Tarimo kasih Tan Mudo. Tapi tampaknyo versi online tu editingnyo masih berantakan (antah di versi cetak *Singgalang* dek ambo alun caliaknyo koran hari Sabtu tu). Nan aleh ado satu tabel nan indak dimuek, mungkin keterbatasan halaman.
Oleh karena itu ambo kirim versi asli artikel tersebut. Semoga bermanfaat, terutama bagi berminat pada topik ini. Wassalam, ANB * * * Kolom *GELIAT EKONOMI SYARIAH DI RANAH* Oleh Akmal Nasery Basral* PADA 18 Desember 2014 harian ini menurunkan artikel berjudul “Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Kalah dari Jambi” yang menyatakan selama dua tahun terakhir Jambi menempati peringkat tertinggi di Sumatra dengan pertumbuhan 7,88 persen (2012) dan 7,44 persen (2013). Sementara ekonomi Sumatra Barat tumbuh berturut-turut sebesar 6,18 persen dan 6,38 persen. Angka yang terakhir menempatkan Sumatra Barat di peringkat 4 dari 10 provinsi, di bawah Bengkulu (6,6 persen) dan Babel (6,53 persen). Namun pertumbuhan ekonomi Sumbar masih di atas Sumatra Utara (6,22 persen), Sumatra Selatan (6,01 persen) dan seterusnya sampai Riau di posisi terakhir (3,5 persen). Menurut ekonom Syafruddin Karimi yang dikutip *Singgalang*, “Pertumbuhan ekonomi itu berbanding lurus dengan penduduk miskin. Pemerintah harus berusaha melecut pertumbuhan ekonomi di daerah. Investasi penting sehingga lapangan kerja terbuka dan pasar bergerak.” Jika data pertumbuhan ekonomi itu dilanjutkan sampai pada Triwulan II 2014, maka data resmi yang dilansir BPS Sumatra Barat menunjukkan angka sebesar 6,30 persen. Pertumbuhan tertinggi terdapat pada sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,5 persen dan terendah pada sektor pengolahan sebesar 1,6 persen. Sampai artikel ini ditulis, data pertumbuhan ekonomi Sumbar di tahun 2014 secara utuh belum didapat, namun bisa diduga tak akan beranjak jauh dari kisaran 6,30 persen yang tercatat pada pertengahan tahun lalu. *Papan Tengah di Ekonomi Syariah* Jika pertumbuhan ekonomi (umum) Sumbar berada di “papan tengah” peringkat Sumatra, lantas bagaimana pertumbuhan ekonomi syariah (PES) dari provinsi yang berspirit *adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah* ini? Apakah nilai-nilai keislaman ABS SBK itu sudah sempurna menjiwai aktivitas ekonomi dan mendongkrak peringkat Sumbar? Data yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (Juni 2014) untuk DPK (Dana Pihak Ketiga) pada bank syariah di Sumatra Barat selama tahun 2014 adalah sebanyak Rp. 2,533 trilyun (1,38%) dari total DPK Perbankan Syariah Nasional. Ini menempatkan Sumbar pada peringkat 12 dari total 34 provinsi, dengan peringkat utama nasional diraih oleh DKI Jakarta sebanyak Rp. Rp. 91,07 trilyun (49,44 persen). Komparasi dengan DKI tentu jauh panggang dari api mengingat skala ekonomi syariah di ibukota yang jauh lebih berdenyut. Tetapi bagaimana dengan peringkat Sumbar di Pulau Sumatra sendiri dibandingkan 9 provinsi lain? Ternyata agak mengejutkan karena peringkat itu persis sama seperti posisi Sumbar dalam pertumbuhan ekonomi (umum): yakni di peringkat ke-4. Yang lebih mengejutkan tiga posisi teratas justru ditempati oleh provinsi-provinsi yang berada di bawah Sumbar dalam peringkat pertumbuhan ekonomi (umum), yakni Sumatra Selatan dengan Rp. 3,760 trilyun (2,03 persen) di peringkat ketiga, Riau dengan Rp. 3,788 trilyun (2,04 persen) di peringkat kedua, dan Sumatra Utara dengan Rp. 6,214 trilyun (3,35 persen) di peringkat pertama. Data itu sekaligus menunjukkan DPK perbankan syariah di Sumatra Utara lebih dari dua kali DPK yang berada di Sumbar. Tabel. *PENYEBARAN DPK PERBANKAN SYARIAH 2014* Dalam Milyar Rp. *No.* *Provinsi* *Total* *Prosentase* 1. Aceh Rp. 2.310 1,25 % 2. Sumatra Utara Rp. 6.214 3,35 % 3. Sumatra Barat Rp. 2.553 1,38 % 4. Sumatra Selatan Rp. 3.760 2,03 % 5. Bangka Belitung Rp. 182 0,10 % 6. Jambi Rp. 925 0,50 % 7. Bengkulu Rp. 423 0,23 % 8. Riau Rp. 3.788 2,04 % 9. Kepulauan Riau Rp. 1.644 0,89 % 10. Lampung Rp. 1.506 0,81 % 11. DKI Jakarta Rp. 91.708 49,44 % 12. Jawa Barat Rp. 20.861 11,25 % 13. Banten Rp. 4.783 2,58% 14. Jawa Tengah Rp. 8.302 4,48 % 15. D.I. Jogjakarta Rp. 2.939 1,58 % 16. Jawa Timur Rp. 16.581 8,94 % 17. Bali Rp. 743 0,40 % 18. Kalimantan Barat Rp. 1.478 0,80 % 19. Kalimantan Tengah Rp. 495 0,27 % 20. Kalimantan Timur Rp. 3.666 1,98 % 21. Kalimantan Selatan Rp. 2.523 1,36 % 22. Sulawesi Utara Rp. 207 0,11 % 23. Gorontalo Rp. 294 0,16 % 24. Sulawesi Barat Rp. 99 0,05 % 25. Sulawesi Tengah Rp. 682 0,37 % 26. Sulawesi Tenggara Rp. 622 0,34 % 27. Sulawesi Selatan Rp. 2.785 1,50 % 28. Maluku Rp. 229 0,12 % 29. Maluku Utara Rp. 264 0,14 % 30. Nusa Tenggara Barat Rp. 919 0,50 % 31. Nusa Tenggara Timur Rp. 124 0,07 % 32. Irian Jaya Barat Rp. 234 0,13 % 33. Papua Rp. 492 0,27 % 34. Lainnya Rp. 1.169 0,63 % Sumber: Statistik OJK (Juni 2014). Pertumbuhan ekonomi syariah memang tak cukup hanya diukur dari indikator DPK pada provinsi bersangkutan. Tetapi data itu bisa digunakan untuk membaca bagaimana tingkat *kepercayaan* masyarakat Minang khususnya terhadap kinerja bank syariah sebagai tempat penempatan dana. Jika peringkat Sumbar dalam pertumbuhan ekonomi (umum) saja sudah membuat ekonom risau, maka peringkat dalam PES sesungguhnya lebih membuat prihatin. Sebab bagaimana menjelaskan di sebuah provinsi yang aktif menyatakan spirit syariah sebagai roh bermasyarakat, justru berada di peringkat ke-4 dari 10 provinsi di Sumatra dan peringkat ke-12 dari 34 provinsi se-Indonesia? Bukankah sebagai provinsi yang berlandaskan ABS SBK Sumatra Barat sudah selayaknya menjadi kampiun dalam pelaksanaan ekonomi syariah, minimal di Pulau Sumatra? *Fungsi Masyarakat Ekonomi Syariah* Dalam Pelantikan Pengurus Wilayah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sumatera Barat Periode 1433-1436 H, Juni 2013, Gubernur Irwan Prayitno menyampaikan, Sumatera Barat dengan filosofi ABS SBK sangat cocok dengan sistem perekonomian syariah ini. “Karena itu kita berharap pengurus MES Sumbar dapat lebih aktif meningkatkan sosialisasi sistem bank syariah ini,” katanya. Struktur pengurus MES yang banyak diisi oleh pejabat fungsional di lingkungan pemerintahan provinsi sampai tingkat walikota dan bupati, memang merupakan model ideal dalam mempercepat akselerasi kegiatan ekonomi syariah di ranah, khususnya melalui lembaga jasa keuangan syariah beragam bentuk, dari bank syariah sampai koperasi syariah. Akan tetapi keterlibatan birokrat ini menjadi kurang efektif jika tidak disertai teladan bagaimana mereka juga antusias menggunakan lembaga jasa keuangan syariah dibandingkan lembaga keuangan konvensional yang sudah lebih dulu beroperasi. MES hanya akan efektif jika mereka menunjukkan kepada publik bukan hanya lewat imbauan agar masyarakat meningkatkan aktivitas ekonomi berbasis syariah, melainkan *mencontohkan* dengan lebih intens bagaimana mereka lebih mengandalkan lembaga jasa keuangan syariah dalam praktik sehari-hari. Jika MES sudah bisa menjadi motor penggerak yang sesungguhnya dari ekonomi syariah, akan lebih mudah bagi MES untuk mengimbau masyarakat di ranah maupun rantau untuk “menitipkan” dana mereka layanan jasa keuangan di ranah. Sebab hanya dengan kapasitas DPK yang signifikan maka aktivitas pendanaan melalui berbagai akad syariah bisa lebih aktif dilaksanakan. MES harus membuat pelbagai program yang lebih aplikatif bagi beragam kalangan masyarakat, dari kelompok hartawan dan profesional sampai para pelajar yang baru mulai menabung, untuk lebih mempercayakan penempatan dana mereka pada lembaga jasa keuangan syariah yang beroperasi di Ranah Minang. Di dalam arus lalu lintas kapital yang kian mengglobal, kontekstualisasi ABS SBK dengan ekonomi syariah sudah sepantasnya mendapat prioritas utama. Karena tanpa kekuatan dalam praktik ekonomi syariah yang signifikan, Sumbar tak akan pernah benar-benar dihormati sebagai provinsi yang kuat di masa sekarang, bukan hanya mengandalkan romantisme kebesaran Minangkabau masa lampau. Menjadi kampiun pelaksanaan ekonomi syariah seharusnya lebih mudah bagi Sumbar dibandingkan menggenjot pertumbuhan ekonomi (umum) dalam konteks nasional. Apalagi dengan sudah adanya MES yang bisa menjadi lokomotif perubahan. **Chairperson* Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI), pengamat ekonomi syariah. Pada 10 Januari 2015 17.20, Nofend St. Mudo <nof...@rantaunet.org> menulis: > *Singgalang*, 10 Januari 2015 > > *GELIAT EKONOMI SYARIAH* > > Akmal Nasery Basral — PADA 18 Desember 2014 harian ini menurunkan artikel > berjudul Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Kalah dari Jambi yang menyatakan selama > dua tahun terakhir Jambi menempati peringkat tertinggi di Sumatra dengan > pertumbuhan 7,88 persen (2012) dan 7,44 persen (2013). > > Sementara ekonomi Sumatra Barat tumbuh berturut-turut sebesar 6,18 persen > dan 6,38 persen. > Angka yang terakhir menempatkan Sumatra Barat di peringkat 4 dari 10 > provinsi, di bawah Bengkulu (6,6 persen) dan Babel (6,53 persen). Namun > pertumbuhan ekonomi Sumbar masih di atas Sumatra Utara (6,22 persen), > Sumatra Selatan (6,01 persen) dan seterusnya sampai Riau di posisi terakhir > (3,5 persen). > > Untuk lengkapnya baca di sini: > > http://hariansinggalang.co.id/geliat-ekonomi-syariah/ > > > > -- > > > > *Wassalam* > > > > *Nofend St. Mudo37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok > SelatanTweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola * > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: > * DILARANG: > 1. Email besar dari 200KB; > 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; > 3. Email One Liner. > * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta > mengirimkan biodata! > * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > --- > Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google > Grup. > Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, > kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. > Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.