RUMAH-SURAU-SEKOLAHTungku nan Tigo Sajarangandalam Membentuk Watak dan 
PerilakuGenerasi Muda Minangdalam Menghadapi Tantangan Ke Masa Depan Mochtar 
Naim16/12/12 I    
|  S  |

ELAMA ini kita baru mengenalTTS (Tungku nan Tigo Sajarangan): Niniak Mamak, 
Alim Ulama, Cadiak Pandai,  dalam kita menjelaskan mengenai sistemkepemimpinan 
yang berlaku dalam masyarakat tradisional Minangkabau. Ketiganyamemperlihatkan 
sosok dengan fungsi yang berbeda dari ketiga unsur kepemimpinantradisional 
Minangkabau itu, tapi bersatu dalam satu kesatuan kepemimpinan yangsifatnya 
egaliter-demokratis dan saling isi-mengisi bersinergi.              Dulu,ketika 
alam Minangkabau masih belum dimasuki oleh unsur-unsur budaya luarkecuali 
Islam, sistem kepemimpinan TTS itu relatif berjalan utuh dan efektif.Di zaman 
kolonial Belandapun, kendati urusan pemerintahan dan ekonomi sertapendidikan 
juga diatur oleh pemerintah, tetapi ke dalam, pemerintah kolonialsengaja 
hands-off berlepas tangan danmenyerahkan urusan adat, agama dan sosial-budaya 
dari  penduduk pribumi ke tangan merekamasing-masing. Sebagian karena 
pertimbangan efisiensi karena masalah adat,agama dan sosial-budaya itu tidak 
terkait langsung dengan urusan politik danekonomi yang mereka kuasai dan 
utamakan, tapi juga di belakangnya itu karenapemerintah kolonial tidak cukup 
punya tangan dan tenaga untuk mengatursemua-semua itu sampai ke tingkat 
sosietal akar rumput. Makanya banyak haldiserahkan kepada pribumi, terutama 
yang berkaitan dengan adat, agama dansosial-budaya itu. Apalagi, di Eropah 
sendiri waktu itu yang muncul danberkembang adalah filosofi 
liberal-kapitalistik dan sekuler-materialistik.             Sekarang,budaya 
Minangkabau di Sumatera Barat sendiri sudah tidak sendiri. Di sampingitu ada 
budaya nasional yang masuk sebagai konsekuensi logis dari dibentuknyaIndonesia 
ini menjadi satu negara kesatuan yang mencakup seluruh wilayahNusantara, di 
mana Sumbar hanya satu dari keseluruhan wilayah NKRI itu. Dan adabudaya global 
yang juga masuk melalui berbagai jalur transmisi budaya yangtidak kurangnya 
juga turut membentuk watak dan perilaku warga masyarakatMinangkabau, seperti 
juga lain-lainnya.             Denganmakin dominannya faktor-faktor luar yang 
masuk, sendirinya faktor internal daribudaya lokal sendiri tergerus, bahkan 
lama-lama mengering dan terkelupas. Yangterjadi bukan lagi asimilasi dan 
integrasi tapi penyingkiran budayalokal-primordial-tradisional itu – seperti 
yang juga terjadi di banyak negara-negarabaru berkembang lainnya di manapun di 
dunia ini. Karenanya, banyak dari ekspresidan manifestasi budaya 
lokal-primordial-tradisional Minangkabau itu hanyatinggal di ucapan tapi tidak 
di praktek pengamalannya. Hal ini dengan nyatabisa kita lihat pada generasi 
muda anak-anak kita sendiri, di mana mereka lebihbanyak dibentuk oleh 
faktor-faktor budaya luar itu, baik melalui sekolah,permainan dan pergaulan, 
maupun melalui berbagai transmisi budaya yang tidaklagi mengenal filter 
saringan budaya dan agama. Kita lalu mempertanyakan, sampaiseberapa jauh mereka 
masih dibentuk oleh budaya lokal-primordial itu, danseberapa jauh pula 
sebaliknya mereka telah dibentuk oleh budaya nasional danglobal itu walau 
mereka tinggal di bumi bertuah kampung halaman  sendiri dan diasuh oleh orang 
tua di bawahayoman masyarakatnya sendiri.            Danini akan berjalan 
terus, yang ujungnya adalah subordinasi dari 
budaya-budayalokal-primordial-tradisional itu di manapun manakala tidak ada 
upaya untukmelakukan resistensi dan penyaringan mana-mana yang akan diterima 
dan mana-manayang harus ditolak. Betapa banyak sudah masya-rakat-masyarakat 
tradisional didunia sedang berkembang yang kehilangan budaya leluhurnya yang 
kemudian lalu menghablurke dalam budaya impor yang masuk itu.            II     
        Dalammenghadapi era nasionalisasi dan globalisasi di abad ke 21 
sekarang iniwaktunyalah kita juga melakukan introspeksi, sampai seberapa jauh 
kita mau takmau harus membukakan diri terhadap berbagai unsur budaya luar yang 
masuk itu disamping juga, sampai seberapa jauh kita harus dan mau tak mau 
mempertahankanbudaya leluhur Minangkabau itu. Sebagai kita tahu, Budaya 
Minangkabau ituadalah persenyawaan atau sintesis dari budaya adat dan syarak 
yang dibuhuldalam paradigma budaya ABS-SBK: Adat Bersendi Syarak, Syarak 
BersendiKitabullah.            Untungnya,baik adat maupun agama Islam yang 
dianut oleh rata-rata masyarakat Minangkabau,baik yang di kampung halaman 
maupun yang di rantau pun, menganut faham budayayang sifatnya terbuka dan 
akomodatif dengan prinsip: Semua yang baik, darimanapun datangnya, yang sesuai 
dengan adat dan syarak, diterima, sementara semuayang tidak baik, dari manapun 
pula datangnya, yang tidak sesuai, apalagi ber-tentangandengan adat dan syarak, 
dibuang. Sifatnya adalah kaffah-menyeluruh, yang “kalaudibalun sebalun kuku, 
kalau dikembang selebar alam.” Begitu kata pepatahnya.              
Coraknyaadalah sintetik, bukan sinkretik seperti di Jawa.  Sintetisme terjadi 
manakala unsur-unsur budayayang masuk dan bertemu itu tidak bertentangan dengan 
Kitabullah yag menjadipedoman dan patokan utama dari prinsip ajaran ABS-SBK 
itu. Sementara dalam masyarakatJawa, yang sekarang juga melebar menjadi budaya 
Nusantara di bawah kendali NKRIdengan adagium Pancasila dan Bhinneka Tunggal 
Ika,  sinkretisme budaya berlaku, di mana semuaagama dan semua budaya 
diperlakukan sebagai sama, karena semua adalah samabaiknya, dengan prinsip 
Kejawen: “Sadayaagami sami kemawon” – semua agama sama adanya. Silahkan pilih 
dan silahkangabung.             KendatiSila Pertama Pancasila mengatakan: 
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dianut oleh hanyaIslam, tetapi yang Tri-esa, tiga 
dalam satu (Kristen), yang Poli-esa, bertuhanbanyak (Hinduisme), yang tidak 
tahu entah ada Tuhan itu entah tidak (Budhisme),atau yang menentang adanya 
Tuhan itu sendiri seperti marxismenya PKI di zamanOrde Lama di bawah Sukarno 
dulu, dan bahkan yang percaya pada dewa-dewa dan roh-rohnenek moyang (Kong Hu 
Chu), yang juga diterima oleh Gus Dur sebagai agamanegara ketika sempat 
sebentar jadi Presiden di awal Reformasi dulu – semuaditerima. Jadilah dia 
agama dan filosofi bernegara gado-gado. Dan itulah diasinkretisme yang berasal 
dari kepercayaan Kejawen itu yang sekarang dianutsecara nasional oleh dan di 
NKRI.  III             Darikegalauan budaya yang juga membelit Sumatera Barat 
sendiri, pantas kalaugenerasi muda berumur sekolah rata-rata tidak ada yang 
tahu denganprinsip-prinsip dasar dari budaya leluhurnya, yaitu budaya ABS-SBK 
yangmenempatkan syarak di atas adat, dan Kitabullah Al Qur’an sebagai pedoman 
hiduptertinggi yang menerangi dan membimbing semua liku-liku kehidupan itu. 
Mereka,seperti juga kebanyakan warga budaya Minangkabau  lainnya, hanya tahu 
mengucapkannya tapi tidakmemahami dan menghayatinya.             
Jadilahmasyarakat Minang sekarang ini -- atau bahkan masyarakat Indonesia 
secarakeseluruhannya -- baik di kampung halaman maupun di rantau di manapun, 
baikyang muda maupun yang tua, secara sosial-budaya berada dalam keadaan 
“diaspora.”Tak lagi tahu mana jalan yang akan ditempuh, dan mana jalan bekas 
lalu. Semuaberjipang dan bersimpang-simpang, sehingga tidak tahu lagi mana yang 
akandipilih. Karena semua itu ada: yang lokal, yang nasional dan yang global, 
tanpajelas kaitannya antara satu sama lain. Ujung-ujungnya, seperti kita lihat 
danrasakan sekarang ini: semrawut, kacau, galau, yang produk sampingannya 
adalahkorupsi, anarki, birokratisme, neo-feodalisme, kapitalisme, liberalisme, 
dsb.                      Dalammenghadapi semua ini, apa akal kita, dan 
bagaimana kita? Firasat budaya Minangmenunjukkan: “Sesat di ujung jalan, 
kembali ke pangkal jalan.” Dan secaraagamanya: Tobat! Istighfar! Bagaimanapun 
Allah telah menyiapkan suluh bendangdalam kehidupan di dunia ini, yaitu 
Kitabullah, Al Quranul Karim, dan suritauladan dari Rasulullah Muhammad saw. 
Orang Minang khususnya harus kembali kepangkal jalan ini kalau memang akan 
tetap mempertahankan paradigma hidup:ABS-SBK itu.  Dan ini harga mati. To be or 
not to be. Take it or leave it.             Sebagaikonsekuensinya, orang Minang 
harus secara terbuka mengakui dan sekaligusmengamalkan prinsip dasar yang sudah 
dia punyai untuk diikrarkan kembali, dansekarang menjadi suluh-bendang dalam 
nagari, yang ruang lingkupnya adalahprovinsi Sumatera Barat dan yang rantaunya 
yang juga menerima dan mengikutifilosofi ABS-SBK ini adalah daerah Melayu di 
Nusantara ini, sampai ke Malaysiadan Negeri Sembilan, sampai ke Pattani di 
negeri Siam, ke Serawak, Brunai, danSabah di Borneo Utara, sampai ke Moro, 
belahan jiwa orang Minang dan Melayu diFilipina.            Berangkatdengan 
filosofi dan azam yang kuat untuk menghidup-suburkannya kembaliparadigma budaya 
ABS-SBK itu, orang Minang harus kembali tampil ke permukaandan ikut memimpin 
Dunia Melayu ini menjadi DMDI: Dunia Melayu Dunia Islam, yangterompetnya sudah 
dibunyikan di tahun 1980an yl di Melaka untuk pertama kali.             
Intidari semua itu adalah menyatunya kembali Bumi Minang dengan Dunia 
Melayunyadengan seluruh Dunia Islam dalam satu kesatuan yang mondial, 
universal; dariMaroko di Barat ke Merauke di ujung Timur Indonesia ini, sebagai 
modal dasartitik berangkat, lalu menerobos masuk ke benua baru: Eropah, Amerika 
danAustralia di abad ke 21 dst ini. Dengan itu juga tidak ada lagi dikotomi 
antarayang sakral-religius-spiritual dan yang profan-liberal-sekuler seperti 
yangdihembuskan dari Barat selama ini. Semua menyatu bersintesis di bawah 
naunganKitabullah Al Quranul Karim. Ummat seluruhnya di dunia ini menuju kepada 
Islamyang kaffah, universal di bawah naungan rahmah dan maghfirah Allah. 
Islamsebagai rahmatan lil’alamin.             Danini kebetulan adalah juga 
gerakan “Gelombang Ketiga” (The Third Wave) dari Dunia Islam yang masing-masing 
berjalanselama 7 abad.  Gelombang pertama darilahirnya Islam di padang pasir 
Arabia di abad ke 6-7 sampai ke tingkat zenitnyadi abad ke 14 di Baghdad dan 
Kordoba. Gelombang Kedua dengan menurunnya DuniaIslam sesudah itu selama 7 abad 
pula sampai ke titik nadirnya di Perang DuniaKedua di pertengahan abad ke 20 
yl, di mana semua negara Islam berada di bawahpenjajahan Barat yang Kristen. 
Sedang Gelombang Ketiga sekarang ini dariusainya PDII di mana semua negara 
Islam, kecuali satu-dua seperti Palestina danAfghanistan yang masih harus 
berjuang, kembali merdeka dan menyelesaikandirinya untuk menghadapi renaisans 
kebangkitan kembali Dunia Islam untuk, insyaAllah, tujuh abad ke depan pula. 
Kita sekarang baru di awal era kebangkitankembali Dunia Islam itu. Dan dalam 
kaitan ini kita di bagian Timur Dunia Islamini bersama-sama dengan 
negara-negara Melayu lainnya di Asia Tenggara ini mengumandangkangerakan 
kolosal DMDI: Dunia Melayu Dunia Islam. IV             Dalamdunia kecil kita 
dalam era Gelombang Ketiga Dunia Islam ini, di kampung halamandi Sumatera Barat 
sendiri, yang pertama setelah memperbaharui iktikad dan tekadyang bersifat 
kolosal-universal itu adalah membina kembali hubungan kesatuanbernagari, baik 
ke dalam di nagari-nagari, maupun ke luar ke daerah rantau dimanapun dan ke 
manapun mereka mencari rezeki dan menimba ilmu dan pengalaman.            
DenganNagari sebagai unit kesatuan sosietal di tingkat terendah di Negara 
RepublikIndonesia ini, ke depan kita mempersiapkan Nagari pada waktu dan detik 
yangsama: (1) Nagari sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan 
yangotonom-mandiri; (2) Nagari sebagai unit kesatuan keamanan dan pengamanan 
yangmenjadikan pemuda sebagai penjaga dan pelindung Nagari; (3) Nagari sebagai 
unitkesatuan ekonomi dan wirausaha lainnya dengan prinsip kerjasama 
syirkah-syariah dan menjadikan Nagari itu sendirisebagai sebuah korporasi 
berbentuk koperasi syariah; (4) Nagari sebagai unitkesatuan adat, agama dan 
sosial-budaya di bawah payung-panji Kitabullah AlQuranul Karim.            
Maka,dalam pengimplementasiannya, di samping meng-hidupkan kembali 
sistemkepemimpinan TTS: Niniak Mamak, Alim-Ulama, Cadiak-Pandai, yang sekarang 
sudahlayu dan tak terlihat lagi dinamisme dan kreativitasnya, dan 
berjalansendiri-sendiri, perlu pula diperjelas apa dan bagaimana peranan 
sosietal dariBundo Kanduang dan Pemuda dalam konteks sistem kepemimpinan 
kolegial di bumiMinangkabau itu.             Dan,di samping itu, last but not 
least, yangjusteru menjadi tumpuan dari tulisan ini, adalah mendudukkan peran 
dan fungsiRumah, Surau dan Sekolah, sebagai institusi sosial di bidangnya 
masing-masingyang mestinya saling terkait dan saling membantu satu sama lain, 
sehingga semuamerupakan rangkaian TTS: Tungku nan Tigo Sajarangan, Tali nan 
Tigo Sapilin,dalam membentuk dan mempersiapkan generasi penerus ke masa depan. 
Karena ditangan merekalah nanti Indonesia ini akan bergumul di medan laga di 
forumglobal-dunia dan di tanah air sendiri, dan kepada mereka kita pertaruhkan 
masadepan dari bangsa dan negara ini serta wilayah adat dan syarak dari bumi 
Minangkabaudan Dunia Melayu umumnya.            Rumah,Surau dan Sekolah, jelas 
tiga institusi sosial yang secara sendiri-sendiri danbersama-sama menjadi basis 
dari pembentukan watak dan perilaku generasi mudadalam menghadapi tantangan ke 
masa depan itu. Masing-masing memiliki fungsi danperanan sendiri-sendiri, tapi 
masing-masing juga saling melengkapi, salingisi-mengisi dan bantu-membantu 
dalam satu kesatuan bersinergi yang utuh.             Dengandemikian, 
masing-masing tidak lagi jalan sendiri-sendiri tanpa ada kaitan satusama lain. 
Semua sebaliknya saling bersinergi bantu-membantu dengan basis danmotif yang 
sama itu.            Rumahdan rumah tangga adalah tiang utama. Di rumah dan 
rumah tangga anak-anak diasuh,dibelai dan dididik. Mereka sejak dari dini 
dipersiapkan untuk menjadi generasipenerus yang tangguh, tanggap dan 
bertanggung-jawab. Mereka dipersiapkan danmempersiapkan diri untuk menjadi 
manusia sempurna – insan kamil – yang tidakhanya berfikir untuk diri tapi juga 
untuk sesama, dan tidak hanya untuk duniaini tapi juga untuk akhirat nanti yang 
lebih lestari. Mereka berfikirsentrifugal, seperti diajarkan oleh adat dan 
agama kita; bukan sentripetalseperti kecenderungan sekarang ini. Sentrifugal: 
Diri untuk masyarakat yanglebih luas; Sentripetal: Masyarakat yang lebih luas 
untuk Diri. Kekalutanbudaya nasional sekarang ini adalah karena kita berfikir 
sentripetal untuk diribukan sentrifugal untuk masyarakat yang lebih luas itu. 
Kaitannya juga dengancara berfikir yang sinkretik dengan yang sintetik tadi. 
Pilihan kita diSumatera Barat dan Minangkabau ini adalah: sintetik-sentrifugal. 
Bukansinkretik-sentripetal.             Bandingkanlahantara cita-cita yang 
bersifat aspiratif itu dengan kehidupan nyata anak-anakdi rumah dan rumah 
tangga sekarang. Diskrepansi antara cita-cita dan kenyataanitulah yang kita 
tautkan kembali sehingga rumah dan rumah tangga benar-benarmenjadi tempat 
pengasuhan pertama dan utama sekali dalam mempersiapkan generasibaru ke masa 
depan itu. Sendirinya tugas ibu, bapak, orang tua, dan semua ahlikeluarga tidak 
ringan. Dan semua dilakukan dengan rasa cinta dan kasih sayangserta penuh rasa 
tanggung jawab.            Begituanak-anak sudah mulai pandai mengasuh dirinya, 
dan sudah pula pandai ikut-ikutke surau dan masjid umumnya, tentu saja 
anak-anak itupun akan mendapatkanbimbingan dan asuhan dalam beragama dan 
bermasyarakat, menyambung dari yangdiberikan secara berangsur-angsur di rumah 
tangga. Di surau mereka belajarmengaji dan belajar bermasyarakat. Di surau 
mereka mendapatkan pengenalanterhadap dunia yang lebih luas, tidak hanya yang 
material-fisikal tetapi jugayang spritual-emosional dan etikal. Di surau mereka 
dilatih untuk menjadi“orang.” Orang yang hidup di tengah-tengah masya-rakat.  
Masalahnya: mana surau itu sekarang ini?  Surau oleh karenanya perlu dihidupkan 
kembaliuntuk membina sisi spiritual, emosional dan etikal dari anak-anak dan 
generasimuda kita.             Ketikaumurnya sampai, anak-anakpun masuk 
sekolah. Selama ini sekolah hanyamengajarkan apa-apa yang masuk ke otak ke 
kepala tetapi tidak ke hati dan tidakke sekujur tubuh dan rohaninya. Karenanya 
si anak bisa dari tidak tahu menjaditahu, dan lalu menjadi orang terpelajar; 
tetapi bisa saja tidak bermoral danberagama. Meruyaknya praktik-praktik korupsi 
dan penyalah-gunaan wewenang dankekuasaan di NKRI sekarang ini bisa ditelusuri 
melalui jalur pendidikan disekolah ini karena yang didapatkan oleh anak didik 
di sekolah hanya ilmu yangdisuntikkan ke kepala, tetapi tidak akhlak dan 
budi-pekerti luhur yangdiperlukan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.      
      KerjasamaTTS: Rumah, Surau dan Sekolah dalam artian yang 
integral-terpadu, yang salingisi-mengisi dan tupang menupang, saat ini dan ke 
masa depan, sangat diperlukan.Melalui kerjasama TTS: Rumah, Surau dan Sekolah 
inilah, sebagaimana TTS yangpertama dalam kepemimpinan tiga serangkai: Niniak 
Mamak, Alim Ulama dan CadiakPandai, yang kemudian diperkuat oleh peranan 
potensial Bundo Kanduang danPemudanya, insya Allah, kita kembali membangun masa 
depan yang cerah untuk kitawariskan kepada anak-anak kita sendiri. Di tangan 
mereka terletaknya hari depanyang cerah itu. ***

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Reply via email to