*Ringkasan Disertasi Suryadi : The recording industry and ‘regional’
culture in Indonesia : the case of Minangkabau*

Untuk lebih detail atas Disertasi aslinya silakan di O
<https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/30115>pen access Leiden Univ
<https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/30115>

>> https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/30115

Studi ini mengkaji kehadiran berbagai jenis teknologi rekaman di Indonesia
dan signifikansi budaya yang dibawanya sebagai konsekuensi penggunaannya
dalam menghadirkan dan merepresentasikan budaya lokal Indonesia. Sebagai
studi kasus, studi ini meneliti pertemuan teknologi-teknologi itu dengan
budaya Minangkabau. Berkampung halaman di Sumatera Barat, suku Minangkabau
dikenal dengan budaya merantaunya. Karena teknologi rekaman, terutama kaset
dan video compact disc (VCD), telah sangat merasuk ke dalam
kehidupan kebudayaan berbagai etnis di Indonesia, studi ini meneliti peran
industri rekaman local dalam penciptaan budaya etnik kontemporer dan
bagaimana pengaruhnya pada masyarakat lokal, dalam hal ini suku Minangkabau.

Mengingat antusiasme orang Indonesia yang teramat sangat dalam merangkul
beraneka ragam produk teknologi modern asing, termasuk teknologi rekaman
suara, sangatlah masuk akal untuk berasumsi bahwa teknologi rekaman ini
memiliki efek signifikan dalam mentransformasi komunitas suku-suku di
Indonesia dan budaya mereka. Untuk alasan tersebut, studi ini akan meneliti
secara mendalam efek-efek sosial-budaya tersebut dalam konteks kedaerahan
Indonesia dengan cara melacak perkenalan suku-suku ini dengan teknologi
rekaman sejak era gramofon di abad kesembilan belas sampai dengan era VCD
saat ini. Jadi, studi ini meneliti bagaimana suara yang direproduksi -
berkat penemuan teknologi rekaman - telah mempengaruhi kehidupan manusia
dan, pada gilirannya, menyebabkan terjadinya transformasi masyarakat dan
budaya lokal.

Karena disertasi ini mencakup sejarah pertemuan teknologi rekaman dengan
budaya local Indonesia, yang kemudian diteliti lebih dalam melalui studi
kasus suku Minangkabau, maka disertasi ini dibagi menjadi tiga bagian.
Bagian I (Bab 1-3) merangkum pertemuan berbagai jenis teknologi rekaman
dengan budaya lokal Indonesia, khususnya budaya Minangkabau. Bagian II (Bab
4-7) meneliti pertemuan budaya Minangkabau dengan teknologi rekaman melalui
penelaahan yang lengkap dan mendalam tentang kekhasan, produk, konteks
budaya dan sejarah industri rekaman Sumatera Barat. Bagian III (Bab 8 dan
9) meneliti distribusi dan resepsi produk industri rekaman Sumatera Barat
(kaset dan VCD komersial Minangkabau) melalui remediasi yang luas terhadap
produk-produk ini dalam media sosial lain di samping melalui cara-cara
konvensional dengan cara membeli kaset dan VCD atau mendengarkan program
radio yang menyiarkan rekaman-rekaman tersebut.

Bab pertama melukiskan pengalaman paling awal masyarakat Hindia Belanda
dengan fonograf atau gramofon. Alat ini disebut mesin bitjara dalam bahasa
Melayu; istilah yang menggambarkan kekaguman orang-orang pribumi terhadap
mesin ini. Negeri ini telah mengenal jenis pertama fonograf ciptaan Edison
di tahun 1879 melalui peragaan penggunaan mesin ini di Jawa oleh seorang
Belanda bernama A. de Greef. Setelah De Greef, para penjelajah lain dari
Eropa tiba di Jawa dengan membawa ‘mesin bitjara’. Beberapa orang yang
terkenal dari mereka adalah Douglas Archibald, Giovanni Tessro, J.
Calabressini, dan Miss Meranda. Pertunjukan fonograf milik mereka di Jawa
dan tempat-tempat lainnya di Hindia Belanda beserta respons dari publik
direkonstruksi. Saya menyebut era ini sebagai periode peragaan, yaitu masa
ketika mesin rekaman didemonstrasikan kepada publik di tempat-tempat
seperti gedung teater dan klub dalam bentuk pertunjukan yang untuk dapat
menontonnya orang harus membeli tiket; ini terjadi di akhir abad kesembilan
belas dan awal abad kedua puluh. Ini adalah fase pertama pemakaian
teknologi rekaman suara di Asia. Fase kedua adalah perdagangan gramofon dan
piringan hitam. Awalnya di Jawa, kemudian di pulau-pulau lain, yang
memungkinkan orang untuk membeli mesin pemutar ulang rekaman dan
piringan-piringan hitam komersial pertama, yang segera menjadi simbol
prestise dan status. Fase ketiga adalah periode ketika perusahaan rekaman
Eropa dan AS menunjuk agen-agen lokal di kota-kota Asia sebagai mitra
mereka, mendirikan fasilitas rekaman lokal, dan berkolaborasi dengan
wirausahawan dan makelar lokal (Bab 2). Ekspansi penggunaan gramofon dan
rekaman piringan hitam secara meluas di Hindia Belanda selama paro pertama
abad kedua puluh menjadi saksi adanya rekaman komersial pertama repertoar
asli pribumi yang diproduksi secara lokal.

Karena bunyi yang direproduksi dan mediasi repertoar budaya mereka sendiri
dalam rekaman piringan hitam komersial meningkat secara signifikan, hal itu
telah mengubah cara masyarakat kolonial Hindia Belanda dalam menerima
budaya mereka sendiri. Reaksi kaum pribumi terhadap gramofon dan rekaman
piringan hitam menunjukkan bagaimana teknologi rekaman telah mempengaruhi
identitas diri mereka sebagai masyarakat kolonial di awal abad kedua puluh.

Teknologi gramofon sudah menjadi obsolet di akhir 1960-an, digantikan oleh
teknologi kaset. Kedatangan kaset dan jenis-jenis teknologi rekaman lainnya
secara berturut-turut di Indonesia seperti compact disc (CD) dan video
compact disc (VCD) dijelaskan secara kronologis dalam Bab 3. Penyebaran
kaset yang meluas dengan cepat di Indonesia selama tahun 1970-an adalah
faktor yang signifikan dalam pembentukan industri rekaman di Sumatera Barat.

Saya beranggapan bahwa pemulihan politik Sumatera Tengah setelah
diporakporandakan oleh perang sipil PRRI juga berkontribusi pada pemunculan
industri rekaman daerah di Sumatera Barat. Berbagai macam bisnis, termasuk
industri rekaman lokal, meningkat karena banyak kaum perantau Minangkabau
yang kembali ke kampung halamannya setelah berakhirnya perang sipil itu.
Untuk menjelaskan tentang pengenalan dengan media rekaman baru di Indonesia
dan penggunaan teknologi ini di luar industri musik, Bab 3 memberikan
tinjauan historis tentang ekspansi teknologi rekaman baru setelah era mesin
bicara ke dalam ranah budaya daerah dan nasional Indonesia, terutama di
Minangkabau, serta adaptasi teknologi-teknologi ini secara berbeda oleh
masyarakat Indonesia. Bersamaan dengan meluasnya penggunaan teknologi media
baru ini di Indonesia, mediasi budaya lokal Indonesia juga makin
bertambah-tambah meluas. Penyebaran VCD di Indonesia sejak awal 2000-an
telah membawa negara ini ke dalam budaya VCD, dan membawa perubahan pada
industri rekaman daerah seperti yang terjadi di Sumatera Barat.

Bagian kedua dan ketiga disertasi ini menyorot lebih dekat elemen-elemen
lain yang mendukung eksistensi industri rekaman Sumatera Barat untuk
memahami seberapa jauh budaya lokal dan masyarakat Indonesia telah
bersenggayut dengan teknologi rekaman.

Bab 4 membahas elemen-elemen yang terlibat dalam industri rekaman
Sumatera Barat, yang diklasifikasikan sebagai industri kecil oleh pihak
berwenang karena perusahaan rekaman biasanya hanya memiliki lima sampai
sembilan belas karyawan. Berdasarkan asumsi bahwa industri rekaman daerah
berhubungan dengan kesukuan tertentu dan memiliki kekhasan sendiri yang
dipengaruhi oleh kondisi budaya setempat, bab ini menyoroti otoritas negara
dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam bisnis media rekaman ini, seperti
produser, penyanyi, dan penulis lagu serta hubungan berbasis budaya di
antara mereka. Bab ini juga menjelaskan produk-produk industri rekaman
Sumatera Barat yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori: musik pop
Minangkabau (pop Minang), seni lisan Minangkabau, dan genre yang terikat
dengan media (media-bound genre) berupa musik pop anak Minangkabau
(masingmasing kategori akan dibahas dalam satu bab dari tiga bab
berikutnya), dan distribusi serta pola pemasaran produk-produk tersebut di
tengah kompetisi ketat dan merajalelanya pembajakan terhadap rekaman
komersial yang terjadi di mana-mana di seluruh Indonesia. Kategori produk
utama industri rekaman Sumatera Barat adalah kaset dan VCD pop Minang. Bab
5 menjelaskan karakteristik pop Minang dan makna sosiokulturalnya dalam
masyarakat Minangkabau. Berkecambah di rantau pada pertengahan 1950-an di
mana grupgrup musik Minangkabau dibentuk, seperti Orkes Gumarang di
Jakarta, pop Minang kemudian berkembang di Sumatera Barat.

Sebagai produk utama industri rekaman Sumatera Barat yang memiliki banyak
genre dan subgenre yang memadukan elemen-elemen musik lokal dan asing, pop
Minang telah mempengaruhi bukan hanya arah perkembangan musik Minangkabau,
tapi juga selera musik masyarakat Minangkabau. Ini dapat dikenali dari
keanekaragaman estetis pop Minang yang kini dibedakan menjadi pop Minang
standar dan pop Minang baru. Telah banyak terjadi perdebatan seputar
transformasi estetis pop Minang ini. Bab ini meneliti sampul kaset dan VCD
pop Minang untuk melihat bagaimana keduanya merefleksikan kontestasi antara
modernitas dan autentisitas dalam masyarakat Minangkabau, dan peran pop
Minang dalam mendefinisikan kembali perasaan keminangan.

Kategori kedua produk industri rekaman Sumatera Barat adalah sastra lisan
atau seni lisan Minangkabau yang disorot pada Bab 6. Mediasi historis genre
seni lisan tradisional Minangkabau dibahas di sini, begitu pula
kesinambungan proses mediasinya dalam era komunikasi elektronik. Tampak
bahwa sejak era gramofon, produksi rekaman komersial genre sastra lisan
Minangkabau meningkat selama periode penggunaan kaset dan VCD sejak tahun
1980-an sampai sekarang. Produksi, sirkulasi, dan penggunaan genre lisan
yang dimediasi ini beserta representasinya dalam media rekaman telah
membawa perubahan dalam narasi, alur cerita, bahasa dan gaya artistiknya.

Mediasi kebudayaan manusia yang makin meluas saat ini telah semakin
membentuk apa yang saya sebut sebagai genre yang terikat dengan media
(media-bound genres). Eksis dalam media tertentu, genre yang terikat dengan
media adalah genre baru yang penciptaan dan penggunaannya sangat terikat
pada media elektronik. Industri rekaman Sumatera Barat juga telah
menghasilkan genre yang terikat dengan media, yang saya masukkan ke
dalam kategori ketiga dari produknya. Salah satu genre ini adalah musik pop
anak Minangkabau.

Bab 7 melacak kemunculan musik pop anak Minangkabau dan hubungannya dengan
industri musik nasional dan global. Bab ini menggambarkan sifat dan
karakteristik yang kompleks dari genre ini beserta makna sosiokulturalnya,
serta memetakan posisinya dalam ranah musik pop Minangkabau.

Berubah karena fenomena penggabungan media sebagai konsekuensi dari
penemuan internet dan media sosial yang lebih mutakhir, produk-produk
industri rekaman Sumatera Barat kini telah diremediasi tidak hanya di media
konvensional (radio) tapi juga radio internet, telepon seluler, blog,
YouTube, dan Facebook. Kaitan antara industri rekaman Sumatera Barat dan
media lain, serta penyebarluasan produknya secara meluas oleh media-media
baru ini diuraikan dalam Bab 8. Hubungan saling silang antara industri
rekaman Sumatera Barat dan media-media baru ini telah membantu menyebarkan
isi kaset dan VCD komersial Minangkabau lebih luas lagi, hingga menjangkau
pendengar di seluruh dunia.

Namun, konsumsi rekaman komersial daerah ini secara konvensional masih
berlanjut hingga saat ini: konsumen membeli kaset dan VCD Minangkabau untuk
mereka gunakan sendiri. Konsumen lain mendengarkan siaran radio yang
menyiarkan rekaman-rekaman tersebut dalam program musik mereka. Kebanyakan
konsumennya adalah orang-orang yang berasal dari etnis Minangkabau sendiri,
baik yang tinggal di kampung halaman ataupun di perantauan.

Bab terakhir membahas distribusi dan resepsi konvensional kaset dan VCD
komersial Minangkabau tersebut di antara kelompok-kelompok perantau
Minangkabau yang berada di luar kampung halaman mereka, dengan melihat
fungsi rekaman komersial itu bagi anggota sebuah kelompok etnis yang
menyebar ke berbagai tempat di luar kampung halaman mereka. Dua studi kasus
diambil untuk memahami fenomena ini: (re)produksi, distribusi, dan komsumsi
kaset dan VCD komersial Minangkabau di negara jiran Malaysia, dan resepsi
terhadap siaran musik Minangkabau yang disiarkan stasiun radio lokal di
Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau di Indonesia, yang berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Barat dan Malaysia.

Akseptasi terhadap kaset dan VCD komersial Minangkabau oleh para diaspora
Minangkabau berfungsi untuk mempertahankan sekaligus mendefinisikan kembali
identitas lokal di luar batas-batas geografis sebuah etnis. Lagipula,
dengan mengambil dua daerah ini sebagai studi kasus, yang satu berlokasi di
Indonesia dan yang lain berlokasi di luar negeri (di Malaysia), bab ini
merangkum bagaimana resepsi terhadap rekaman komersial musik etnis sendiri
di kalangan perantau Minangkabau mempengaruhi rasa kesukuan dan
nasionalisme mereka.

Disertasi ini memiliki tiga fokus utama. Pertama, sejarah rekaman di
Indonesia. Rekaman repertoar Indonesia dilakukan tidak lama setelah
fonograf pertama kali diperkenalkan di Jawa, dipelopori oleh eksperimen
rekaman tembang Sunda oleh peraga fonograf, G. Tessro pada bulan Agustus
1892, yang tercatat sebagai repertoar lokal Indonesia pertama yang
dimediasi oleh teknologi rekaman. Belakangan, rekaman lalu diluaskan ke
genre-genre hiburan daerah urban seperti stambul dan kroncong serta
genre-genre daerah dari pulau-pulau lain, termasuk yang berasal dari
Minangkabau.

Produksi dan pemasaran piringan hitam komersial yang berisi repertoar lokal
Indonesia tersebut telah meluas dari semula hanya di kalangan wirausahawan
Eropa saja selama akhir abad kesembilan belas ke para pesaing
Tionghoa-Indonesia dan para pebisnis pribumi selama abad kedua puluh. Para
penampil genre-genre lokal jadi mengenal media rekaman melalui jasa para
agen dan produser nasional dan internasional, dan khalayak mengalami suatu
model resepsi baru terhadap produk-produk budaya sendiri di mana para
penampil telah tidak langsung hadir secara fisik.

Kolonisasi Eropa di Asia telah dipelajari secara luas dari perspektif
politis, ekonomis, dan militer. Teknologi dipelajari terutama hanya dalam
hubungannya dengan perspektif ini. Bagaimanapun, saya menawarkan bahwa,
lebih dari sebatas tembakan meriam, suara yang direproduksi dan teknologi
rekaman telah membawa pengaruh yang signifikan dan patut dikaji. Teknologi
rekaman secara mendasar telah mengubah sikap mental dan tingkah laku orang
Indonesia, serta mengubah tampilan budaya lokal mereka sendiri.

Sebagai fokus kedua, kemunculan dan pertumbuhan industri rekaman
Sumatera Barat digunakan sebagai contoh tentang bagaimana budaya lokal
Indonesia dipengaruhi oleh teknologi rekaman dan bagaimana masyarakat lokal
menggunakan teknologi ini untuk memaknai budayanya demi menjaga
eksistensinya. Industri rekaman Sumatera Barat memprakarsai mediasi seni
lisan Minangkabau, dan pada saat yang sama mendorong pengembangan musik pop
Minangkabau dan menstimulasi penciptaan genre-genre yang terikat dengan
media. Industri rekaman telah mengubah cara orang Minangkabau menyatu
dengan budaya mereka sendiri, dan telah memungkinkan berbagai genre budaya
Minangkabau dapat diakses oleh para perantau Minangkabau, yang tidak lagi
tergantung pada batas-batas geografis.

Pop Minang sebagai kategori utama produk industri rekaman Sumatera Barat,
kini berfungsi sebagai bahasa musikal untuk kebersamaan bagi orang
Minangkabau di mana pun. Di Indonesia, kategori musik ini telah menjadi
penanda budaya dan kesukuan Minangkabau. Lebih jauh lagi, pop Minang adalah
laman budaya yang merepresentasikan bagaimana orang Minangkabau beradaptasi
dengan perubahan dunia yang terus terjadi. Ini semua adalah contoh
bagaimana media rekaman telah mempengaruhi budaya lokal Minangkabau serta
mentransformasi budaya dan identitas Minangkabau.

Fokus ketiga adalah tentang bagaimana industri rekaman Sumatera Barat
diasosiasikan dengan kesukuan Minangkabau. Saya telah menunjukkan bahwa
industri rekaman Sumatera Barat pada dasarnya adalah bisnis yang sangat
diwarnai oleh perasaan keetnisan. Dengan mengambil jalan yang berbeda dari
industri media besar arus utama dan berskala internasional seperti
televisi, sinema, dan rekaman musik pop Barat, ratusan perusahaan rekaman
daerah berskala kecil di Sumatera Barat telah memproduksi banyak sekali
kaset dan VCD komersial yang berisi repertoar lokal yang proses kreasi,
produksi, distribusi, dan konsumsinya sebagian besar melibatkan para pelaku
beretnis Minangkabau. Kendati pemerintah Indonesia berupaya mengembangkan
budaya nasional, berbagai budaya etnis seperti budaya Minangkabau juga
terus berubah - antara lain didorong oleh industri rekaman daerah - dan
perubahan budaya daerah ini mempengaruhi lingkungan sosio-politik
Indonesia. Merenungkan akibat dari elusifnya teknologi komunikasi sekarang,
hubungan antara budaya daerah dan budaya nasional bukan merupakan jalan
satu arah; satu sama lain saling mempengaruhi.

Untuk lebih detail atas Disertasi aslinya silakan di O
<https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/30115>pen access Leiden Univ
<https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/30115>

>> https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/30115

Pada 19 Desember 2014 17.42, 'Lies Suryadi' via RantauNet <
rantaunet@googlegroups.com> menulis:
>
>
> Salam Pak Mochtar sarato Mamak2, Kakak2, dan dunsanak di lapau.
> Tarimo kasih ateh ucapan selamat dari rang lapau nan basamo.
> Disertasi ambo ditulih dlm bhs Inggiriih, judulnyo: "The Recording
> Industry and “Regional” Culture in Indonesia: The Case of Minangkabau".
>
> Sacaro singkek, abstract disertasi ko tatulih di siko:
> http://leidenuniv.nl/agenda/item/the-recording-industry-and-regional-culture-in-indonesia-the-case-of-minang
>
> Kalau ado Mamak2, Kakak2, sarato adidunsanak di lapau nan ingin mambaco,
> ambo bisa kirimkan file PDF-nyo. Silakan dikirimim info alamat email
> melalui japri (cc-kan juo ka: s.sury...@hum.leidenuniv.nl).
>
> Wassalam,
> Suryadi
>
>
>

-- 



*Wassalam*



*Nofend St. Mudo37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok
SelatanTweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola *

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke