Kompas - Travel <http://travel.kompas.com/> / Food Story | Sabtu, 6
Desember 2014 | 12:15 WIB

*​**Warga etnis Jawa yang tinggal di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat,
memotong tumpeng pada tradisi Makan Bajamba, Senin (1/12/2014). Tradisi itu
merupakan puncak perayaan hari jadi Kota Sawahlunto yang tahun ini memasuki
usia ke-126. Adanya etnis Jawa di Kota Sawahlunto tidak terlepas dari
sejarah tambang batubara yang berjaya sejak tahun 1888 hingga 1988. Saat
itu, Pemerintah Kolonial Belanda banyak mendatangkan warga etnis Jawa
sebagai pekerja di tambang batubara.*

*SEJARAH* panjang tambang batubara, yang muncul sejak abad ke-17 dan
terhenti pada akhir abad ke-20, telah meletakkan keberagaman budaya di Kota
Sawahlunto, Sumatera Barat. Kota ini menjadi tempat tinggal dan milik
bersama berbagai etnis seperti Minangkabau, Jawa, Batak, Tionghoa, Sunda,
dan lainnya. Alih-alih memicu kerenggangan, keberagaman itu justru menjadi
modal melahirkan keharmonisan pada setiap aspek kehidupan masyarakatnya.
Satu di antaranya adalah tradisi Makan Bajamba atau makan besar secara
bersama-sama yang digelar setiap 1 Desember.

Jam menunjukkan pukul 08.00 ketika warga Sawahlunto, laki-laki maupun
perempuan, tua muda, mulai berdatangan ke Lapangan Segitiga, Senin
(1/12/2014). Pagi yang cerah itu semakin berwarna karena warga datang
dengan berbagai busana. Ada yang mengenakan pakaian adat, berbatik, seragam
kantor, atau seragam sekolah. Semuanya tumpah ruah di lapangan yang menjadi
salah satu ruang terbuka di Kota Sawahlunto itu.

Pada saat yang sama, para perempuan terlihat membawa jamba atau nampan
berisi berbagai jenis makanan yang dijunjung di atas kepala masing-masing.
Begitu tiba, jamba itu diletakkan di atas tikar atau karpet yang digelar di
bawah tenda yang didirikan menutupi hampir semua sisi taman. Setelah itu,
ada yang langsung menghidangkan makanan-makanan itu dengan piring di atas
karpet, tetapi ada juga yang tetap membiarkannya di atas jamba.

Makanan yang dibawa sesuai dengan makanan tradisional dari etnis
masing-masing. Di warga etnis Minangkabau misalnya, terlihat makanan
tradisional seperti rendang, gulai, dan lainnya. Sementara warga dari etnis
Jawa terlihat menyiapkan tumpengan, jajan pasar, ingkung (ayam yang diolah
dengan santan dan bumbu khas), dan semur tahu. Adapun warga etnis Sunda
menghidangkan nasi timbel, sambel terasi dan lalapan, pais tahu, gemblong,
tempe tahu bacam, dan rujakan.

Bersama warga lainnya, para perempuan tersebut kemudian duduk berlesehan
melingkari jamba atau makanan itu. Agar tetap teratur, panitia menandai
masing-masing petak tenda sesuai asal mereka karena acara itu tidak hanya
dihadiri sepuluh nagari dari empat kecamatan, tetapi juga seluruh etnis
yang ada, satuan kerja perangkat daerah (SKPD), sekolah, lembaga, dan
beberapa perusahaan swasta di Sawahlunto. Perantau yang pulang kampung dan
wisatawan asing juga terlihat berbaur dalam acara itu.

Setelah menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”, seperti kebanyakan acara adat di
Minangkabau, Makan Bajamba didahului dengan pengantar dari para ninik mamak
(pemuka adat) dan penghulu suku, serta Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman
Gusman, yang hadir juga ikut memberikan sambutan.

Setelah doa, Makan Bajamba dimulai di mana warga bersama-sama menyantap
berbagai makanan yang telah dihidangkan. Karena sifatnya terbuka, ada juga
warga Minangkabau ikut menyantap makanan Jawa, begitupun sebaliknya.

Hari itu, 1 Desember 2014, ribuan warga berkumpul di Lapangan Segitiga
untuk merayakan ulang tahun ke-126 Sawahlunto. Sebuah kota yang tercatat
dalam sejarah pernah berjaya karena tambang batubara sejak tahun 1888,
kemudian dibuat tak berdaya karena habisnya batubara yang menopang
kehidupannya di tahun 1998. Meski sulit, upaya membangun kembali kota yang
berada sekitar 90 kilometer dari Padang (ibu kota Sumatera Barat) itu bisa
berwujud.

Hal itu tidak terlepas dari keberhasilan menata sisa kejayaan tambang yang
dipadukan dengan keberagaman budaya. Warga dari etnis Minangkabau, Jawa,
Batak, Tionghoa, Sunda, dan lainya bersatu padu memulai kehidupan baru di
Sawahlunto.

Kebersamaan itu yang terus dipertahankan dalam semua aspek kehidupan
mereka, termasuk acara Makan Bajamba yang sejatinya adalah tradisi
masyarakat Minangkabau.

”Yang tinggal di Sawalunto dari berbagai etnis. Oleh karena itu, tidak
memungkinkan untuk mengangkat satu etnis saja. Kalau satu etnis naik, maka
semuanya juga naik. Seperti Makan Bajambah ini. Pemiliknya orang Minang,
tapi Jawa dan Sunda tetap dibawa. Semua sama, tidak ada yang menonjol,”
kata Purwoko, Ketua Paguyuban Adikarsa Raharja atau Paguyuban etnis Jawa di
Sawahlunto.

Menurut Purwoko, tidak ada formula khusus yang membuat kebersamaan
antar-berbagai entnis itu muncul. Kebersamaan itu terjadi dengan sendirinya
dari pendahulu etnis mereka saat didatangkan Belanda ke Sawahlunto untuk
menjadi petambang batubara.

Istilah ”Dhulur Tunggal Sekapal” atau saudara satu kapal membuat merasa
senasib sepenanggungan.

”Hal itu terjaga hingga saat ini. Multikultur sudah mendarah daging bagi
kami,” ujar Purwoko.

Suasana itu pada akhirnya tidak saja terjadi saat Makan Bajamba saja,
tetapi juga muncul pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dengan tetap
mempertahakan identitas masing-masing, semua etnis terbuka untuk
mempelajari seni budaya etnis lain. Tidak mengherankan jika pada kesempatan
lain di Sawahlunto, kita melihat makanan Minang seperti rendang yang terasa
khas karena dibuat oleh orang Jawa, pertunjukan wayang kulit berbahasa
Minangkabau, atau orang Minangkabau bermain karawitan atau kecapi.

”Semua terbuka dan tidak ada batasan. Siapa pun dari etnis manapun di
Sawahlunto boleh belajar kesenian Sunda seperti kecapi atau angklung,” kata
Ketua Paguyuban Sunda Jawa Barat Edi Junaidi.

Enggo Daus, tokoh adat yang juga Wakil Ketua Kerapata Adat Nagari Kolok,
Kecamatan Barangin, Sawahlunto, mengatakan kondisi harmonis tetap terjaga
karena mereka berusaha untuk tetap saling menghargai. Menurut Enggo, hanya
dengan itu, hidup dengan etnis yang berbeda akan tetap sejalan dan
berdampingan.

”Kalau di Sawahlunto warga etnis Jawa main Kuda Lumping, kita sangat
mendukung. Bahkan kalau bisa ikut bermain,” kata Enggo.

*Contoh nyata*

Menurut Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf, suasana yang terbangun di
Sawahlunto merupakan wujud dari kerja sama antara pemerintah, instansi
terkait, dan masyarakat Sawahlunto.

Irman Gusman menambahkan, Indonesia saat ini menghadapi kondisi di mana
terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat kepada pemimpinnya. Oleh karena
itu, apa yang terjadi di Sawahlunto di mana berbagai etnis membangun
kesadaran kolektif demi kemajuan bersama merupakan contoh nyata yang harus
ditiru.

”Antusiasme dan dukungan luar biasa ini menjadi contoh bagaimana seharusnya
kebersamaan antara pemimpin dan rakyatnya dibangun. Hal itu penting
mengingat saat ini terjadi krisis kepercayaan satu sama lain,” kata
Irman. *(Ismail
Zakaria)*


*http://travel.kompas.com/read/2014/12/06/121500327/Makan.Bajamba.Tradisi.Menyatukan.Keberagaman
<http://travel.kompas.com/read/2014/12/06/121500327/Makan.Bajamba.Tradisi.Menyatukan.Keberagaman>*

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke