Dunsanak,
 
bukan dek karano manyingguang Lubuak Aluang kampuang alm. urang tuo ambo... 
tapi kisah perjalanan hiduiknyo bisa jadi motivasi...
 
wassalam,
Sri Yansen/Tanjuang/42+/lk/asa Painan
 
 
 
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/15/150000426/Rudi.Chandra.Dari.Kenek.Menjadi.Direktur?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
 
 
 Rudi Chandra, Dari Kenek Menjadi Direktur 
Jumat, 15 Agustus 2014 | 15:00 WIB 
 Kompas/Dwi Bayu Radius Rudi Chandra
  Terkait 
   
   - *Rudi Chandra, Dari Kenek Menjadi Direktur* 
   
<http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/15/150000426/Rudi.Chandra.Dari.Kenek.Menjadi.Direktur?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=bisniskeuangan>
 
   - *Bisnis Tikus yang Menggiurkan* 
   
<http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/14/045700626/Bisnis.Tikus.yang.Menggiurkan?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=bisniskeuangan>
 
   - *Berkat Resep Ibu, Liche Sukses Raup Miliaran Rupiah* 
   
<http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/13/084631726/Berkat.Resep.Ibu.Liche.Sukses.Raup.Miliaran.Rupiah?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=bisniskeuangan>
 
   - *Batik yang Digemari Remaja * 
   
<http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/09/221700826/Batik.yang.Digemari.Remaja.?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=bisniskeuangan>

    *Tweet* <https://twitter.com/share> 
 1
<http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/15/150000426/Rudi.Chandra.Dari.Kenek.Menjadi.Direktur?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp#komentar>
 


*Oleh: Dwi Bayu RadiusKOMPAS.com* - Dari kenek bus menjadi pendiri dan 
Direktur Perusahaan Dagang Hiber Jaya, itulah kisah Rudi Chandra (43). 
Perusahaan tersebut mengelola rumah potong ayam di Desa Lebakwangi, 
Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten. Kepercayaan dan mutu produk 
benar-benar dia jaga sehingga usahanya semakin besar. 

Seusai lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lubuk Alung, Kabupaten Padang 
Pariaman, Sumatera Barat, pada 1990, Rudi mengadu nasib ke Jakarta. Dia 
tinggal di rumah pamannya, di daerah Kampung Pulo, Jakarta Timur. Waktu 
itu, Rudi bekerja serabutan, mulai dari menjadi kenek bus kota, pedagang 
kaki lima, sampai pengemudi taksi.

”Saya jadi kenek bus karena berpikir kerja apa saja, asal jangan menganggur 
dan halal. Paling susah jika saya harus ketemu preman, pungli, dan 
bergelantungan di pintu bus,” tutur dia.

Untunglah Rudi belum pernah terlibat baku hantam karena dia biasanya 
mengalah. ”Saya jadi kenek bus sekitar tiga bulan. Saya tak bisa jadi sopir 
karena waktu itu belum bisa menyopir,” kata Rudi yang penghasilannya 
sebagai kenek bus hanya sebesar Rp 5.000 per hari.

Rudi pernah menjual jam tangan di Pasar Mester, Jatinegara, Jakarta. Selain 
itu, dia juga menjadi pengemudi metromini dan bus kota. Pendapatannya saat 
menjadi sopir meningkat menjadi Rp 15.000 per hari.

Meski penghasilannya minim, Rudi sudah berpikir jauh dengan meningkatkan 
kemampuan dirinya. Saat teman-temannya menghabiskan uang untuk 
bersenang-senang, dia mengambil kursus komputer selama delapan bulan. Rudi 
memegang prinsip, tidak ada yang tak mungkin untuk meraih masa depan lebih 
cerah.

”Saya ingin kehidupan yang lebih baik, maka saya mencari ilmu. Ilmu itu 
tidak akan habis. Berkat kursus komputer, saya diterima bekerja di pabrik 
keramik pada tahun 1995,” ujar dia.
*Pegawai * 

Rudi kemudian menjadi pegawai pengontrol mutu di pabrik di Cikarang, 
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Gajinya hanya Rp 4.600 per hari. Namun, dia 
merasa beruntung tinggal di mes pegawai sehingga tak perlu memikirkan biaya 
tempat tinggal. Di mes itulah, Rudi kerap melihat ayam-ayam potong yang 
diternakkan.

”Ada pegawai yang ternak kecil-kecilan. Saya lihat dalam 30 hari saja sudah 
panen. Ini lumayan untuk penghasilan tambahan, saya jadi tertarik,” ujar 
dia.

Rudi pun mencari lahan untuk membangun peternakan. Dia mendapat informasi 
dari pegawai lain, banyak lahan yang disewakan di daerah Serang, Banten.

Setelah menjadi pegawai selama beberapa bulan, Rudi memutuskan keluar. Dia 
ingin beternak ayam. Pada 1996, dengan berbekal uang Rp 3,5 juta dari 
pesangon ditambah tabungan, dia mendirikan kandang untuk 2.000 ayam dengan 
biaya Rp 1,9 juta. Dia menyewa lahan seluas 5.000 meter persegi.

”Sewa lahan itu dihitung berdasarkan jumlah ayam, besarnya Rp 100 per ekor. 
Waktu itu, saya belum dibantu pegawai karena uangnya tidak cukup,” ucap 
Rudi.

Panen pertamanya berlangsung setelah 35 hari. Penghasilan dari panen 
sebesar Rp 1,5 juta dia gunakan untuk membuat kandang lagi.
*Krisis* 

Namun, hantaman krisis moneter tahun 1997 membuat Rudi bangkrut. Harga 
pakan serta bahan baku yang masih diimpor naik dua kali lipat. Sementara 
harga jual ayam potong tak berubah. Sewaktu masih beternak, pembayaran dari 
tengkulak juga lambat dia terima.

”Pembayaran (dari tengkulak) menunggu ayam habis dijual kepada para 
pedagang di pasar. Ini bisa sampai satu bulan baru lunas. Saya terpaksa 
harus sering mencari tengkulak,” kata dia.

Setiap bertemu pun, tengkulak membayar dia dengan mencicil. Setelah krisis 
mendera, Rudi terpaksa menyewakan kandangnya untuk mencukupi kebutuhan 
sehari-hari. Sewa kandang itu besarnya Rp 250 per ayam. Selain itu, dia 
juga menjadi tukang bongkar muat sangkar ayam yang diangkut mobil.

”Selama enam bulan, saya bekerja seperti itu. Saya juga sempat menjadi 
sopir lagi. Tetapi para pedagang itu susah membayar kalau ayamnya belum 
laku. Saya lalu berpikir, lebih baik menjual daging ayam saja,” cerita dia.

Hari pertama menjadi pedagang, Rudi mempunyai stok 10 kilogram ayam. Namun, 
saat itu hanya sepotong paha yang laku terjual, seharga Rp 1.500.

”Waktu itu, relasi saya memang belum banyak. Saya berdagang di Pasar 
Ciruas, Kabupaten Serang, Banten. Pukul 04.30 pasar mulai ramai, saya 
berjualan sampai pukul 07.00,” kata dia.
*Kepercayaan* 

Rudi memotong dan membersihkan sendiri ayam-ayam yang akan dijual. Dia 
menjaga kepercayaan pelanggan. Hanya dalam dua-tiga hari, pembayaran kepada 
para peternak bisa dia lunasi.

”Buat apa uang itu kita tahan hingga berhari-hari. Itu hak orang lain,” 
ujar Rudi.

Seiring dengan kemajuan yang dicapai, Rudi berhasil membeli minibus untuk 
kendaraan operasional seharga Rp 8,5 juta. Pelanggannya pun bertambah, tak 
hanya pembeli di pasar, tetapi juga penjual sayur, pemilik rumah makan, dan 
penjual pecel lele. Ayam tersebut dia jual dengan sistem jemput bola.

Ia mengantar ayam ke tempat para pembeli sehingga mereka bisa menghemat 
waktu, energi, dan biaya. Kualitas ayam pun dia jaga. Lewat usaha itu, Rudi 
bisa memberikan lapangan kerja bagi 10 orang.

”Ada karyawan yang setia bekerja dengan saya sejak usianya masih belasan 
tahun. Sekarang dia sudah punya tiga anak,” ujar Rudi.

Lama-kelamaan, semakin banyak konsumen yang juga memesan ayam hidup kepada 
dia. Tahun 2004, Rudi bisa menjual 1.200 ayam per hari dan separuhnya dari 
hasil penjualan di Pasar Ciruas. Permintaan yang terus bertambah membuat 
dia menyerahkan penjualan di pasar kepada pegawainya. Sementara Rudi 
berkonsentrasi sebagai pemasok.
*Pinjaman* 

Dia lalu memberanikan diri mengajukan pinjaman kepada bank untuk mendirikan 
peternakan. Kandang yang sebelumnya dia sewakan dia pergunakan sendiri lagi.

”Sekarang, ada 17 lokasi kandang yang tersebar di Kabupaten Pandeglang, 
Serang, Lebak, dan Kota Serang,” kata Rudi.

Potensi yang bisa terus diraih dan semakin bertambahnya pelanggan membuat 
Rudi mengembangkan usaha dengan mendirikan Perusahaan Dagang (PD) Hiber 
Jaya pada 2011. Produk yang dia jual adalah ayam beku dan ayam hidup. 
Sekitar 30 truk milik konsumen setiap hari hilir mudik ke tempat usahanya 
untuk mengangkut ayam.

Daya angkut setiap truk itu minimal 1.000 ayam. Kini, Rudi mampu 
menyalurkan sekitar 30.000 ayam per hari yang didistribusikan ke Banten, 
Jakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, sampai Kalimantan. Dia 
pun memiliki mitra sekitar 100 peternak mandiri dan 20 perusahaan.

”Jumlah karyawan di sini hampir 200 orang. Mereka tersebar di rumah potong 
ayam, kandang, dan pasar. Sebagian besar karyawan kami adalah warga sekitar 
sini,” kata Rudi yang memiliki tujuh truk dan dua mobil boks untuk 
operasional usaha.

Omzet usahanya mencapai miliran rupiah per bulan. ”Tetapi bukan itu yang 
penting, yang lebih penting adalah kita bisa membuktikan bahwa tidak ada 
hal yang tidak mungkin kalau kita mau berusaha,” tegas Rudi.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke