Sabtu, 15 Maret 2008 Oleh : AgusliTaher, Pemerhati Iptek dan Sosial Budaya
Di BIM seminggu yang lalu, saya cukup kerepotan membunuh kejemuan menunggu teman yang pesawatnya terlambat hampir sekitar 1 jam dari Jakarta. Sore itu, tiba-tiba saja ingatan saya menerawang ke bulan Maret 2004, ketika Pemprov Sumbar mengadakan sayembara karya tulis pemberian nama bandar udara internasional Sumatera Barat, yang awalnya disebut Bandara Kataping. Pengumumannya ditandatangani oleh Sekprov Drs. H. Rusdi Lubis, dan dimuat di harian ini. Saya yang sejak muda hobi mengikuti Festival, terutama musik, juga ikut mengirimkan karya tulis berjudul Bandara Syech Burhanudin. Sayangnya, di Sayembara Pemprov ini, tak seorang pun peserta yang juara dan yang kalah, karena sampai saat ini tidak ada pengumuman hasil sayembara tersebut. Tulisan ini merupakan cuplikan dari substansi karya tulis saya di sayembara tersebut, serta dikorankan dalam perspektif penamaan Masjid Raya Sumatera Barat. Kearifan Global Penamaan Bandara Bandara menduduki posisi yang sangat strategis bagi suatu daerah dan negara, karena mengemban fungsi sebagai pintu gerbang, yang menentukan kesan orang luar ketika kunjungan pertama. Kesan pertama yang mengesankan tidak hanya ditentukan oleh kehebatan infrastruktur dan asirinya lingkungan sebuah Bandara, akan tetapi juga terkait dengan penamaan Bandara. Nama Bandara seringkali mengusung simbol dan tata nilai, karena di balik nama sebuah Bandara terkandung nilai historis, penghormatan dan penghargaan, meskipun di sebagian kecil daerah, nama Bandara tidak memiliki arti apa-apa. Umumnya, penamaan sebuah Bandara, didasarkan kepada nama lokasi di mana Bandara tersebut berada, seperti Narita-Tokyo, atau Tabing-Padang, atau mengambil nama pahlawan, Raja, Presiden, dan lainnya, seperti Bandara Soekarno-Hatta, Sam Ratulangi, King Abdul Aziz, atau nama tokoh seperti Ninoy Aquino di Manila—lawan politik presiden Marcos yang ditembak mati di bandara tersebut. Sebelumnya bandara tersebut bernama Manila International Airport. Juga termasuk nama penerbang, seperti Halim Perdana Kusumah, Iswahyudi, Husein Sastranegara atau Adi Sucipto Belakangan, ada kecenderungan untuk merubah nama Bandara, dari nama lokasi menjadi nama-nama yang memiliki hubungan emosional dalam sejarah perkembangan suatu etnik, terutama dikaitkan dengan nama pahlawan atau tokoh berjasa, seperti Bandara Simpang Tiga-Pakanbaru berubah nama menjadi Bandara Sultan Syarif Kasim, Bandara Palmerah-Jambi menjadi Bandara Sultan Taha; atau Talang Betutu Palembang menjadi Bandara Sultan Mahmud Badarudin II. Berpijak dari beberapa nama Bandara, terlihat suatu kecenderungan umum, bahwa hampir tidak ada penamaan sebuah Bandara yang didasarkan kepada nama sebuah etnik, sehingga tidak ada nama Bandara Sunda, Bandara Melayu, Bandara Jawa, Bandara Maluku, atau Bandara Aceh. Di level internasional pun patron demikian juga dipakai, sehingga tidak ditemukan nama Bandara Quraisy, Bandara Hok Kian, Bandara Tamil, Bandara Singh, ataupun Bandara Indian dan Aria. Ini alasan saya ketika menyiapkan naskah sayembara tersebut, untuk tidak memilih nama Minangkabau sebagai nama Bandara. Yang mengejutkan, dari penelusuran berbagai referensi juga dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada penamaan sebuah Bandara yang didasarkan kepada nama seorang tokoh panutan yang berasal dari kalangan Ulama atau pemikir Islam, sehingga tidak dijumpai nama seperti Bandara Wali Songo di Jawa, atau Bandara Syech Abdurrauf di Aceh, Bandara Maulana Malik Ibrahim di Jatim, atau Bandara Ibnu Sina dan Bandara Syech Sayyid Quttub di jazirah Arab. Fenomena tidak diperhitungkannya nama tokoh agama oleh dunia Internasional dalam penamaan Bandara, serta dengan pertimbangan bahwa falsafaf Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah merupakan icon penting dalam kehidupan orang Minang, maka penelusuran penamaan Bandara Kataping Sumatera Barat saya fokuskan dari kalangan agama. Pertimbangan lainnya yang saya patok adalah sedapat mungkin nama yang diunggulkan memiliki keterkaitan histroris dengan lokasi di mana Bandara tersebut berada artinya tokoh tersebut lahir atau pernah hidup disekitar lokasi bandara, sehingga penamaan Bandara di Kataping tersebut mampu mengakomodir 2 acuan dunia dalam penamaan Bandara, yaitu berdasarkan nama tempat dan nama tokoh. Penelusuran saya, siapa tokoh penting dari kalangan ulama yang lahir atau pernah hidup di sekitar kawasan Kataping. Mimpi saya dalam sayembara itu sederhana sekali, yakni ketika masyarakat Islam dunia lupa dan malu menokohkan pejuang Islam, maka di Sumatera Barat penghormatan terhadap tokoh Islam itu bisa diwujudkan. Begitulah, akhirnya saya sampai kepada kesimpulan bahwa pengganti nama Bandara di Kataping yang paling tepat adalah Bandara Syech Burhanuddin, disingkat BSB. Dalam call sign dibaca Bi-Is-Bi. Kenapa Syech Burhanuddin? Dari referensi yang saya baca, ternyata peran dan jasa Syech Burhanudin dalam pengembangan Islam di Minangkabau tidak tertandingi oleh siapapun. Syech Burhanuddin adalah seorang tokoh yang mampu mengembangkan Islam di Minangkabau dalam tempo 41 tahun (1070-1111 Hijrah). Reputasinya mengembangkan agama Islam, bahkan lebih hebat dari penebar-penebar Islam yang berasal dari Arab, Parsi, dan Gujarat yang sudah mulai memperkenalkan Islam sejak tahun 850 Hijrah di Minangkabau. Bahkan menurut catatan sejarah lainnya, Islam telah mulai dikembangkan di Minangkabau sejak 521 Hijrah (1107 Masehi). Hebatnya, sebelum Syech Burhanuddin, Islam hampir tidak mampu berkembang dan selalu timbul-tenggelam. Kematian penebar Islam asal Arab selalu diikuti oleh terkuburnya Islam di Minangkabau. Datang lagi penebar yang baru, Islam hidup lagi. Sedangkan perkembangan Islam era Syech Burhanudin tidak hanya di Minangkabau, tetapi mampu menyebar ke Natal, Teluk Sibolga, dan Barus. Oleh karena itu, bagi saya, pemberian nama BSB menjadi simbol kesadaran dan penebus kealpaan masyarakat Minangkabau, yang selama 310 tahun (Syech Burhanuddin, wafat tahun 1697) kurang menempatkan posisi Syech Burhanuddin secara proporsional sebagai pejuang umat yang telah amat berjasa dalam mengangkat derajad etnik Minangkabau sebagai masyarakat Islami. Bayangkan, betapa ”pelupanya” orang Minangkabau, sehingga nama Syech Burhanuddin belum pernah digunakan untuk objek/bangunan bersejarah yang bernilai strategis, kecuali nama sebuah jalan kecil di kabupaten Padang Pariaman. Sebuah ketidakarifan dan keterlaluan yang luar biasa. Sebagai catatan penting dapat pula dikemukakan, bahwa mengangkat nama Syech Burhanudin bukan dilandasi oleh semangat lokal dan primordial. Syech Burhanuddin bukan identik dan hanya milik Kabupaten Padang Pariaman, akan tetapi Syech Burhanudin lebih identik dan masuk kedalam wilayah Islami dan kebudayaan di Minangkabau, karena buah kerjanya menjadi pintu gerbang yang melempangkan kelahiran falsafaf Adat basandi syara’-syara’ basandi Kitabullah. Juga, ketauladanan keturunan suku Guci ini menakjubkan. Dia harus meninggalkan kampung halaman, selama 30 tahun untuk belajar agama pada Syech Abdurrauf di Singkil Aceh. Dan, Abdurrauf pula yang mengganti namanya dari Pakih Pono menjadi Syech Burhanuddin, meskipun anak gadis cantik Syech Abdurrauf pula yang menyebabkan Pakih Pono harus mengorbankan alat vitalnya, ketimbang tergoda berbuat zina. Di samping itu, menurut Prof. Muhammad Yunus, ada beberapa nama Syech Burhanuddin yang terkait dengan perkembangan Islam di Minangkabau. Pertama, Syech Burhanuddin Al-Kamil, wafat pada tahun 1214 Masehi. Beliau adalah pembawa Islam mazhab Syafei pertama di Minangkabau. Dari Arab, Ia langsung ke Minangkabau. Pertama kali tinggal di Batuhampar, kemudian pindah ke Kumpulan, selanjutnya ke Ulakan Pariaman, terakhir tinggal dan wafat di Kuntu, ditepi Sungai Kampar kiri. Kedua, Laksamana Tuanku Burhanuddin Syah menjadi sultan muda dibawah kesultanan Aceh di Pariaman, membawa ajaran Islam beraliran Syi’ah di Ulakan pada tahun 1513 M. Ia mengembangkan Universitas Islam pertama di Pariaman, sehingga namanya diubah menjadi Syech Burhanuddin. Prof. Mahmud Yunus dalam bukunya menyebutnya Syech Burhanuddin I. Ketiga, Syech Burhanudin II yang meng-Islamkan Yang Dipertuan Raja Alam Pagarruyung, yang sebelumnya beragama Hindu-Jawa pada tahun 1581 M. Setelah masuk Islam nama sang Raja berganti menjadi Sultan Alif. Ke-empat, Syech Burhanuddin III, murid Syech Abdurrauf, wafat di Ulakkan pada tahun 1697 M. Masyarakat Minangkabau lebih akrab dengan nama Syech Burhanuddin yang satu ini, terutama sejak tahun 1821 M kuburannya di Ulakan dijadikan tempat ziarah Basafar bagi orang Minangkabau, sehingga beliaulah yang disebut Syech Burhanuddin Ulakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan mengangkat sebuah nama, Syech Burhanudin, maka sebenarnya Provinsi Sumatera Barat secara tak langsung telah mengangkat dan menghargai 4 tokoh besar yang sangat besar peranannya dalam penyebaran Islam di Minangkabau. Keunggulan sebuah nama ini hampir sulit ditandingi oleh semua nama tokoh-tokoh adat, budaya, agama dan cendekiawan manapun di Minangkabau, ataupun yang berada dan hidup di luar Minangkabau. Tiada Nama sekuat Nama Syech Burhanudin yang patut dan amat pantas dipersembahkan kepada sebuah Bandara kebanggaan propinsi Sumatera Barat. Kita tahu bahwa perjuangan dan harapan untuk hadirnya sebuah Bandara bertaraf Internasional di Sumatera Barat sudah melikui perjalanan yang cukup panjang. Meskipun demikian, masih lebih panjang perjalanan Syech Burhanudin untuk menghantarkan Minangkabau sebagai etnik yang akhirnya memiliki falsafah Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah. Meskipun demikian, dengan semangat bahwa kita mesti menghargai kearifan cadiak pandai kita yang telah menamakan BIM untuk bandara kebanggaan Sumatera Barat ini walaupun dengan penamaan di luar kebiasaan dunia, maka biarkanlah bandara itu tetap bernama BIM. Akan tetapi, apakah mungkin kita menamakan masjid raya yang digagas Gubernur Gamawan Fauzi, yang berlokasi di bekas SPMA Padang dengan nama Masjid Raya Syech Burhanuddin, meskipun kita biasanya menamakan masjid dengan nama Arab. (***) http://www.padangekspres.co.id/content/view/623/61/ No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.519 / Virus Database: 269.21.7/1329 - Release Date: 14/03/2008 12:33 --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet. - Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting. - Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi. - Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---