Tarimokasih, Prof
Tulisan yang orisinil..... nukilan....nak  manjadi "orang".. 
Nasehat yang berkali kali di sampaikan sanak famili pada si bocah yang di 
perkirakan punya harapan masa depan yang baik
Tarimokasih, salam  hormat 
E Dt Marajo nan Tuo
 

    Pada Selasa, 29 Desember 2015 13:13, 'Mochtar Naim' via RantauNet 
<rantaunet@googlegroups.com> menulis:
 

   MOCHTAR NAIM: "DEMANG LOETAN. SANG POLITISI VOLKSRAAD DARI LERENG MARAPI" 
(3)  People   Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com> DEMANG LOETAN Sang Politisi 
Volksraad dari Lereng Marapi Secuil catatan dari Mochtar Naim 9 Okt 2015 * L 
EWAT sedikit dari Pasar Kotobaru, dan Stasiun keretaapi yang masih berdiri 
sebelah kanannya, di  To RantauNet Group Dr. Saafroedin BAHAR Amri AZIZ 
Mohcholilbaridjambek Nasir Zulhasril  and 36 more...    Today at 12:17 PM    
DEMANG LOETANSang Politisi Volksraad dari Lereng Marapi Secuil catatan dari 
Mochtar Naim9 Okt 2015*     
|  L |

EWAT sedikit dari Pasar Kotobaru, dan Stasiun keretaapi yang masih berdiri 
sebelah kanannya, di ketinggian 1400 m, dalam kita menuju Bukittinggi dari arah 
Padang Panjang, ada jalan yang membelok ke kanan yang berkelok dan menanjak 
menuju Nagari  Batu Palano. Dari Batu Palano ini kita bisa terus ke Nagari 
Sariak-Sungai Pua. Lalu ke kirinya ke Kubang Putiah-Banuhampu, dan terusnya ke 
Kurai-Bukittinggi. Dari Sungai Pua tadi kita bisa terus ke Lasi-Bukik Batabuah 
dan Ampek Angkek-Canduang yang nantinya sampai di Baso untuk terus ke 
Payakumbuh. Sementara dari Bukittinggi pun kita bisa ke Payakumbuh melalui 
jalan utama lewat Ampek-Angkek-Canduang dan Baso tadi.            Apa yang 
terbayang oleh kita dan kita lihat sendiri ketika masih berada di Batu Palano 
tadi? Batu Palano sendiri sampai ke Sariak-Sungai Pua, sampai ke Lasi-Bukik 
Batabuah terletak memanjang di pinggang gunung Marapi, dengan pemandangan yang 
indah menawan ke bawahnya, yang terhampar nagari-nagari Agam Tuo, termasuk IV 
Koto-Koto Gadang, Tilatang-Kamang, Ampek Angkek-Canduang, Kurai-Banuhampu dan 
kota Bukittinggi di tengah-tengahnya.  Sementara di sebelah kiri di Batu 
Palano, ke seberangnya, menanjak lagi ke atas ke puncaknya, terbentang pula 
Gunung Singgalang, dengan Gunung Tandikek di belakangnya, yang membikin 
nagari-nagari di Agam Tuo dan Bukittinggi di tengah-tengahnya menjadi pesona 
alam dataran tinggi yang sangat indah dan menakjubkan itu.            Entah ada 
kaitannya dengan keindahan alam di dataran tinggi Agam Tuo ini, entah tidak, 
tapi semua orang tahu bahwa nagari-nagari di dataran tinggi Agam Tuo, yang Kota 
Bukittinggi terletak di tengah-tengahnya itu, telah menghasilkan banyak 
pentolan bangsa yang menonjol dalam berbagai kegiatan yang mereka masuki. 
Semasa dengan Demang Loetan (1884-1941), sebelum Perang Dunia Kedua, dan masih 
di zaman penjajahan Belanda, dari dataran tinggi Agam Tuo ini saja sudah muncul 
nama-nama tenar seperti Hatta, Agus Salim, Syahrir, Assaat, A Halim, Sirajuddin 
Abbas, Abdul Muis, Khairul Saleh, Syekh Ibrahim Musa, Syekh Sulaiman Ar Rasuli, 
Syekh Jamil Jambek, AK Gani, Dt Palimo Kayo, Gaffar Ismail, Ali Akbar, dsb. Dan 
kalau kita turun melalui Kelok 44 ke Maninjau kita temukan tidak kurangnya 
banyak pula pentolan bangsa yang lahir di sekitar danau Maninjau itu, termasuk 
Buya Hamka, Inyiak De Er, Rasuna Said, Mohd Natsir, Isa Anshary, Nazir 
Pamuncak, dsb. Dan kalau kita lintasi bukit Kamang ke arah Koto Tinggi-Suliki, 
ada pula Tan Malaka dll di sana.            Di nagari Batu Palano sendiri, di 
pinggang Gunung Merapi, yang sudah berada di ketinggian 1500 m, dengan 
pemandangan nan indah-menawan ke dataran tinggi Agam Tuo di bawah dan di 
hadapannya, adalah tempat  lahirnya seorang Demang Loetan yang riwayat hidup 
dan sepak-terjangnya selaku Demang dan anggota Volksraad dinukilkan dalam buku 
ini. Demang Loetan, seperti juga dengan banyak pemuka Minang pada waktu itu, 
sekolah formalnya hanya sekolah dasar saja, tetapi bisa dan pintar berbahasa 
Belanda, dan pintar pula berbicara politik di Volksraad, yang nama dan 
prestasinya juga melejit ke mana-mana.            Kenapa bisa begitu? Ternyata, 
seperti yang dialami oleh Demang Loetan sendiri, belajar itu tidak hanya 
melalui sekolah secara formal saja. Apalagi sekolah sendiri pada waktu itu 
masih langka dan hanya anak-anak tertentu yang orang tuanya berduit dan berada 
atau punya kaitan dengan konstelasi pemerintahan kolonial pada waktu itu, yang 
punya peluang masuk sekolah formal. Yang selebihnya, belajar dari alam: “Alam 
terkembang jadikan guru,” kata peribahasa Minang. Apa lagi, waktu itu, 
rata-rata anak laki-laki tidur di surau. Bangunnya tidak bangun pagi, tetapi 
bangun subuh, dan salatnya selalu berjamaah. Dengan pembagian waktu salat yang 
lima kali sehari inilah mereka menata jadwal kegiatan mereka dari hari ke hari. 
Dan di surau inilah pula mereka anak laki-laki mendapatkan pengajaran yang 
sesungguhnya, yang tidak hanya belajar mengaji dan mendengarkan ceramah-ceramah 
agama, tetapi juga mendapatkan bimbingan rohani dan tingkah laku, atau sekarang 
disebut character-building.  Mereka kalau salah dimarahi, kalau bertingkah 
dilecuti. Tapi kalau berbuat baik dipuji dan disayangi. Yang mengajar mereka 
bukan hanya ayah dan ibu serta mamak-mamak di rumah tetapi seluruh warga yang 
tua-tua di kampungnya perduli kepada mereka anak-anak muda itu. Masa 
pertumbuhan untuk menjadi “orang” inilah yang rata-rata dilalui oleh anak 
laki-laki Minangkabau sebelum mereka siap untuk pergi merantau. Lebih dari itu, 
selagi masih di kampung, mereka juga ikut aktif melakukan usaha-usaha 
berkampung, apapun corak dan macamnya. Misalnya, ikut bergotong-royong 
membersihkan surau, jalan-jalan kampung, memperbaiki saluran air untuk ke sawah 
di musim menanam, ikut ke “darek” yang artinya ke sawah, dari musim membajak 
sampai ke musim mengirik dan membawa padi pulang. Semua dikerjakan secara 
bersama melalui sistem bergotong-royong. Karenanya semangat bersosial dan 
perduli dengan kepentingan bersama sudah ditanamkan sejak umur masih muda. Dan 
semangat inilah yang dibawa pergi merantau, yang tiba di rantau, disadari atau 
tidak disadari, orang Minang dekat dengan masyarakat yang dimasuki. Mereka lalu 
hidup bergaul dan tidak suka menyendiri.Bisa dibayangkan, sifat-sifat suka 
bersosial inilah yang membikin orang Minang di rantau,  dan di manapun, 
cenderung lalu terbiasa jadi pemimpin. Hasilnya adalah nama-nama besar seperti 
yang dinukilkan di atas. Namun, sayangnya, masa keemasan dari era Demang Loetan 
ini sekarang sudah berlalu. Ketika di zaman kemerdekaan ini orang Minang tidak 
lagi hanya orang Minang tetapi juga orang Indonesia dan bahkan orang dunia, 
yang Minangnya pudar, yang menonjol adalah Indonesianya. Sebagai anak 
Indonesia, mereka mendapatkan pendidikan formal dari SD ke SMP, SMA dan PT. 
Tidak sedikit yang jadi sarjana, S1, S2 dan S3. Dan tidak hanya di dalam 
negeri, tetapi juga di luar negeri. Tetapi, seperti yang sudah diduga, yang 
diisi hanya kepalanya, dengan bermacam ilmu dan kebolehan akademik, tetapi yang 
hati-sanubarinya nyaris kosong. Sekolah terutama hanya untuk mendapatkan ijazah 
untuk cari kerja, yang makin tinggi sekolahnya makin banyak duit dan kesenangan 
hidup didapatkan. Yang terjadi adalah, karena tujuan utama adalah untuk 
mendapatkan kesenangan hidup itu, maka segala macam cara juga suka dilakukan, 
yang tidak hanya yang baik-baik, yang menyerempet ke sana ke mari juga 
dilakukan.Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang, berbagai penyimpangan 
kelakuan sosial terjadi. Korupsi, kolusi dan nepotisme yang tadinya haram dan 
diharamkan, sekarang merebak dan disukai.  Sekarang ini susah sekali mencari 
pejabat dari atas sampai ke bawah, di bidang apapun, dan di manapun, yang tidak 
keserempet dengan KKN itu. Belum pula yang namanya kebejatan moral dalam 
berbagai bentuk perilaku sosial.  Di Sumbar sendiri lokasi hiburan di pantai, 
di tempat-tempat rekreasi, jadi tempat pemesuman. Belum pula hotel-hotel, 
penginapan, klub-klub malam, jadi tempat orang melepaskan selera dan hawa 
nafsunya. Malah nyaris di setiap pesta kawin, orang dihibur dengan musik dan 
tarian seronok dengan pakaian bugil-bugilan yang menyolok. Dan itu terjadi 
sampai ke desa-desa yang jauh dari kota, di Sumbar. Masya Allah dan na’udzu 
billah. Dalam kita mengingat nama Demang Loetan dan sekian banyak nama-nama 
generasi seangkatan dengan Demang Loetan, yang mereka rata-rata telah 
memperlihatkan contoh dan suri-tauladan yang baik, bagaimana kita hidup dan 
berbuat di dunia ini dalam menjelang ke akhirat nanti,  generasi peneruka itu 
serasa merintih di alam baka mereka. Anak keturunan mereka sekarang ternyata 
sudah jauh melenceng. Yang diutamakan hanya ilmu, tetapi tidak amal yang baik 
dan akhlak yang mulia.Oleh karena itu, waktunya sekarang kita sebagai generasi 
pelanjut menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang pernah kita jawat dari 
generasi peneruka yang Demang Loetan ada di dalamnya. Nilai-nilai budaya yang 
kita warisi itu adalah gabungan sintetis antara budaya adat Minangkabau dan 
budaya serta ajaran Islam, yang keduanya kita jalin dalam wahana ABS-SBK – 
“Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah. Syarak Mengata, Adat 
Memakai.”Dengan itu semoga rakyat, masyarakat dan alam Minangkabau ini kembali 
bangkit dan jaya kembali, seperti yang diimpikan oleh Demang Loetan dan 
peneruka lain-lainnya itu. Semoga…! Dan semoga Allahpun membukakan jalan ke 
jalan yang diridhai-Nya itu, amin! ***   Reply, Reply All or Forward  |  More-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
 1. Email besar dari 200KB;
 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
 3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.


  

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke