada di
bawah Wapres RI. Data ini berasal dari Pendataan Program Perlindu­ngan
Sosial 2011 (PPLS 2011)

Sedangkan perbaikan data PPLS 2011 yang dipedomani dalam penyaluran raskin,
Jamkesda dan Jamkesda, langsung disampaikan oleh masing-masing
kabupaten/kota. Sehingga pihaknya tidak tahu hasil verifikasi tersebut.

Kabid Sosial BPS Sumbar, Satriyono yang dihubungi terpisah menjelaskan,
data BPS tentang sensus penduduk hanya dilakukan sekali 10 tahun. Terakhir
kali dilakukan 2010 lalu dan akan diulang kembali pada 2020 mendatang.

Untuk mengantisipasi peru­bahan kependudukan selama kurun waktu tersebut,
maka pihaknya melakukan proyeksi setiap tahun­nya. Proyeksi ini tidak
dilakukan dengan survei melainkan berda­sarkan asumsi yang harus dipenuhi
dalam kependudukan. Kondisi ril di lapangan bisa saja naik dari proyeksi
tetapi bisa pula lebih rendah dari proyeksi.

“Sedangkan untuk data pen­duduk miskin, dilakukan melalui PPLS 2011.
Pihaknya mendata 40 persen masyarakat termiskin atau sekitar 24,5 juta
Rumah Tangga Miskin (RTM) di Indonesia dan di Sumbar sekitar 500.000 RTM.
Data ini yang disampaikan kepada TNP2K,” katanya.

Namun, pemerintah menurun­kan alokasi raskin hanya untuk 15,5 juta RTM.
Begitu pula di Sumbar, alokasi raskin hanya untuk 294.000 RTM. Hal itu lah
yang menye­babkan banyak masyarakat miskin yang tak terlayani program
pe­nanggulangan kemiskinan.

Beda Cara Pendataan

Hefdi tak menampik adanya perbedaan data penduduk Sumbar yang dikeluarkan
BPS dan hasil pendataan e-KTP. BPS merelis jumlah penduduk Sumbar tak
sampai 5 juta jiwa. Sedangkan e-KTP merekap jumlah penduduk Sumbar mencapai
5,6 juta.

Karena BPS melakukan pendataan penduduk menggunakan konsep de jure dan de
facto. Semua orang yang tinggal di suatu rumah tangga, baik yang berada di
rumah pada waktu pencacahan maupun tidak ada di rumah untuk sementara (de
jure). Anggota rumah tangga yang bepergian 6 bulan atau lebih, maupun yang
bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah, tidak dianggap
sebagai angggota rumah tangga. Tamu yang telah tinggal di rumah tangga
selama 6 bulan atau lebih maupun kurang dari 6 bulan tetapi berniat akan
bertempat tinggal 6 bulan atau lebih, dianggap sebagai anggota rumah tangga
(de facto).

“Sedangkan e-KTP mendata penduduk berdasarkan yang tercantum di kartu
keluarga (KK). Meski anggota keluarga itu tak lagi bermukim di Sumbar
karena alasan kuliah atau sekolah atau bekerja, tetapi dia tercatat sebagai
penduduk daerah ini. Sehingga angkanya membengkak hingga 5,6 juta,” katanya.

Karena program pembangunan disusun mempedomani data BPS, maka alokasi dana
untuk setiap program hanya untuk jumlah penduduk yang direlis BPS. Pihaknya
tak bisa menyalahi aturan dengan mempedomani data lain. (h/vie)






-- 
*
*
*Wassalam

*
*Nofend St. Mudo
37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok Selatan
Tweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola
*

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke