Lupo cantumkan Identitas pengirim.
Dunil Zaid, 73.Kpg Ujuang Pandan Parak Karambia Pdg.Tingga di Jkt.

2016-06-19 5:39 GMT+07:00 Zaid Dunil <zdu...@gmail.com>:
> Sanak sapalanta Rantau Net  n a h
>
> Ass ww
>
> Sisi gelap ekonomi kita
>
> Dalam 7 (tujuh) point kritik atau masukan SBY yang disampaikan pada
> tanggal `10 Juni 2016 yang lalu kepada Presiden Jokowi terdapat  hal
> yang mengkhawatirkan tentang social ekonomi rakyat. .Ada tujuh isu
> yang disampaikan sebagai kritik kepada Pemerintahan Jokowi-Jk.
>
> Dalam isu kedua dikemukakan tentang kondisi sosial-ekonomi rakyat,
> terutama kalangan bawah, atas lemahnya perekomian saat ini.
> Dikemukan oleh SBY :
>
> “Dari apa yang kita lihat di kalangan masyarakat, kelompok ekonomi
> lemah saat ini memang memiliki kesulitan dalam mencukup kebutuhan
> sehari-harinya, karena daya beli yang menurun. Secara statistik,
> terjadi penurunan pendapatan per orang dari tahun 2014 ke tahun 2015
> yang lalu sebesar Rp 2.150.000. Tahun 2016 ini bisa lebih rendah lagi.
> Sementara, di lapangan tercermin juga menurun tajamnya pembelanjaan
> masyarakat (household consumption). Itulah sebabnya ketika terjadi
> lonjakan harga daging sapi dan gula, rakyat menjerit karena memang
> berat bagi mereka. Disamping lemahnya daya beli, meskipun angka
> pengangguran berkurang, mencari lapangan pekerjaan juga tidak mudah
> ketika perusahaan-perusahaan melakukan PHK dan tidak membuka
> lapangan-kerja-baru”.
>
> Kita tahu bahwa pendapatan per orang atau pendapatan per capitan itu
> adalah cerminan pendapatan rakyat Indonesia rata rata dalam setahun.
> Angka itu adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB)  dibagi  dengan
> jumlah penduduk Indonesia secara rata pada tahun yang bersangkutan.
> Ditambahkan oleh SBY bahwa kecendrungan pada tahun 2016 juga akan
> terjadi penurunan lagi. Itu artinya kalau tahun 2916 pendapatan
> percapita turun lagi, maka dalam dua tahun pemerintahan Jokowi rakyat
> Indonesia semakin tergerus penghasilannya. Rakyat bukannya bertambah
> kaya melainkan bertambah miskin.    SBY tentu tidak sembarang
> berbicara, pernyataannya tentu saja didukung data.  Pemerintahan
> Jokowi mulai memegang kemudi Pemerintahan RI pada tahun 2014, setelah
> memenangkan pertarungan Pilpres berdasarkan keputusan Mahkamah
> Konstitusi. Jelas kalau penurunan pendapatan perkapita itu terjadi
> dalam era pemerintahannya.
>
> Ada masalah lain yang sering kurang disadari , bahwa angka pendapatan
> perkapita itu bukanlah cerminan kesejahteraan yang nyata bagi rakyat.
> Karena distribusi pendapatan yang nyata di republic tercinta ini amat
> timpang.  PDB per kapita bukanlah  alat ukur yang riil untuk Indonesia
> karena penduduk Indonesia memiliki karakteristik ketidak setaraan yang
> tinggi dalam distribusi pendapatan. Berdasarkan data  tahun 2015 ada
> kesenjangan antara statistik dan kenyataan karena kekayaan 43.000
> orang terkaya di Indonesia (yang mewakili hanya 0,02% dari total
> penduduk Indonesia) setara dengan 25% PDB Indonesia. Kekayaan 40 orang
> terkaya di Indonesia setara dengan 10,3% PDB (yang merupakan jumlah
> yang sama dengan kombinasi harta milik kelompok 60 juta orang
> termiskin di Indonesia). Angka-angka ini mengindikasikan konsentrasi
> kekayaan yang besar untuk kelompok elit yang kecil. Terlebih
> lagi,kesenjangan distribusi pendapatan ini diperkirakan akan semakin
> timpang atau semakin tinggi atau dengan kata lain, jurang antara yang
> kaya dengan yang miskin akan semakin lebar di masa mendatang.
>
> Pada awalnya, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia akan mencapai
> batasan 3.000 dollar AS pada tahun 2020 namun negara ini telah
> mencapai level ini satu dekade lebih awal. Pertumbuhan PDB yang tinggi
> di zaman Rezim Orde Baru, selama Suharto berkuasa mencapai rata rata
> pertumbuhan hamper 7 % selama 32 tahun  telah   mempercepat
> peningkatan pendapatan per kapita Indonesia sehingga Indonesia
> melompat masuk kategori kelompok negara dengan pendapatan perkapita
> US$ 3.000 (kelompok negara dengan pendapatan menengah bawah). Angka
> pertumbuhan 7 % itu tidak pernah tercapai lagi semenjak Suharto
> berhentri menjadi Presiden. Sebabnya bukan semata mata karena
> pengelolaan dalam negeri, ada pengaruh resesi dan gejolak di tingkat
> global juga.  PDB per kapita Indonesia telah meningkat secara stabil
> pada tahun 2000-an dan setelahnya dengan pertumbuhan rata rata sebesar
> 4,8 % pertahun. Posisi PDB perkapita terakhir sbb :
>
> PDB per Kapita (dalam USD)   2014  :   3,492  dan tahun 2015  :   3.3.71
>
> Jokowi tampaknya amat gencar dalam membangun infra struktur dimana
> mana. Tentu dengan harapan infra struktur itu akan memancing .
> investasi, dan investasi akan meningkatkan PDB dan ekonomi akan tumbuh
> lebih baik. Itu memang harapan yang logis. Tapi siapakan nanti yang
> lebih diuntungkan oleh infra strukturb yang dibangun itu ? Pada
> tingkat pertama tentu saja adalah para elit yang berpendapatan tinggi
> itu. Merekalah yang punya uang dan merekalah yang akan ber inestasi
> dan merekalah nanti yang akan lebih meningkat penghasilannya.
> Berikutnya adalah investor asing yang menanamkan modalnya di
> Indonesua, terutama yang menilai bahwa investasi di Indonesia
> menguntungkan karena infra strukturnya mendukung. Setelah itu tentu
> saja Negara juga diuntungkan dengan peningkatan pajak yang diperoleh
> sebagai akibat keuntungan perusahaan perusahaan yang berinvestasi
> tersebut. Baru terakhir , tenaga kerja  yang terlibat  dalam proses
> pelaksanaan pada industry/manufaktur  sebagai tenaga kerja pada usaha
> usaha yang dibuat oleh para investor itu. Dan biasanya  tenaga kerja
> lah yang memperoleh porsi paling kecil dari kue investasi itu. Saking
> kecilnya banyak kalangan yang menganggap mereka hanya sebagai kuli
> saja di negeri sendiri. Ada yang menggambarkan lebih ekstrim, bahwa
> fungsi tenaga kerja itu hanya seperti “kayu untuk memasak nasi orang
> lain”. Apapun konotasi negatif tetang nasib tenaga kerja, namun
> bekerja tetap lebih baik daripada mereka menambah barisan
> pengangguran.
>
> Kita mengejar peningkatan PDB melalui pembangunan infra strukur dimana
> mana   dan yang paling menikmati peningkatan PDB itu tentu saja para
> elit yang berpendapatan super tinggi itu.
>
>  Bisakah pemerintahan Jokowi memperbaiki konstelasi distribusi
> pendapatan agar pendapatan per kapita  tidak hanya angka statistik
> belaka ?. Malainkan pendapatan riil yang dinikmati rakyat secara
> hampir merata pada tingkat pendapatan yang rasional, sehingga tenaga
> kerja Indonesia tidak lagi hanya sebagai tenaga kerja yang murah ?
>
> Kalau itu ada tanda tanda akan terjadi selama kekuasaan pemerintahan
> Jokowi ini  , saya tidak akan malu malu beralih memilih Jokowi pada
> Pilpres yang akan datang.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke