----- Forwarded Message ----- Subject: Koalisi Tidak Perlu Sampai ke Eksekutif. Demokrasi Indonesia mengisyaratkan, bahwa seseorang bisa nyapres,apabila dirinya diusung oleh suatu Parpol. Untuk dapat mengusung seorang capres,parpol tersebut harus memenuhi PT (presidential threshold). Dalam hal parpol tidak mencapai PT, maka parpol tersebut terpaksa harus bekoalisi, atau menggandeng parpol lain. Partai yang berkoalisi tidak pelu banyak-banyak,mungkin cukup dua partai saja, sepanjang kekuatannya memenuhi PT. Menang kalahnya capres yang hanya diusung oleh dua parpol,tergantung dari kepiawaian team sukses dari kedua parpol tersebut. Dalam hal koalisi hanya terdiri dari dua parpol,maka yang ada hanya parpol pokok dan parpol pendukung. Dengan sendirinya parpol yang berstatus pendukung, harus legowo menerima jatahnya sebagai cawapres. Setelah capres/cawapres yang diusung oleh kedua parpol tersebut terpilih,maka pres/wapres terpilih menyusun kabinet. Mengingat demokrasi Indonesia menganut faham "Kabinet Presidensial", maka tidak pelu disusun kabinet yang bersifat koalisi, yakni dengan mengikut sertakan tokoh tokoh dari parpol lain, untuk duduk dalam kabinet. Sesungguhnya,kabinet koalisi, diperlukan pada demokrasi yang menganut faham kabinet parlementer. Pada system kabinet parlementer,kabinet langsung demisioner, begitu ada "mosi tidak percaya" dari anggota parlemen, terhadap kebijaksanaan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya kabinet yang jatuh bangun, akibat adanya mosi tidak percaya dari anggota parlemen,maka presiden Soekarno, mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Untuk mengetahui latar belakang,mengapa presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959,silahkan baca pidato presiden Soekarno, pada tanggal 17 Agustus 1959. Pidato presiden pada tanggal 17 Agustus 1959, dikukuhkan oleh MPRS RI, sebagai : GBHN NKRI. Pada pidato tersebut, presiden Soekarno menyatakan ketidak senangannya terhadap "golongan reformis". Koalisi ini hanya diperlukan pada saat pilpres saja. Presiden/wapres terpilih,dalam membetuk kabinet, hendaknya jangan berpedoman kepada koalisi,tetapi membentuk kabinet atas dasar "Zaken Kabinet". Zaken Kabinet terdiri dari orang-orang profesional, yang mungkin berasal dari parpol tertentu namun memiliki folosofi : my loyalty to my party ends, where my loyalty to my coutry begins! Tulisan singkat ini jelas banyak kekurangannya, mohon dikoreksi. Wassalam, Jacky Mardono. Lulusan SD no.1 Purbalingga, th. 1947. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.