Copy paste tulisan laman FB
Beberapa referensi tentang Demokrasi sesungguhnya :
-------------------------------------------

Ahli Tata Negara, Robert Dahl, seperti dikutip Riza Sihbudi dalam bukunya,
“Menyandera Timur Tengah” (2005).

Menyatakan bahwa sebenarnya kata rakyat dalam demokrasi berbeda sekali
dengan apa yang kita fahami saat ini. Dalam konteks Yunani Kuno saat itu,
kata “rakyat “ tidak lebih sekumpulan manusia dari sebuah polis atau kota
kecil. Hal tersebut membawa konsekuensi logis bahwa apa yang disebut
sebagai demokrasi dalam pengertian aslinya pun berbeda dengan demokrasi
dalam pemahaman kontemporer. Dalam pandangan Yunani Kuno (awal abad ke 6
sampai ke 3 SM), demokrasi harus memenuhi enam syarat:

1. Warga Negara harus cukup serasi dalam kepentingan mereka
2. Mereka harus padu dan hommogen.
3. Jumlah warga Negara harus kecil (bahkan kurang dari 40.000)
4. Warga Negara harus dapat berkumpul dan secara langsung memutuskan
legislasi.
5. Warga Negara juga berpartisipasi aktif dalam pemerintah dan negara kota
sepenuhnya otonom.

Kesemuanya itu jelas tidak bisa dipenuhi oleh demokrasi modern, lanjut
Dahl. Dalam praktek maupun teori, kewarganegaran harus ekslusif dan bukan
inklusif seperti yang terdapat dalam demokrasi modern.

Aristoteles (348-322M)

Mengeluarkan kritikan tajam terhadap demokrasi model ini, bahkan
aristoteles menyebut demokrasi sebagai Mobocracy atau the rule of the
mob.Ia menggambarkan demokrasi sebagai sebuah sistem yang bobrok, karena
sebagai pemerintahan yang dilakukan oleh massa, demokrasi rentan akan
anarkhisme, dan sangat sulit dibayangkan adanya suatu kelompok yang besar
(mayoritas) memimpin kelompok yang jumlahnya lebih kecil (minoritas). Dalam
bukunya ‘Politics’, Aristoteles menyebut Demokrasi sebagai bentuk negara
yang buruk (bad state). Menurutnya negara Demokrasi memiliki sistem
pemerintahan oleh orang banyak, dimana satu sama lain memiliki perbedaan
(atau pertentangan) kepentingan, perbedaan latarbelakang sosial ekonomi,
dan perbedaan tingkat pendidikan.

Plato ( 472-347 SM )

Juga melontarkan kritik tajam. Plato justru menekankan bahwa liberalisasi
dan kapitalisme itulah yang menjadi akar Demokrasi sesungguhnya, sekaligus
biang petaka mengapa Negara demokrasi akan gagal selama-lamanya.

Lebih lanjut Plato berstatemen:
"They are free men; the city is full of freedom and liberty of speech, and
men in it may do what they like. (Republic, page: 11)

"mereka adalah orang-orang yang merdeka, negara penuh dengan kemerdekaan
dan kebebasan berbicara, dan orang-orang didalamnya boleh melakukan apa
yang disukainya".

Dan orang-orang semakin mengejar kemerdekaan dan kebebasan yang tidak
terbatas. Akibatnya ialah bencana bagi negara dan juga bagi para warganya
sendiri. Setiap orang ingin mengatur diri sendiri dan berbuat sesuka
hatinya sehingga timbullah berbagai kerusuhan yang disebabkan oleh berbagai
tindakan kekerasan (violence), ketidaktertiban atau kekacauan (anarchy),
kejangakkan/ tidak bermoral (licentiousness) dan ketidaksopanan (immodesty).

Menurut Plato, pada masa itu citra negara benar-benar telah rusak. Ia pun
menyaksikan betapa negara menjadi rusak dan buruk akibat penguasa yang
korup. Karena Demokrasi terlalu mendewa-dewakan (kebebasan) individu yang
berlebihan sehingga membawa bencana bagi negara, yakni anarki (kebrutalan),
dari sini muncul tirani (kezaliman).

Banyak orang yang (kala itu) melakuan hal yang tidak senonoh, anak-anak
kehilangan rasa hormat terhadap orang tua, murid merendahkan guru, dan
hancurnya moralitas.

================
Atas dasar paparan tersebut, rasanya terlalu riskan jika Bangsa sebesar
Indonesia yang sangat majemuk ini mengadopsi mentah-mentah sistem demokrasi
yang selama ini didengang dengungkan oleh perjuang demokrasi liberal.

Saya pikir para founding father sangat paham tentang hal ini, oleh karena
itu mereka memagari demokrasi dengan PANCASILA dan UUD 1945 agar tidak
kebablasan ala liberalisme. Dan bangsa ini dibangun atas landasan
Musyawarah untuk Mufakat, maka rakyat sebanyak ini perlu menggunakan
mekanisme PERWAKILAN, karena tidak mungkin 250.juta rakyat Indonesia
mengawasi pemerintahan secara langsung. Begitu juga untuk melakukan
Pemilihan Langsung karena mereka rata-rata tidak mengenal langsung calon
yang mereka pilih.

Ketidak pahaman ini bisa saja mengakibatkan subyektifitas dan pemahaman
mereka terhadap calon pemimpin hanya modal dari berita-berita yang
kadangkala tidak berimbang..

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke