Assalamu'alaikum wr.wb.

http://www.rumahperubahan.co.id/blog/2016/03/17/selamat-datang-sharing-economy-koran-sindo/

Selamat Datang Sharing Economy – Koran Sindo

17 March, 2016 , by Rumah Perubahan

Senin (14/3) lalu kawasan Balai Kota DKI Jakarta, Istana Negara, dan kantor
Kementerian Komunikasi dan Informatika diserbu ribuan pengemudi taksi.

Mereka berdemo menolak kehadiran taksi yang berbasis aplikasi online. Anda
pasti bisa dengan mudah menerka penyebabnya. Iya, penghasilan mereka
terpangkas akibat hadirnya taksi berbasis aplikasi. Bahkan sebetulnya bukan
hanya taksi itu yang membuat penumpang berpindah. Ojek online merebut
sebagian pasar taksi konvensional.

Mereka mengeluh, utang setoran ke perusahaan terus bertambah. Padahal, uang
yang dibawa pulang untuk makan anak-istri makin turun. Kita tentu prihatin
dengan kenyataan tersebut. Apalagi jumlah pengemudi angkutan umum ini tidak
sedikit. Seluruhnya bisa mencapai 170.000-an. Sampai di sini Anda mungkin
bergumam: mengapa mereka tidak berubah saja? Ke mana para eksekutifnya?
Mengapa mereka membiarkan pasarnya digerus para pelaku bisnis online tanpa
berupaya melakukan perubahan internal? Tentu semua ini tak akan mudah.

Sampai di sini adagium perubahan kembali berbunyi: kalau rasa sakit manusia
itu belum melebihi rasa takutnya, rasanya belum tentu mereka mau berubah.
Maaf, pesan ini berlaku buat kita semua, baik yang sedang duka maupun yang
masih gembira. Tapi, supaya fair, kita juga mesti melihatnya dari sisi yang
lain, yakni pengemudi taksi berbasis aplikasi dan ojek online .

Mereka juga tengah mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan anak
istrinya. Lalu, pelanggannya juga senang memakai taksi berbasis aplikasi
karena serasa naik mobil pribadi dan tarifnya pun murah. Begitu selesai
langsung turun. Praktis. Tak pakai bayar-bayaran tunai. Bisnis taksi
berbasis aplikasi ini juga punya pesaing. Anda bisa klik www.nebeng.com.
Iniaplikasi yang juga mempertemukan pemilik kendaraan pribadi dengan mereka
yang membutuhkan angkutan ke arah yang sama.

Tarifnya tak kalah bersaing. Misalnya tarif dari Perumahan Vila Nusa Indah
di Bekasi ke Jakarta hanya Rp15.000 sekali jalan. Murah! Para pemilik
kendaraan yang rela “ditebengi” ini juga ikut andil dalam mengurangi
kemacetan di Jakarta. Ketimbang setiap orang naik mobil pribadi, lebih satu
mobil dipakai bersama-sama dengan cara nebeng. Jumlah mobil yang masuk ke
Jakarta jadi lebih sedikit.

*Pertarungan Business Model *

Tapi, mari kita bahas soal perseteruan taksi konvensional *vs* taksi
berbasis aplikasi. Hadirnya taksi berbasis aplikasi, menurut saya, adalah
penanda datangnya *era crowd business*. Apa itu *crowd business*?
Sederhana. Ini bisnis yang kalau Anda mencoba mencari polanya bakal pusing
sendiri. Sebab serba tidak jelas. Misalnya, tidak jelas batasan antara
produsen dan konsumen. Juga, tidak jelas kreditor dengan debitor.

Siapapun bisa menjadi pemasok Anda, tetapi sekaligus menjadi konsumen
Anda. *Crowd
business* kian kencang berputar akibat kemajuan teknologi informasi— yang
terutama membuat arus informasi mengalir deras dan sekaligus memangkas
biaya-biaya transaksi. Dulu kalau kita mau mencari suatu barang mesti
menghabiskan waktu, tenaga dan uang. Kita datang ke beberapa toko, melihat
barang, membandingkan harganya, dan melakukan tawar-menawar.

Kalau setuju, baru kita membayar. Kini tidak perlu lagi. Kita cukup
berselancar di dunia maya, mencari barang dan membandingkannya, memilih,
memesan, lalu membayar. Semuanya bisa dilakukan tanpa kita harus beranjak
dari kursi dan dengan biaya nyaris nol. Itu pula yang terjadi dalam
perseteruan antara bisnis taksi konvensional *vs* taksi berbasis aplikasi.

Di bisnis taksi konvensional, kita bukan hanya harus membayar jasa
angkutannya, tetapi secara tidak langsung juga mesti menanggung biaya
kredit mobilnya, gaji pegawai perusahaan taksinya, biaya listrik dan AC,
dan sebagainya. Di bisnis taksi berbasis aplikasi, kita tidak ikut
menanggung biaya-biaya tersebut. Jadi, tak mengherankan kalau tarifnya bisa
lebih murah. Kolega saya pernah membandingkan.

Untuk rute Cakung ke Halim Perdanakusuma yang samasama di Jakarta Timur,
dengan taksi konvensional tarifnya Rp105.000, sementara dengan taksi
berbasis aplikasi hanya Rp55.000. Ini jelas pilihan yang mudah buat calon
konsumen. Switching cost dalam industri ini amat rendah. Maka terjadilah
downshifting. Lalu, bagaimana yang satu bisa lebih mahal ketimbang yang
lain? Ini adalah persoalan model bisnis.

Analoginya mirip bisnis penerbangan *full service* dengan *low cost
carrier* (LCC).
LCC mendesain model bisnisnya dengan memangkas berbagai biaya, sehingga
tarifnya menjadi lebih murah ketimbang maskapai penerbangan yang *full
service*. Model bisnis inilah yang membuat bisnis taksi era lama bakal
segera usang.

Pesaingnya bukan sesama bisnis taksi, melainkan para pembuat aplikasi yang
mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen yang
membutuhkan jasa angkutan. Selamat datang di peradaban sharing economy.
Efisiensi menjadi kenyataan karena kita saling mendayagunakan segala
kepemilikan yang tadinya idle dari *owning economy*.

*Berdamai, bukan Menentang *

Kasus serupa bisnis taksi bakal kita jumpai dalam bisnis-bisnis yang lain.
Di luar negeri, pangsa pasar bisnis perbankan mulai terganggu oleh hadirnya
perusahaan-perusahaan *crowd funding*. Anda bisa cek ini di www. l e n d i
n g c l u b . com. Perusahaan ini mengumpulkan dana dari masyarakat dan
menyalurkannya dalam bentuk kredit ke masyarakat.

Bedanya, proses mendapatkan kreditnya jauh lebih simpel ketimbang
perbankan, dan suku bunganya pun lebih murah. Di Indonesia, bisnis ala
lending club sudah ada. Anda bisa cek website-nya di www.gandengtangan.org.
Memang untuk sementara bisnis yang didanai masih untuk usaha skala
UMKM dan *social
enterprise*. Tapi, siapa tahu ke depannya bakal melebar ke mana-mana Di
luar negeri, ada www.airbnb.com yang mempertemukan para pemilik rumah
pribadi yang ingin menyewakan rumahnya dengan orang-orang yang mencari
penginapan.

Soal tarif, jelas lebih murah ketimbang hotel. Lalu, ada juga aplikasi yang
mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen angkutan
darat. Namanya Lyft. Hadirnya aplikasi ini membuat bisnis taksi tersaingi.
Begitulah, kita tak bisa membendung teknologi. Ia akan hadir untuk
menghancurkan bisnisbisnis yang sudah mapan—yang tak bisa beradaptasi
dengan perubahan.

Persis kata Charles Darwin, bukanyangterkuatyang akan bertahan, tetapi yang
mampu beradaptasi dengan perubahan. Maka, kita harus berdamai dengan
perubahan. Bagaimana caranya? Di luar negeri, para pengelola chain hotel
berdamai dengan kompetitornya, para pemilik rumah yang siap disewakan
melalui jasa www.airbnb.com . Caranya, mereka menjadi pengelola dari
rumah-rumah yang bakal disewakan tersebut sehingga ruangan dan layanannya
memiliki standar ala hotel.

Belum lama ini saya menikmatinya di sebuah desa di Spanyol Selatan, dan
saya puas. Kasus serupa menimpa Lego, perusahaan mainan anak, yang terancam
bangkrut pada awal 1990-an. Hadirnya video games membuat anak-anak kita tak
berminat lagi dengan batu bata mainan buatan Lego. Namun, perusahaan itu
mampu bangkit lagi dengan mengandalkan inovasi dari orangorang di luar
perusahaan, atau *crowd sourcing*.

Mereka semua belajar dari model bisnis Kick Starter yang fenomenal. Lego
tak melawan perubahan, tetapi berdamai. Saya tidak punya resep khusus
bagaimana caranya setiap perusahaan mesti menghadapi perubahan. Intinya
jangan menentang. Berdamailah dengan perubahan.

Demikian juga pesan saya kepada bapak Presiden, Menteri Perhubungan,
Gubernur DKI, dan Menteri Kominfo. Kita butuh cara baru yang
berdamaidenganperubahan. Maka, kita semua akan selamat.

*Rhenald Kasali*

*Founder Rumah Perubahan*

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Reply via email to