Hijrah, Merantau, DIM, dan WA
Assalamu’alaikum WW, Sanak sapalanta n.a.h, Sejak peralihan tahun Islam bulan lalu, sampai akan beralihnya pula tahun Masehi sebentar lagi, banyak khotbah dan ceramah yang membahas kaitan peralihan tahun ini dengan hijrah Rasulullah sebagai sebuah petunjuk bahwa kitapun dapat pula berhijrah dari suatu situasi & kondisi (sikon), ke sikon lain yang lebih baik. Dari hijrah Rasulullah dapat disimpulkan 3 ‘syarat’ untuk berhasilnya pilihan berhijrah : 1) tempat lama dinilai tidak kondusif untuk merubah nasib atau mengembangkan sesuatu, 2) tempat baru dinilai lebih promising ataupun lebih baik daripada tempat lama, 3) ada pelindung (anshor) di tempat baru. Jika dicermati, orang Minang punya konsep hijrah mereka sendiri yang disebut ‘merantau’. Syarat hijrah ala Minang inipun punya 3 syarat yang kurang lebih sama. Pertama sikon di kampuang sendiri dinilai sudah tidak menunjang keinginan kuat mereka untuk merubah nasibnya. Walau bagaimana lahan pertanian atau usaha lainnya tidak akan pernah cukup untuk menampung seluruh warganya. Atau fasilitas pendidikan atau lapangan kerja tidak sebanyak di rantau. Atau penyebab-penyebab lain yang tidak mereka sukai. Tanah rantau diyakini memiliki alternatif solusi yang lebih banyak dan berkualitas. (Apa ya kira-kira motif nenek moyang orang Minang zaman baheula memutuskan merantau dari Dongsan ke ranah Minang ?) Ada talibun (?) yang menjadi pegangan anak Minang untuk merantau (CMIIW) : Bila anak pergi ke pekan... Hiu beli belanak beli... Kain panjang beli dahulu... Jika anak pergi berjalan... Sanak cari saudara cari... Induk semang cari dahulu... Jelas terlihat : berjalan= hijrah= merantau, sedangkan induk semang=pelindung (anshor). (menarik untuk dianalisis, kenapa ‘sanak dan saudara’ tidak dianggap sebagai ‘anshor’). Jadi rasanya tidak mengherankan andai tokoh-tokoh Minang tersohor zaman dulu, berbekal otak, otot dan fighting spirit yang menyala, kemudian hijrah dari kampung halamannya di ranah Minang dan kemudian sebagian dari mereka sukses dalam bidang-bidang yang digelutinya di rantau. Dinamika hijrah ala Minang ini ternyata terus berlangsung sampai detik ini. Tamat SMP merantau, tamat SMA merantau, tamat S1 merantau, atau...drop-out sekalipun, pokoknya merantau ! Rasulullah menetap sampai akhir hayat beliau di ‘rantau’ beliau Madinah. Begitu juga dengan sebagian besar putra-putra Minang yang sukses di rantau masing-masing. Mereka sampai tarikan nafas terakhirnya menetap di rantau yang membesarkan mereka. Sebut saja Mohammad Hatta, St. Syahrir, Yamin (jenazah beliau dibawa ke ranah Minang), sampai tokoh-tokoh Minang sesudah zaman kemerdekaan sampai sekarang seperti Harun Zein, Azwar Annas, Emil Salim, dll. Yang pernah membuat tulisan desertasi (?) terkenal tentang ‘Merantau’ yaitu bpk. Mochtar Naim, ternyata sampai sekarang juga menetap di Ciputat, Tangerang Selatan. Hehehe...termasuk sejumlah besar tokoh atau member RantauNet ini. Alasan untuk ngeles : sayang kampuang ditinggakan ! Semangat merantau ini sudah ada sejak zaman dahulu, semasa ranah Minang masih terdiri dari kumpulan Nagari, adat istiadat masih kuat (ABS-SBK), Tigo Tungku Sajarangan, surau masih berfungsi sebagai sarana pendidikan, dll. Dalam kondisi yang ‘ideal’ ini ternyata anak Nagari masih berlomba-lomba pergi merantau, dan....sebagian malas untuk pulang (sukses atau tidak sukses). Sekarang ada keinginan dari sebagian tokoh dan anggota masyarakat bahwa kegemilangan Minangkabau di masa mendatang kuncinya terletak pada perubahan nama dan status Provinsi Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau (DIM). DIM dianggap sebagai solusi atau obat mujarab ketertinggalan Minangkabau. Diyakini, Minangkabau yang ditata secara istimewa seperti masa jaya sebelumnya, dimana status ‘istimewa’ ini dijamin oleh pemerintah NKRI; diyakini bahwa ranah Minang akan kembali pula jaya seperti zaman dahulu itu (the glorious past). Yang jadi pertanyaan pokok : kenapa justru pada zaman keemasan Minangkabau dahulu itu, sejumlah anak nagari yang bersemangat, justru hijrah meninggalkan kampung halamannya. Salah satu penyebab mungkin karena fasilitas sekolah yang baik adanya di tanah Jawa. Sekarang Sumatera Barat juga telah memiliki fasilitas sekolah yang baik dan lengkap ; tapi kenapa anak nagari ini tetap lebih senang hijrah dan menetap di negeri orang ? Bertolak dari uraian diatas, saya termasuk mereka yang tidak percaya dengan DIM ini sebagai tongkat ajaib untuk memakmurkan ranah Minang. Disamping hal-hal diatas, secara kasat mata tampak bahwa daerah-daerah istimewa yang ada ternyata juga tidak termasuk daerah yang kuat, maju dan berkembang. Beberapa dari mereka punya potensi SDA yang berlimpah, tapi ternyata status istimewa itu ternyata tidak membuat mereka lebih baik. Apalagi kawasan Minangkabau sekarang (Sumatera Barat) sudah jauh menciutnya dari tatanan lama (Sumatera Tengah). Terakhir di era PRRI, Sumatera Tengah masih mencakup daerah kaya SDA : Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi. Akhirul kalam, menarik pula mengamati fenomena anggota RantauNet yang berlomba-lomba hijrah ke grup WA. Banyak yang ingin mendaftar, tapi tempat terbatas. Ternyata konsep hijrah dan 3 syaratnya diatas tetap berlaku : RN sudah dirasa kurang nyaman (favourable), WA dianggap punya keasyikan tersendiri, dan syarat ketiga ada kaum anshor berupa Rang Dapua yang ternyata lebih sering (dan senang) nongol dan mengayomi wadah alternatif baru RN ini (maaf kalau saya salah tebak). Maaf dan wasalam, Epy Buchari L-72 Ciputat Timur -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.