Batua sanak Eddy,
Kalau kito caliak di TIPI jo koran2, abih nyo 'cancang' sadonyo. Balain pulo 
kito liek komentator2 politik di CNN takaik jo pemilu Amerika kini.
Soal taktik agar "sawah ladang" nggak boleh habis, ambo kiro indak pulo. Asa 
lai barabuik juo urang ingin jadi penguasa di nagari ko, indak ka abih2 "sawah 
ladang" tu doh, malah batambah banyak nan ka lai.

Salam,
Suryadi

----- Pesan Asli ----
Dari: Eddy Piliang <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Terkirim: Minggu, 18 Mei, 2008 07:25:39
Topik: [EMAIL PROTECTED] Re: kaum muda lagi

Bicara soal teori kekuasaan, politik, ekonomi, budaya dll, rasanya dari zaman 
antah berantah sudah terus menggelinding, baik yang berdasarkan hukum 
alam/ilmiah, hitung-hitungan logika/ego, sebatas mitos, kongkrit atau 
apapun. Dan hingga hari ini juga, tak terhitung banyaknya sosok-sosok yang 
menempatkan diri sebagai ahli analisis maupun pengamat, terus bicara, baik yang 
berlatar belakang disiplin ilmu maupun empirik semata. 
Disini saya tidak bermaksud sok tau apalagi berburuk sangka. Menurut saya, 
kebanyakan para ahli dan pengamat sekarang ini hanya bicara pada 
tataran problemnya saja, tapi tidak banyak yang bicara soal Way Out. Barangkali 
hal ini bisa dibenarkan juga karena, Pertama, bahwa Pengamat memang hanya 
bertugas mengamati atau menganalisa saja. Kedua, Kalau Pengamat juga sekaligus 
memperjuangkan Way out-nya, maka lama kelamaan habislah sawah ladangnya.
 
Terkait dengan yang tengah diperbincangkan ini, Saya usulkan untuk membangun  
gerakan-gerakan pemuda yang kongkrit (khususnya tokoh pemuda minang), yang 
tidak hanya sekedar kongkow2 untuk omong2 doang.
 
Wassalam
 



________________________________
Date: Sat, 17 May 2008 13:54:30 +0800
From: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [EMAIL PROTECTED] kaum muda lagi
To: RantauNet@googlegroups.com


Comment: 
 
Ciptakan dulu kelompok kaum muda di negara ini yang tak hanya berpuas 
diri dengan gonta-ganti mengkonsumsi HP merek terbaru, meracak honda bebek 
terbaru atau (bagi kalangan yg berduit) gonta ganti beli mobil terbaru. 
Ciptakan kaum muda yang suka 'bertualang' dalam fisik dan pikiran untuk 
mengenal seluruh wilayah negaranyanya. 
Kaum muda yang pengen menduduki kekuasaan di negara ini yang bergaya hidup 
hedonis dijamin tak akan membuat negara ini lebih baik nantinya. Alih-alih dia 
hanya akan menjadi objek tertawaan roh Che Guevara. 
Selamat berjuang Kaoem Moeda Indonesia!
=====================
Home / Opini /

Kaum Muda dan Kebangkitan Bangsa
Kompas, Sabtu, 17 Mei 2008 | 00:33 WIB 
Oleh Indra Jaya PiliangHarga bahan bakar minyak dipastikan akan naik. Tingkat 
kenaikan itu bisa mencapai 30 persen. Pertaruhannya sekarang terletak pada 
seberapa kuat pemerintah berhadapan dengan seberapa masif gerakan 
antipemerintah. Karena pemerintahan jauh lebih kuat daripada rakyatnya, jawaban 
atas pertaruhan itu sudah selesai. Pemerintah akan terus-menerus menang, lalu 
rakyat hadir sebagai pecundang.
Padahal, tahun ini adalah 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Sebuah bangsa yang 
hanya menjadi nomor tiga di negara sendiri, setelah bangsa Eropa dan Timur 
Asing telah bangkit dari keterbelakangannya lewat perjuangan dengan 
memanfaatkan celah-celah kebaikan dari kolonialisme sendiri: jalur pendidikan.
Kita boleh saja mengatakan kemerdekaan diproklamirkan oleh Soekarno pada 17 
Agustus 1945. Sebuah proklamasi bukan berarti sebuah kelahiran. Ada banyak 
tali-temali dalam sejarah. Pengaruh-memengaruhi, saling- silang kepentingan, 
serta terlebih lagi ide-ide yang terus sambung- menyambung. Atas dasar itu, 
kelahiran Indonesia sudah diberikan oleh napas perlawanan atas ketertindasan. 
Kedatangan bangsa-bangsa kolonial hanya bagian dari percepatan untuk menemukan 
kesejatian tujuan, yaitu kesetaraan martabat manusia.
Kaum muda adalah pengambil sikap utama.. Mereka ditakdirkan lahir sebagai 
kekuatan oposisi. Tanpa harus paham dengan keunggulan bangsa-bangsa lain, kaum 
muda ini mengimajinasikan zaman baru yang ingin bebas dari penindasan.
Kapitalisme global
Kita melompat ke masa kini ketika konsumtivisme menjadi tilik sandi bagi 
beroperasinya kapitalisme global. Atas nama konsumtivisme itu, lahir mentalitas 
instan dengan gaya hidup yang melebihi penghasilan. Ketika demokrasi 
memantapkan tiang- tiang pancangnya, kekuasaan menjadi tujuan dan setelah itu 
tidak ada lagi.
Itu yang kita lihat sekarang ketika kekuasaan yang hanya menggunakan kalkulasi 
berdasarkan matematika untung-rugi. Kekuasaan yang terlalu yakin dengan 
kesimpulan-kesimpulannya, lalu membiarkan masyarakat saling memusuhi atas nama 
agama. Kekuasaan yang tidak mau berhemat dan asketis, apalagi bekerja-keras 
untuk menggerakkan bangsa ini mengejar sebuah tujuan bersama. Kekuasaan yang 
tidak mau dan tidak mampu menjadi pelayan bagi rakyatnya.
Sepuluh tahun Reformasi sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa tidak banyak 
keberhasilan yang dicapai. Penderitaan dan pengorbanan rakyat untuk meneruskan 
zaman baru ini kenyataannya dibalas dengan penderitaan baru. Apa gunanya banyak 
diskusi ilmiah di Istana Negara, penyusunan naskah akademis di kantor-kantor 
pemerintah, serta berbusa-busa dalam perdebatan di Senayan kalau pada akhirnya 
penyelesaian atas masalah lama dilakukan dengan menggunakan cara lama pula?
Menaikkan harga BBM sungguh semudah perhitungan 1 tambah 1 sama dengan 2. Kita 
dipaksa percaya bahwa subsidi untuk orang-orang kaya yang punya kendaraan jauh 
lebih banyak daripada subsidi untuk kaum tani dan nelayan. Namun, dalam 10 
tahun, kita tak pernah ditunjukkan satu petani dan nelayan miskin pun yang 
tiba-tiba menjadi kaya karena program pemerintah. Harga pangan global melejit 
naik, sementara harga dasar gabah hanya boleh naik 10 persen.
Yang kita dengar hanya parade kepikunan. Kepikunan yang bukan penyakit ketika 
alam dan waktu menunjukkan keperkasaannya. Namun, yang pikun di sini terdiri 
atas kalangan pemimpin. Mereka yang dipilih atas dasar kepercayaan, mitologi, 
dan harapan rakyat.
Seratus tahun kebangkitan dan 10 tahun Reformasi hanya menghasilkan kata-kata 
yang bersiponggang. Pemimpin-pemimpin yang berganti-ganti. Sementara ketika 
bangsa mulai perlahan tenggelam, lalu rakyat terlebih dahulu karam dalam 
kubangan penderitaan, tidak lagi menjadi sumber keresahan.
Lalu, di mana kaum muda? Sebagian terjerumus dalam magnet kekuasaan. Mereka 
yang secara cepat menyepelekan amanat penderitaan rakyat. Kaum muda yang tidak 
lagi gelisah, tetapi sudah menjadi bagian dari kemapanan kekuasaan itu sendiri. 
Mereka yang berdiri tegap, menghormat kepada para pemimpin masing-masing, kalau 
perlu menjadi pagar hidup menghadapi rakyat yang gelisah.
Masihkah kita berharap pada kebangkitan bangsa? Atau inikah awal bagi 
kebangkrutan bangsa?
Indra Jaya Piliang Analis Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Jakarta

________________________________
Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang juga.



      ________________________________________________________ 
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi 
Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Hindari penggunaan reply utk topik/subjek baru
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke