Dari WA sebelah

Bahan  renungan

PUASA, “RETURN TO THE ORIGIN”

Setiap puasa saya selalu mengenang Jean dan Garry, penganut ajaran
Mormonisme, sebuah sekte Kristiani, yang saya kenal di tahun 2001. Pasangan
dari Idaho-USA ini rajin puasa seminggu sekali. Selama puasa, sejumlah
pengeluaran yang biasa digunakan untuk makan ini itu mereka sumbangkan
untuk kegiatan bakti sosial di seluruh dunia. Kami berjumpa ketika mereka
sedang bertugas mengalokasikan dana sekitar 6 milyar rupiah ke Indonesia,
dana yang terkumpul dari ibadah puasa umat Mormon yang konon minoritas di
negerinya, Amerika itu. “Mengapa memilih Indonesia ?” tanya saya. “Tidak
hanya Indonesia. Kami juga melakukan bakti sosial ke negara-negara lain.
Bagi kami semua manusia sama, karena kita tinggal di planet yang sama,”
jawab Garry.

Bulan Ramadhan tahun berikutnya kami bertemu lagi. Dengan penuh hormat Jean
menggenggam tangan saya dan berkata: “Alangkah hebatnya kalian, umat
muslim, melakukan puasa selama 30 hari…. Pasti banyak sekali dana yang bisa
dibagikan pada orang yang kurang beruntung….”

Saya merasa sedikit malu mengenang sinar mata Jean ketika mengucapkan
kekaguman yang salah alamat itu. Barangkali karena saya tidak pernah
mempersoalkan ritual bulan puasa kita yang lucu. Misalnya, kita
memang tidak makan apa-apa sepanjang siang, tapi pengeluaran untuk makan
selama bulan puasa malah lebih banyak dari biasanya. Ketika puasa baru
berjalan setengah putaran, kita malah belanja lebih banyak lagi demi
persiapan merayakan ‘kemenangan’ yang belum tentu kita pahami di akhir
puasa nanti. Jika sebelum puasa mungkin ada sedikit uang, pada akhir puasa
tampaknya harus ada tekad besar untuk ‘menambal galian lubang’ di kocek
kita, supaya bisa bikin lubang dengan tenang di bulan puasa tahun
berikutnya. Dan itu masih belum apa-apa. Di daerah tapal kuda Jawa Timur
dikenal istilah “telasan” yang berarti “habis-habisan belanja”, yang
dilakukan selama seminggu setelah puasa berakhir. Tampaknya memang begitu
cara kita menjalani bulan puasa.

“TUHAN sendiri yang merancang dan memerintahkan puasa, jadi mestinya puasa
lebih dari sekedar menghilangkan atau menggeser jadwal makan siang,” begitu
kata teman saya lainnya. Puasa membuat tubuh belajar mengenali perbedaan
antara keinginan dan kebutuhan. Keinginan memang bisa macam-macam sekali,
maunya ada nasi soto, sate, lotek, atau burger. Padahal kebutuhan di
baliknya ya cuma mengisi perut. Perhatian pada kebutuhan, bukan
keinginan, akan membuat kita mengenali kembali kata ‘cukup’, kata yang
sudah lama kita abaikan. Memahami kata ‘cukup’ justru akan membuat kita
makan seperlunya, belanja seperlunya, beraktivitas seperlunya, dan  berapa
saja seperlunya….

Keinginan juga bisa membuat kita tidak merasa cukup dengan rasa asli
makanan yang diolah sekedarnya. Kita terbiasa dengan ekstra garam, gula,
dan zat tambahan lain, yang semua itu fungsinya hanya memperdaya lidah dan
‘tombol lapar’ kita, membuat kita terjebak dalam urusan perut. Kini
terbukti bahwa kita merupakan generasi yang tubuhnya tak perlu dilemahkan
oleh penyakit aneh-aneh dari luar. Gaya hidup kita saja sudah cukup untuk
menyakiti diri kita sendiri.

Beruntung ada bulan puasa, bulan yang bisa dimanfaatkan untuk mengenal
kembali rasa asli makanan alami. “Setelah seharian menahan lapar, mestinya
tidak sulit untuk merasa cukup dengan menyantap pisang tanpa zat tambahan
sebagai makanan pembuka, sebagaimana Rasul menyantap buah kurma segar,”
begitu kata teman saya.

Tapi memang rasa cukup itu hal yang paling mewah di dunia. Konon kata
para sufi, rasa cukup itu identik dengan merasa kaya, bahkan bisa
menjadikan kita lebih kaya harta dari sebelumnya. Rasa cukup itu bahasa
Inggrisnya ‘contented’ alias puas dan senang. “Enough is equal to a feast”,
kata pepatah bule. (Rasa cukup itu sepadan dengan kepuasan besar.) “He who
knows not when he has enough is poor,” kata pepatah Jepang. (Orang yang
tidak tahu arti cukup adalah orang miskin.) Orang yang tidak merasa cukup
akan menjadi …p.e.r.u.s.a.k, kata seorang teman.  Lho, kok bisa ?

Rasa tidak cukup itu akan membuat kita sibuk menginginkan hal-hal yang
tidak kita miliki, sehingga mengabaikan hal-hal yang kita miliki.
Pengabaian itu membuat apa yang sebenarnya kita miliki itu ‘memberontak’,
menjauh, melemah, hingga menghilang. Ada perempuan yang sibuk memoles diri
agar bisa secantik selebriti, hingga mereka lupa memberi dukungan pada
pesona uniknya sendiri. Ada orang tua yang sibuk mengejar kekuasaan dan
kekayaan materi, hingga melupakan investasinya yang paling berharga, yaitu
kekayaan batin si buah hati.

Saatnya kembali ke titik awal, dimana makan dan belanja kita untuk
pemenuhan kebutuhan, bukan pelampiasan nafsu. Cukup berarti menginginkan
(mensyukuri) atas apa yang kita miliki.

Mudah-mudahan puasa dan ritme tubuh baru yang dibentuknya akan membuat kita
menjadi diri yang baru di akhir puasa, tepatnya diri yang penuh rasa hormat
terhadap asal-usul kita sendiri (jati diri).

SELAMAT BERPUASA. 🙏

(Dicuplik dan diedit dari artikel berjudul “Puasa, Back To Origin” karangan
Tuty Yosenda) 🌺🌺 met puasa mohon maaf lahir dan bathin 🌸🌸
On Jun 6, 2016 04:42, "Andri Satria Masri" <andri.ma...@gmail.com> wrote:

> Assalamualaikum pak Maturidi, Nyiak Sunguik dan Reza,
>
> Itulah uniknyo urang Indonesia mengaplikasikan agama Islam.
>
> Urang Indonesia sangat antusias, gembira dan bersuka cita menyambut
> datangnya bulan suci Ramadhan. Disambut dengan mendoa, bermaaf-maafan
> maafan, ziarah kubur dan tak lupa berbondong bondong ke pasar menstok
> barang barang kebutuhan dapur.
>
> Dek samo samo bapikia paralu ka pasa menstok barang mako permintaan
> terhadap barang barang tsb melonjak drastis. Saat itu, pedagang mulai
> kehabisan persediaan. Untuk berjaga jaga kuatir kehabisan barang mereka
> menaikkan harga.
>
> Saat itu terjadi, diliek dari hukum ekonomi bisa dipahami tetapi dari
> implementasi agama Islam belum tepat. Semestinya sebaliknya pak Maturidi.
> Saat mau puasa umat Islam mengurangi konsumsinya setengah dari biasanya
> sehingga seharusnya harga barang turun atau setidaknya stabil.
>
> Dalam menghadapi datangnya ritual agama, setiap agama apapun pasti juga
> demikian. Namun, khusus bulan puasa seharusnya sebaliknya karena pesan yg
> ingin disampaikan bulan tersebut adalah supaya umat Islam menahan diri dari
> sifat berlebih lebihan.
>
> Namun itulah uniknya umat Islam di Indonesia menghadapi bulan suci
> Ramadhan. Mereka senang, bahagia dan antusias namun juga kuatir takut
> kekurangan barang.
>
> Andri/44/Padang Pariaman
> Pada tanggal 1 Jun 2016 23.15, "Maturidi Donsan" <maturid...@gmail.com>
> menulis:
>
> Waalaikumussalam Reza
>
>
>
> “Mungkin atau indak nyo masioh 50 : 50 Pak. Karano biaso nyo bulan puaso
> sampai hari rayo banyak even-even di restoran atau rumah makan…”
>
>
>
> Dari Koran Sindo
>
> Di saat bulan puasa, konsumsi malah meningkat. Bukan sebaliknya.
>
>
>
> *PADANG, HALUAN *— Pusat pabukoan di Pasar Raya Padang sudah ada titik
> terangnya. Ramadan tahun 2016 ini, akan bertempat di depan bangunan
> Matahari lama…
>
> Ditambah  jo babagai rancan pabukoan nan nan manitiakan salero
> ditampilkan Tempo.
>
> Pandapek Reza , Koran Sindo diperkuat dengan berita Haluan diatas, indak
> bisa mailak, memang nampakknyo, sakali lai nampaknya, ado pembenaran
> konsumsi umat islam naik wakatu puaso.
>
> Kalau lah coiko puaso kito umat islam, kabaajo lai.
>
> Manjalang puaso 2016 ko, alun  ado tadanga suaro manyuruah turunkan
> konsumsi pado bulan puaso do,  antah kok ambo nan kurang mandanga
> informasi.
>
> Manyuruah manahan makan minum dari pagi sampai babuko  io lai.
>
> Ditahan dari subuah, tibo babuko ditapuang saamuah salero jo nan
> lamak-lamak sarupo nan ado dalam gambar nan disajikan Haluan tu, baa  puaso
> kito sabananyo.
>
> Apolagi lo mulai dari siang alah direncanakan ka makan lamak beko sore,
> baa puaso awak tu.
>
> Ingin awak minta pitua dari ustad jo buya nan ado dilapau  karano baliau
> nan kompeten dalam soal iko.
>
> Baa nilai puaso awak, lah tau kamakan lamak beko sore.
>
> Wass,
>
>
>
> Maturidi
>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
> * DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. Email One Liner.
> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
> mengirimkan biodata!
> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
> Grup.
>
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
> * DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. Email One Liner.
> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
> mengirimkan biodata!
> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
> Grup.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke