Dari Haluan kito baco.

Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan? 
Dibaca: *185* kali 
Sabtu,21 Mei 2016 - 04:26:31 WIB
[image: Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan?] 

*Bahasa *menunjukkan bangsa. Pribahasa ini memiliki makna, dengan bahasa 
dapat mengetahui asal-usul seseorang. Sedangkan dalam gurindam Minangkabau 
menyatakan, *nan kuriak iolah kundi, nan merah iolah sago, nan baiak iolah 
budi, nan indah iolah bahaso.* Berdasarkan gurindam dan pribahasa tersebut, 
menunjukkan bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 
bersosialisasi dengan identitasnya.

Sementara keabadian yang selalu ada dan tidak dapat dipungkiri adalah 
perubahan. Namun perubahan dimaksud tidak harus merombak ta­tanan yang 
telah terbentuk semenjak nenek moyang, ideal­nya. Kenyataan ber­bi­cara 
lain, terlihat dari feno­mena kehidupan masyarakat Minangkabau kini, 
cenderung berbahasa Indonesia dalam berinteraksi di ranah kam­pung 
halamannya *(local ge­nius*), berawal dari dalam keluarga sebagai miniatur 
bentuk masyarakat*.* Semen­tara gurindam adat me­ngi­syaratkan, *dima bumi 
dipijak, di sinan rantiang dipatahkan* atau *aie disauak* kurang ber­fungsi 
lagi.

Kecen­de­ru­ngan ma­sya­ra­kat Mi­nang­ka­bau ber­­ba­ha­­­sa Indo­ne­sia 
berdasarkan streotip yang beranggapan bahwa berbahasa Indonesia menunjukkan 
se­orang ber­pendidikan dan me­nganggap kampuangan kalau tidak ber­bahasa 
Indonesia. Dengan demikian mereka mulai me­ninggalkan bahasa sehari-hari 
(bahasa Mi­nang­kabau) me­reka. Tidak jarang mereka men*translate 
*(me­min­dah­kan) 
bahasa Minang­kabau ke bentuk bahasa Indo­nesia ber­dasarkan analogi 
mereka, sehingga kadangkala hasil *translate* yang mere­ka gu­na­kan 
membu­at ke­ge­lian orang mendengar­nya.

Contoh kata dalam bahasa Minang yang mereka *translate* ke bentuk kata 
bahasa In­donesia ialah* “pacik”* mereka indonesiakan menjadi “pa­cit”; “
*cako”* menjadi “caka”; *“garik”* menjadi “gait”; *“saki­lo” *menjadi 
“sekila”; *“ka­rambia” *menjadi “kerambil”; dan sebgainya. *Translate* yang 
mereka lakukan kadangkala tidak cocok secara kaidah keilmuan bahasa, semata 
me­reka lakukan hanya menurut apriori ingin menunjukkan mereka 
berpendidikan dan orang kota. Di sisi lain, ke­cenderungan mereka 
ber­bahasa Indonesia terlihat di dalam keluarga mereka ma­sing-masing, 
seperti dari segi sebutan abang untuk sebutan pada suami. Padahal dalam 
bahasa Minang, sebutan ke­pada suami adalah *uda* atau *uwan*.

Keengganan berbahasa Minang juga disebabkan ka­rena anggap bahasa mereka 
rendah atau kasar. Contoh kata yang dianggap rendah atau kasar di kalangan 
orang tua kepada yang muda adalah *ang *untuk sebutan pada laki-laki dan *kau 
*untuk me­nun­jukkan anak perempuan. Pa­dahal, selain kata *ang *dan *kau 
*untuk 
maksud di atas, tidak ada kosa kata lain atau sinonimnya. Ka­ta *aden 
*dikono­ta­si­kan 
kasar untuk menyatakan diri bagi anak laki-laki. Kini se­butan untuk 
menyatakan diri dan kata panggilan kepada yang lebih muda diganti de­ngan 
sebutan nama atau anan­da. Untuk anak perempuan ini hal yang lazim dan 
tidak berdampak pada perubahan kharakter prilakunya. Tetapi, untuk anak 
laki-laki sebutan nama atau ananda kurang lazim dan akan berdampak pada 
perubahan kharakter prilakunya seperti sensitif, cengeng, atau modis 
seba­gaimana umumnya anak pe­rempuan. Padahal, anak laki-laki merupakan 
pemimpin dan hidupnya harus gigih berjuang mengarungi sa­mu­dra kehidupan.

Akibat dari sikap masya­rakat Minangkabau yang kini lebih apriori terhadap 
peng­gunaan bahasa Indonesia akan menimbulkan kehi­la­ngan kosa kata bahasa 
Minang bagi generasi Minang itu sendiri. Bentuk kata-kata bahasa Minang 
yang sudah hilang di kalangan generasi Minangkabau adalah *cipie, pinggan, 
garan, suku, limotali, cibuak, lutuang, gabak, ce­wang, *dan sebagainya. 
Kehi­langan kosa kata merupakan suatu bentuk penanda yang merujuk pada 
petanda akan punahnya bahasa Minang (berdasarkan konsep se­mio­logi). 
Akankah bahasa Mi­nang­kabau akan hilang se­bagaimana bahasa-bahasa yang 
punah, seperti latin?

Kehilangan bahasa akan merambah pa­da kehilangan bu­daya sebab ba­hasa 
ba­hagian yang ti­dak terpi­sah­kan dari budaya suatu etnik. Siapa lagi 
yang akan memajukan atau mempertahankan bahasa atau budaya Minang, kalau 
bukan orang Minang itu sendiri?

Memasyarakatkan bahasa Indonesia bukan berarti meng­hilangkan bahasa daerah 
(bahasa Minangkabau). Me­makai bahasa daerah bukan berarti tidak mencintai 
ba­hasa persatuan (bahasa Indo­nesia) yang jadi kebanggaan kita berbangsa 
dan bernegara. Hanya saja tempatkanlah penggunaan bahasa tersebut sesuai 
dengan teks dan kon­teks penggunaanya. Meng­gunakan bahasa Minang­ka­bau, 
bukan berarti kam­pu­ngan. Bahasa Minangkabau menjadi identitas (jati diri) 
orang Minangkabau yang melekat dengan budayanya dan tidak akan mudah 
ter­pupus terhadap nilai-nilai keminangan.

Bahasa Minangkabau se­bagai daya untuk meng­hi­dupkan kearifan lokal *(Local 
Genius)*. Juga berfungsi se­bagai sarana pembentengan generasi muda 
terhadap pe­ngaruh budaya postmodern dewasa ini. Dengan meng­hidupkan 
pemakaian bahasa Minangkabau yang dimulai dari keluarga, dapat 
meng­hidupkan aura ke­mi­nang­kabauan di ranah Bundo Kanduang.

Akhirnya, melalui tulisan ini penulis berharap kita se­laku orang Minang 
dan ma­syarakat Minang, mari kita berbahasa Minang sesuai de­ngan teks dan 
konteks untuk menghidupkan nilai rasa yang terkandung dalam bahasa Minang 
itu sendiri. Karena, bahasa Minang mengandung nilai filosofi pembentukan 
karakter generasinya yang sebagai penanda budaya dan petanda berbudaya. 
Mari kita renungi secara mendalam,* arok cahayo di langik tinggi, palito di 
tangan bapa­dam­kan. **(**)*

 
*FREDRIK TIRTOSURYO ESOPUTRA, S.Pd., M.Sn*
(Guru SMK Negeri 2 Padang Panjang)
---------------

Sebagai tanda "kepunahan" kelihatan juga krisis nama "Orang Minang" 

*FREDRIK TIRTOSURYO ESOPUTRA, S.Pd., M.Sn*

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Reply via email to