Assalamualaikum wr wb Sanak Sjafruddin Al. mungkin cuplikan carito iko bisa membayangkan bagaimana kami tahun 1960an melalui jalan minyak. Kalau design dan struktur jalan minyak itu ambo bisa mancaritokan detilnya.
*39. Wanprestasi* Jembatan Pontoon yang baru dioperasikan sekitar 1 tahun (16 April 1959) telah menjadi penghubung yang penting antara jalur Padang ke Dumai. Sehingga transportasi barang terutama kebutuhan pokok yang dikirim dari Sumatera Barat menjadi meningkat. Abak sebagai kontraktor Caltex punya izin untuk memasukkan kendaraan angkutan truk kedaerah operasi Caltex. Usaha membantu kawan kawannya ini telah dimulai sejak beberapa tahun sebelumnya antara lain membantu usaha pak Rahman Kawek memasukkan usaha transportasi angkutan penumpang sebagai cikal bakal konglomerat Sinar Riau. Usaha kontraktor dan membantu transportasi ini tentu berjalan sesuai dengan hukum alam kadang kadang baik dan ada turunnya. Pada pertengahan tahun 1959 tersebut. Salah satu usaha yang berkembang adalah angkutan seperti travel saat ini antara Duri ke Pekanbaru dengan mobil bus kecil berpenumpang sekitar 12 orang tentu dengan model karoseri lokal dari kayu. Bagi teman teman yang pernah di Pekanbaru sekitar tahun 1960 dan 1970an tentu mengenal jenis angkutan karoseri lokal yang lebih populer disebut Oplet. Suatu malam sesudah sholat Isya dan mau istirahat Abak memberitahu One: "Besok kita akan membawa satu truk bahan2 bangunan untuk pembangunan toko kita di Simpang Padang Duri." Abak melanjutkan : "Siapa saja yang mau pergi besok itu?” One menjawab: “Ambo sudah ada janji dengan ibu Mariati tetangga sebelah untuk membantu membuatkan makanan tamu-tamunya besok malam, jadi tidak mungkin saya bisa pergi, bagaimana kalau Ajo pergi sama anak-anak laki saja?” Abak langsung memberitahu anak-anak lakinya: “Das dan Win, kalian besok ikut Abak ke Duri.” Kami dengan takzim menjawab: “Ia Abak.” Saya dengan senangnya bersiap siap malam itu untuk besok pergi jauh ke Duri. Ruko yang akan kami bangun berada disebidang tanah di Simpang Padang Duri. Bahan bangunan untuk ruko tersebut harus dibawa dari Pekanbaru. Saya pagi ini langsung pergi dengan Abak untuk ikut dalam perjalanan ke Duri. Semua berjalan dengan baik seperti mengisi truck dengan bahan-bahan bangunan semen dan kebutuhan peralatan tukang. Karena masih ada tempat sekalian meringankan biaya kami juga mengisi ruangan di bak truk dengan barang-barang pedagang yang sudah berjanji sama Abak akan ikut ke Duri. Kami mulai berjalan dengan baik, mulai dari pasar pusat sampai kami masuk jembatan pontoon. Karena waktu itu air sedang surut maka setelah turun kedalam jembatan, pas berada ditengah Abak sebagai supir mengambil ancang ancang untuk bisa naik dengan mudah. Tetnyata tindakan ini fatal akibatnya. Begitu kecepatan agak tinggi dan melewati ramp, terjadi goncangan untung tidak langsung patah ramp antar ponton yang mengapungkan jembatan. Karena Abak adalah kontraktor Caltex. Kejadian ini langsung di proses oleh pihak pengawas jembatan pontoon waktu itu. Akibat fatal kejadian yang barusan kami alami itu ketahuan setelah kembali beberapa hari kemudian. Abak, distop oleh pengawas Jembatan. Pengawas alias sekuriti jembatan, berkata: “Ajo perlu turun dulu untuk mengisi form pengaduan.” Abak memberhentikan truk dekat pos polisi dipinggir kiri jalan sesudah jembatan. Beliau turun kekantor sekuriti jembatan pontoon didalam pagar terminal baru Caltex. Cukup lama Abak diproses didalam kantor sekuriti dan setelah selesai Abak agak loyo kembali ke atas truck. Kawan pedagang yang duduk dibagian depan bus bertanya sama Abak: “ Ajo, kenapa lama sekali tadi didalam kantor itu?” Abak menjawab: “Ambo diproses oleh sekuriti dengan mengisi surat2 yang sudah ada disana dan diakhir Awak disuruh menanda tangani, tadi berusaha untuk tidak melakukan itu.” Abak melanjutkan: “Ambo sempat bertanya, kenapa harus menanda tangani dokumen-dokumen itu.” Dijawab oleh sekuriti :”Surat ini adalah kesesedian pelanggar aturan untuk membayar semua kerusakan akibat truk tadi diatas jembatan” Abak melanjutkan: “Berapa kira-kira kerugian akibat kecelakaan tadi.” Sekurit menjawab: “Saya tidak tahu Ajo, jumlah biaya memperbaiki kerusakan akan diberi tahu oleh bagian perbaikan jembatan nanti.” “Karena belum tahu itu, Ambo io agak khawatir kalau-kalau biayanya besar sekali sehingga indak sanggup ambo membayarnya.” Lanjut abak menjawab pertanyaan kawan pedagang. Pedangang berbasa basi pada Abak: “Semoga tidak seberat yang Ajo pikirkan hendaknya.” Kami melanjutkan perjalanan menuju Duri. Perjalanan yang cukup jauh saat itu dengan kondisi jalan yang berliku liku dan naik turun mengikuti kontur permukaan bukit bukit terutama perjalanan memasuki Minas sampai Kandis. Belum kalau kondisi hari hujan maka jalan akan licin sekali dan jalannya mobil cuma lebih cepat sedikit dari larinya anak gadis yang sedang olah raga. Sesampainya dikilometer 20an sudah mulai masuk jalan yang berbelok dan naik turun. Pada km 30 kita masuk Minas 2. Dari Minas 2 sampai Minas 1 lokasi sumur terkenal Minas 1, jalan menanjaknya sangat tinggi dan kalau hujan tidak bisa didaki oleh mobil truk biasa. Untung sewaktu kami lewat hari tidak hujan sehingga dengan mudah truk kami bisa melewatinya dengan baik. Dilokasi Minas 1 pada saat kami lewat jaman itu masih banyak rumah karyawan Caltex yang dindingnya terbuat dari seng gelombang, rumah rumah model ini terakhir kami lihat berada di ujung utara landasan pacu lapangan terbang Dumai. Kami melanjutkan perjalanan menuju pendakian yang kami sebut pendakian maut juga yaitu pendakian semunai. Pendakian ini banyak dihuni Harimau atau kami panggil inyiak. Kami melewati pendakian ini hari sudah mulai mendekati maghrib dan bisa dengan mudah dilewati. Sewaktu mulai mendaki pendakian semunai ini, ternyata hari mulai hujan. Sehingga kami berhenti dan menyiapkan mental untuk bisa mendaki dengan baik. Ternyata hujan cukup lama, sehingga hujan berhenti sekitar jam 9 malam. Setelah jalan agak kering sedikit, Abak mencoba naik pendakian dengan pelan-pelan, kernet mobil yang juga saudara jauh kami si Karitiang, membawa karung ditangan kiri dan ganjal ditangan kanannya. Kalau ban belakang mulai slip alias berputar saja dijalan, maka karitiang meletakkan karung didepan ban dan ganjal dibagian belakang ban, sehingga mobil tertahan kalau mundur atau bisa melaju pelan naik keatas bukit. Pekerjaan ini dilakukan berkali-kali sehingga truk bisa sampai dekat puncak pendakian. Pas dalam kondisi dekat puncak, kawan pedagang, berkata kepada Abak :”Ajo, ada keluarga inyiak diatas pipa minyak.” Abak yang sedang fokus menyupiri mobil sambil melihat dikaca spion, kaget juga: “Tolong kita yang dalam mobil diam supaya tidak mengagetkan Karitiang yang sedang diluar mengawal ban mobil.” Kami melihat Harimau alias Inyiak ada tiga ekor, dua ekor besar dan seekor masih kecil, mereka masih bermain diatas dan dekat pipa kira-kira 100 meter didepan kami. Sesampainya kami dipuncak, Abak teriank sama Karitian :”Karitiang!! Kamu masuk mobil segera leawat belakang saja.” Karitiang dengan santai berkata :”Tunggu Ajo, karungnya masih dibawah ban.” Abak mencoba menggas mobil, tapi malah tidak maju2 mobilnya. Terpaksa konsentrasi dulu sampai mobil melewati puncak pendakian dengan baik. Setelah mobil pada posisi datar, maka Abak sekali lagi teriak: “Karitiang, kamu masuk mobil segera, ado keluarga Inyiak didepan.” Kariting mendengar kata-kata Inyiak langsung melompat keatas bak truk dibelakang karung dan ganjal ban ditinggal saja dan berteriak kedepan:”Ambo sudah didalam mobil Ajo.” Abak dengan sabarnya membawa mobil melewati keluarga inyiak. Salah satu Harimau yang besar tidak bangun dari atas pipa lagi santai, sedangkan yang satunya beridiri mulai berjalan mendekati truk kami. Truk yang kami pakai jaman itu karoserinya sangat sederhana, tidak mempunyai penutup permanen bak bagian belakang, hanya ada terpal untuk menahan hujan, begitu juga dengan pintu bagian depat kiri kanan, tidak juga punya kaca hanya ditutup terpal. Sehingga melihat Inyiak mendekati mobil, pedagang yang duduk dibagian kiri, cepat-cepat menurunkan terpal penutup pintu, Abak sendiri mengambil kunci roda untuk perlawanan. Truk kami dengan perlahan maju sedangkan satu inyiak besar dan inyiak kecil berjalan santai didepan kami menuju mendekati truk. Kami yang berada dalam truk diam dan berdoa, semoga inyiak tidak marah karena mengganggu istrihat keluarganya. Sewaktu kami berselisihan dengan inyiak dan anaknya, ternyata mereka tidak menuju truk yang kami tumpangi tetapi ada kawanan babi yang sedang muncul dibelakang kami. Kesanalah mereka perginya. Kami menarik nafas panjaang dan sempat kaget juga sewaktu inyiak yang tadi istrahat melompat disamping truk kami mengejar kawanan babi hutan. Setelah terdiam agak satu jam, Abak membuka pertanyaan: “karitiang, gimana kamu dibelakang?” Karitiang menjawab dengan menggigil: “Aaaajoooo, aaaawak laaaiiii sehaaaat sajo. Kooook dikasiiii tahu ada inyiak setelah dekat!” “Celana awaaak, basah kena percikan air yang ada di ban tadi Ajoooo.” Lanjut Karitiang. Kami mendengar suara Karitiang itu, tertawa semua, sehingga memecah ketakutan dan menjadi rame kembali. Bapak Pedagang berkata sama Abak : “Saya takut sekali tadi Ajo, terpal pintu ini tidak akan tahan menghadapi cakaran inyiak yang besar itu.” Abak juga menjawab : “Alhamdulillah, kita tidak diganggu keluarga inyiak semunai ini. Karena kita juga tidak mengganggu mereka.” Begitulah, kami sampai tengah malam di Simpang Padang Duri. Setelah paginya, barang-barang bahan bangunan diturunkan, kami langsung kembali ke Pekanbaru. Karena kosong, maka perjalanan lebih cepat dan hari tidak hujan selama perjalanan. Beberapa hari kemudian Abak memberitahu One: “Abak menerima surat dari Caltex, sehubungan dengan kejadian truk kita bawa dulu lewat jembatan.” One dengan khidmat mendengar dan bertanya: “Bagaimana keputusan Caltex Ajo, apa harus kita ganti?” Abak menjawab: “Tagihan Caltex untuk memperbaiki jembatan pontoon, sangat banyak sekali, ada ongkos biaya mendatangkan kapal, biaya para tukang, biaya sewa alat-alat.” One kaget dan mengomentari: “Aduh kok sampai begitu banyak Ajo?” “Itulah keterangan yang diberikan dalam surat Caltex kepada kita.” Jawab abak. Abak melanjutkan: “Siap-siaplah kita untuk meninggalkan pekerjaan di Caltex, karena kita tidak sanggup membayar, kalau tidak mampu membayar tagihan maka kontrak kita akan diputus dan seluruh sisa tagihan tidak dibayar untuk menutup utang kita.” Itulah akhir kejadian Kontraktor Bagindo Chalidi berakhir dengan Caltex pada tahun 1960an. ------------------------------------------------ Wanprestasi sulit diakali jika tidak disebutkan Sekali ditentukan terjadinya wanprestasi tidak berkutik Wanprestasi ditemukan dalam prestasi “menyerahkan barang” atau “melaksanan suatu perbuatan”. 2015-12-10 21:35 GMT+07:00 Syafruddin AL <syaff...@gmail.com>: > Maaf, mamak > > Pada 10 Desember 2015 21.31, Syafruddin AL <syaff...@gmail.com> menulis: > >> Yth. Mamah, Ibu, Bapak, Kakak, adiak dan dunsanak di RN, khususnya nan >> pernah karajo di Chevron atau berdiam di Duri (Mamanda Maturidi) >> >> Mohon ambo diagiah info tentang kondisi jalan Pekanbaru Dumai, Minas, >> Perawang, Siak dan Bengkali ( di ruas mano sajo). >> >> Dulu, ruas jalan pekanbaru dumai tu terkenal dengan roda barantainyo. Baa >> mangko bisa baitu. Pabilo jalan ko dibangun dan sia nan mambiayai dulunyo. >> Apo Caltex atau pemerintah? Bara hari dari Pekanbaru ke Minas dan >> seterusnyo ka Dumai? Apo manfaat jalan tu kini bagi masyarakat Riau? Baa >> mangko Chevron tidak mampu menghadirkan jalan yang bagus antaro >> Pekanaru-Dumai tu. >> >> Kalau ado nan punyo kisah di ruas ma se jalan tu nan babahayo, dek licin >> atau memang ado bajing loncat gai. >> >> Khusu mamanda Maturidi, kalau ado catatan atau paralu diwawancari, bia >> Januari nanti ambo datang ka Duri. >> >> Tarimo kasih atas sagalo infonyo. >> >> Wassalam >> >> >> Syafruddin AL >> 53. Pariaman, tingga di Bogor. >> > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: > * DILARANG: > 1. Email besar dari 200KB; > 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; > 3. Email One Liner. > * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta > mengirimkan biodata! > * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > --- > Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google > Grup. > Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, > kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. > Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.