Salam.

Kalau yg salah adalah tajwidnya, dengan gaya apapun tentunya salah.
Tapi jika sekedar beda irama/nada, sedang tajwidnya benar, sepertinya
boleh2 saja.

Wallahu a'lam.


Wassalam
fitr
lk/40/albany

http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1431011215




 <http://www.rumahfiqih.com/soal.php>


baca versi HP <http://www.rumahfiqih.com/m/x.php?id=1431011215> | view by
date <http://www.rumahfiqih.com/konsultasi/index.php> | top hits
<http://www.rumahfiqih.com/konsultasi/hits.php> | bidang
<http://www.rumahfiqih.com/konsultasi/index.php> | total 8.273.257 views

Baca Quran Langgam Jawa, Haramkah?
Mon, 18 May 2015 10:39 - | Dibaca 41.631 kali | Bidang quran
<http://www.rumahfiqih.com/konsultasi/index.php?k=quran>

 Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz, ramai di media sosial perbedatan masalah hukum membaca Al-Quran
dengan langgam Jawa. Ada yang mengharamkan dan ada juga yang membolehkan.
Lalu bagaimana tanggapan ustadz dalam masalah ini, apakah hukumnya boleh
atau tidak?

Mohon penjelasan yang adil dan seimbang serta mencerahkan. Terima kasih.

Wassalam Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dalam masalah ini memang wajar terjadi perbedaan pandangan di antara banyak
pihak. Sesama pihak-pihak yang memang ahli di bidang ilmu baca Al-Quran,
yaitu para qari dan ulama qiraat pun kita menemukan perbedaan pendapat.

Dan lucunya, perbedaan pendapat ini pun menular juga di kalangan yang bukan
ahlinya, yaitu mereka yang bukan qari' dan bukan pula ulama ahli qiraat.
Mereka yang boleh jadi baca Qurannya pun masih ngalor-ngidul, blang bentong
tidak karuan, tetapi tiba-tiba merasa menjadi ahli qiraat nomor wahid.
Mereka ini dengan mudahnya menuding-nuding kesana kesini dan
menyalah-nyalahkan siapa pun yang dianggapnya berseberangan cara pandang.

Kita harus maklum dengan kelakuan kalangan awam yang rasa sok tahu ini.
Apalagi ada juga yang mengakit-ngaitkannya dengan urusan politik, sampai
saya juga dapat SMS yang mengingatkan bahwa Indonesia layak dapat adzab
dan  dihancurkan Allah gara-gara pemerintah dzalim membiarkan masalah ini.

Sekilas buat sebagian kita mendengarkan Al-Quran dibaca dengan langgam Jawa
ini memang terasa aneh. Karena biasanya yang kita dengar semuanya nada-nada
bacaan Al-Quran itu khas timur tengah (middle east). Tetapi kali ini
nada-nadanya punya nuansa khas tanah air, yaitu nada-nada Jawa. Buat yang
biasa mendengarkan wayang, terasa ini bukan bacaan Al-Quran tetapi
tembang-tembang khas di pewayangan.

Sehingga wajar bila ada yang terlalu mudah main haramkan saja, khususnya
bila yang mendengar itu orang-orang Arab sana. Jangankan kuping mereka,
kuping kita yang asli made in Indonesia pun merasa rada aneh. Tetapi apakah
sekedar merasa aneh lantas hukumnya jadi haram?

Dalam hal ini sebaiknya kita yang awam ini jangan terlalu mudah main bikin
fatwa sendiri. Ada baiknya kita serahkan kepada para ulama ahli qiraat yang
memang ahlinya. Kalau pun ada perbedaan pendapat dari mereka, setidaknya
kita tidak mengambil alih hal-hal yang bukan wewenang kita.

A. Pendapat Yang Mengharamkan

Ada beberapa ulama ahli qiraat yang sudah berfatwa tentang haramnya membaca
Al-Quran dengan langgam Jawa ini. Salah satunya adalah Syeikh Ali Bashfar
yang bermukim di Saudi Arabia. Salah seorang muridnya ada yang mengirimkan
rekaman bacaan Al-Quran dengan langgam Jawa ini. Dan kemudian jawaban dari
beliau berupa larangan.
Kesalahan tajwid; dimana panjang mad-nya dipaksakan mengikuti kebutuhan
lagu.

Kalau saya cermati apa yang beliau fatwakan itu, setidaknya saya mencatat
ada empat masalah yang beliau tuturkan, antara lain adalah :

1. Kesalahan Lahjah

Kesalahan nomor satu dari rekaman yang diperdengarkan itu menurut beliau
adalah kesalahan lahjah si pembacanya yang cenderung orang Jawa. Seharusnya
lahjahnya harus lahjah Arab.

Dan banyak orang yang mengharamkan hal ini dengan berdalil kepada hadits
berikut :

*Bacalah Al-Quran dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama
ahlkitab dan orang orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku
membaca Alquran seperti menyanyi dan melenguh, tidak melampau tenggorokan
mereka. Hati mereka tertimpa fitnah, juga hati orang yang mengaguminya.*
(HR. Tarmidzi)

2. Dianggap Memaksakan Diri (Takalluf)

Kesalahan kedua dianggap adanya semacam sikat memaksakan, atau takalluf.
Pembacanya dianggap terlalu memaksakan untuk meniru lagu yang 'tidak lazim'
dalam membaca Al-Quran.

3. Dicurigai Ashabiyah

Ditambahkan lagi dalam fatwa beliau bahwa ada kecurigaan yang dianggap
cukup berbahaya, yaitu bila ada niat merasa perlu menonjolkan kejawaan atau
keindonesiaan. Hal ini dianggap membangun sikap ashabiyyah dalam ber-Islam.
Padahal ashabiyah itu hukumnya haram.

4. Khawatir Memperolok Al-Quran

Dan yang paling fatal jika ada maksud memperolok-olokkan ayat-ayat Allah
yang mereka samakan dengan lagu-lagu wayang dalam suku Jawa.

Maka dengan dasar empat masalah di atas dianggap bahwa membaca Al-Quran
dengan langgam Jawa itu tidak boleh dilakukan. Nampaknya fatwa beliau ini
kemudian disebar-luaskan di berbagai media, dan siapapun bisa membacanya.

B. Pendapat Yang Membolehkan

Sementara kita juga menemukan ulama ahli qiraat di Indonesia, sebut saja
misalnya KH. Prof. Dr. Ahsin Sakho Muhammad. Beliau seorang pakar ilmu yang
langka: ilmu-ilmu Al-Quran. Lulus sebagai doktor dari Jamiah Islamiyah
Madinah dengan prestasi mumtaz syaraful ulaa alias *cumlaude*.  Kiprah
beliau di dunia ilmu qiraat di Indonesia tidak perlu dipertanyakan lagi.
Beliau pernah menjadi rektor dan guru besar di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ)
Jakarta dan menjadi team pentashih terjemahan Al-Quran di Departemen Agama
RI.

Kalau kita tanyakan masalah ini kepada beliau, nampaknya pandangan jauh
beliau lebih luas. Barangkali karena beliau memang orang Indonesia asli
yang paham betul karakter bacaan Al-Quran bangsa ini. Beliau mengatakan
sebagai berikut :

"Ini adalah perpaduan yang baik antara seperti langit kallamullah yang
menyatu dengan bumi yakni budaya manusia. Itu sah diperbolehkan. Hanya
saja, bacaan pada langgam budaya harus telap berpacu seperti yang diajarkan
Rasul dan para sahabatnya. Dalam hal ini, tajwid dalam hukum bacaannya,
panjang pendeknya dan mahrajnya".

Lebih lanjut beliau menambahkan :

"Cara membaca Al-Quran yang mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat
diperbolehkan dan tidak ada dallil shahih yang melarang hal demikian. Hanya
saja, saya belum pernah mendengar 'jawabul jawab' di dalam langgam Cina,
atau pun di Indonesia. Tetapi jika hanya sekedar langgam Jawa, Sumatra,
Sunda, Melayu dan lainnya itu sah saja, selama memperhatikan hukum bacaan
semestnya. Itu kratifitas budayanya".

1. Hadits Larangan Selain Langgam Arab
Lalu bagaimana dengan hadits yang mana Rasulullah SAW mengharamkan kita
menggunakan langgam selain Arab? Terjemahan haditsnya kurang lebih seperti
berikut ini :


*Bacalah Al-Quran dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama
ahlkitab dan orang orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku
membaca Alquran seperti menyanyi dan melenguh, tidak melampau tenggorokan
mereka. Hati mereka tertimpa fitnah, juga hati orang yang mengaguminya.
(HR. Tarmidzi) *

a. Sanad Yang Lemah

Dari sisi sanad sebenarnya kalau ditelurusui kedudukan hadis ini tersebut
tergolong dalam hadis dha'if (lemah). Karena salah satu sanad perawinya ada
yang terputus sehingga hadits itu menjadi dhoif. Bahkan ada muhaddits yang
mengatakan bahwa hadits ini termasuk munkar dan bukan termsuk hadist.

Maka dari sisi derajat hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah alias tidak
perlu dipakai.

b. Langgam Arab Yang Mana?

Negeri Arab di masa Rasulullah SAW sangat sempit dan terbatas, seputar
Mekkah, Madinah dan kisaran jaziarah Arabia saja. Di luar itu tidak pernah
disebut Arab. Habasyah, Mesir, Yaman, Palestina, Suriah, Iraq, Iran di masa
itu masih bukan Arab. Agama yang dianut penduduknya bukan agama Islam,
mereka dianggap sebagai bangsa-bangsa kafir non Arab. Bahkan bahasa mereka
pun juga bukan bahasa Arab.

Jadi kalau pun hadits Rasulullah SAW yang dhaif itu masih mau dipaksa-paksa
juga untuk dipakai, tetap saja tidak tepat. Seandainya hadits itu dibilang
shahih, dan larangan Rasulullah SAW itu 'terpaksa' kita ikuti juga, maka
nagham atau irama cara baca Al-Quran yang kita kenal selama ini pun
harusnya terlarang. Sebab nagham Bayyati, Shoba, Nahawand, Hijaz, Rost,
Sika, dan Jiharka itu bukan dari Mekkah atau Madinah, bahkan bukan dari
Jaziarah Arab.

Ketujuh jenis nagham itu malah berasal dari Iran. Dan Iran di masa
Rasulullah SAW bukan negeri Arab. Bahkan sampai hari ini pun tidak pernah
dianggap sebagai negara Arab. Pemerintah Iran sendiri pun tidak pernah
mengaku-ngaku sebagai negara Arab. Bahasa resmi mereka pun juga bukan
bahasa Arab melainkan bahasa Persia.

Jadi kalau mau melarang langgam Jawa misalnya, maka tujuh langgam yang
sudah kita kenal sepanjang sejarah Islam itu pun harus dilarang juga,
lantaran bukan langgam Arab sebagaimana yang dimaksud oleh Rasulullah SAW.

2. Lahjah Tidak Benar

Lahjah yang dianggap tidak benar oleh Syeikh Ali Basfar itu boleh jadi
memang demikian. Maksudnya si pembacanya dianggap kurang baik bacaannya.
Dan itu biasa, semua yang pernah ikut daurah Al-Quran dengan beliau pasti
pernah merasakan disalah-salahkan ketika dianggap lahjah kita kurang pas di
telinga beliau.

Namun kita harus membedakan antara lahjah dengan langgam. Yang beliau
kritisi adalah lahjahnya yang kurang tepat dan itu harus diakui. Membaca
Al-Quran memang harus dengan lahjah yang benar. SIfat-sifat huruf,
makharijul huruf dan juga hukum-hukum yang berlaku pada ilmu tajwid memang
wajib ditaati dan dijalankan dengan benar.

Tetapi langgam adalah sesuatu yang lain dan berbeda. Karena langgam
merupakan irama atau nada, bukan lahjah. Contoh mudahnya, ketika
membunyikan huruf shad, pipi harus kembung. Huruf ra' kadang harus dibaca
tebal kadang harus tipis. Ini semua adalah lahjah dan bukan irama.

Sedangkan langgam itu adalah irama dan nada, sama sekali tidak ada
hubungannya dengan titik artikulasi, pelafalan huruf ataupun hukum-hukum
seperti idzhar, idgham, iqlab dan ikhfa'. Dan kalau sudah masuk wilayah
irama dan nada, tiap bangsa dan tiap negeri pasti punya ciri khas yang
identik dan tidak bisa dipisahkan.

Kalau kita mendengar orang Cina asli di Tiongkok sana sedang membaca
Al-Quran, pasti kita akan merasakan ada 'nada-nada' khas Cina. Begitu juga
kalau kita dengar orang Melayu membaca Al-Quran, kita akan merasakan nuansa
khas nada-nada kemelayuan. Apakah ini dianggap melanggar ketentuan membaca
Al-Quran? Jawabnya tentu tidak sama sekali.

Tetapi ketika orang Jawa keliru membunyikan huruf 'ain menjadi 'ngain',
atau huruf ha' dibaca menjadi 'kha' atau huruf ba' yang dibunyikannya lebih
nge-bass karena lahjah Jawanya, disitulah letak kekeliruan yang harus
diluruskan. Adapun nada bacaan yang terasa nada Jawa selama tidak menyalahi
hukum-hukum bacaan, tentu tidak jadi masalah.

3. Langgam Jawa = Menghidupkan Ashabiyah?

Adapun masalah membaca Al-Quran dianggap menghidupkan ashabiyah, jelas
sekali bahwa yang jadi masalah bukan pada langgamnya tetapi pada niat dan
tujuan untuk menghidupkan ashabiyah. Kalau memang niatnya semata-mata ingin
menghidup-hidupkan ashaiyah, tentu saja hukumnya haram.

Tetapi bagaimana kita bisa pastikan bahwa yang membacanya punya niat
tersebut? Lantas bagaimana kalau si pembacanya sama sekali tidak punya
niatan dan maksud untuk menghidup-hidupkan ashabiyah? Apakah kita tetap
memaksanya harus ashabiyah?

Ketika kita menyanyikan lagu Indonesia Raya, bukankah itu juga ashabiyah?
Ketika kita mengibarkan sang saka Merah Putih, bukankah itu ashabiyah?
Apakah haram kita menyanyikannya dan mengibarkan bendera Merah Putih?

4. Langgam Jawa = Menjelekkan Al-Quran

Apalagi kalau dikatakan bahwa langgam Jawa itu dianggap menjelekkan
Al-Quran. Tentu sifatnya sangat subjektif sekali. Apa benar qari yang
lahjahnya sempurna, tajwidnya benar dan suaranya fasih luar biasa, ketika
membaca Al-Quran dengan langgap Jawa lantas niatnya ingin mengolok-ngolok
dan menjelekkan Al-Quran?

Kesimpulan

Apa yang saya tulis di atas semuanya bukan pendapat saya, tetapi hanya
hasil kutipan dan saduran dari pendapat para pakar ilmu qiraat semata. Dan
kalau ada dua pendapat yang saling bertentangan, kita harus maklum. Namanya
saja masalah ijtihad, para ahlinya silahkan berbeda pendapat.

Sementara kita yang bukan ahli ilmu qiraat, apalagi yang kualitas bacaan
Al-Qurannya masih parah dan bermasalah besar, sebaiknya kita menahan diri
untuk tidak ikut-ikutan berfatwa. Biarkan saja para pakarnya yang berbeda
pendapat, sebab mereka memang ahlinya. Mereka berhak dan punya kompetensi
untuk itu.

Adapun kita, mari kita duduk manis saja mendengarkan para pakar berbeda
pendapat, tidak perlu merasa jadi pahlawan kesiangan di bidang yang sama
sekali bukan keahlian kita.

Dari pada bikin komen terlalu jauh ternyata kurang tepat, lebih baik kita
tahu diri. Saya sendiri agak segan menuliskan masalah ini, karena tahu
persis bahwa para pakarnya saja sudah berbeda pendapat. Jangan pula
bertanya saya ikut yang mana.


* Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,Ahmad Sarwat, Lc., MA *







2015-05-18 4:47 GMT-04:00 Muhammad Hanif <mha...@infokom.net>:

> Assalamu'laikum ww
>
> Dusanak Palanta NAH
>
> Islamedia -  Wakil Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku
> Zulkarnaen mengungkapkan membaca Alquran dengan menggunakan langgam Jawa di
> Istana Negara, telah mempermalukan Indonesia di kancah internasional.
> Tengku merasa banyak kesalahan, baik dari segi tajwid, fashohah, dan
> lagunya.
>
> Menurutnya, pembacaan ayat-ayat Alquran dengan menggunakan langgam Jawa
> adalah hal konyol. Dalam Alquran sudah dijelaskan kitab suci itu diturunkan
> dengan huruf dan bahasa Arab asli.
> Berita lengkap :
> http://www.islamedia.co/2015/05/mui-tilawah-alquran-di-istana-dengan.html
>
> Mohon pencerahannya, tarimokasih sabalunnyo.
>
> Wassalam
>
> Hanif / BKS / 42
>
> -
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke