Pak Nof,
Berulang-ulang saya baca sajak Sanak Mantari Sutan yang amat indah ini. 
Terbetik dalam pikiran saya, sajak ini sungguh tepat untuk dijadikan Sajak 
MPKAS/MAPPAS, tentu seizin Sanak Mantari Sutan sebagai pengarang, dengan 
alasan : 1)  membawa nostalgia ke masa lampau; 2)  kisahnya bermula di Sawah 
Lunto dan berakhir di Teluk Bayur, meliwati semua stasiun [tentu termasuk 
stasiun Padang Panjang tercinta, he he]; 3) ada romantisme juga, terkait dengan 
kisah Hayati -Zainuddin yang gagal dalam novel klasik Buya Hamka, 'Tenggelamnya 
Kapal van der Wijk", mirip Romeo dan Juliet; 4) bisa dijadikan legende yang 
menarik, baik bagi para wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Bagaimana kalau sajak yang indah  ini dicetak ulang dalam bentuk buku saku 
tipis, diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, dilengkapi dengan foto-foto 
yahud dari WS.com, diterbitkan oleh pak Amran Nur yang gesit itu, dan 
disebarkan di berbagai kota wisata dunia  ?  Rasanya akan berlompatan orang 
datang ke Sumbar.

Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, 71 th, Jakarta)
Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED]
--- On Fri, 6/27/08, Dr.Saafroedin BAHAR <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Dr.Saafroedin BAHAR <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [EMAIL PROTECTED] Kereta Api Sawahlunto - Padang, 1938
To: RantauNet@googlegroups.com
Date: Friday, June 27, 2008, 12:16 PM







Assalamualaikum w.w. sanak Mantari Sutan,

Agak terlambat saya membaca sajak Sanak yang terkait dengan Mak Itam dan 
tragedi perjodohan antar suku di Minangkabau masa lampau. Sungguh indah dan 
mengharukan. Mengingatkan saya pada novel Buya Hamka, Tenggelamnya Kapal van 
der Wijk. Terima kasih banyak.

Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, 71 th, Jakarta)
Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED]


--- On Tue, 6/24/08, Mantari Sutan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Mantari Sutan <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [EMAIL PROTECTED] Kereta Api Sawahlunto - Padang, 1938
To: RantauNet@googlegroups.com
Date: Tuesday, June 24, 2008, 9:45 AM







Sawahlunto – Solok – Batu Taba – Padang Panjang – Kayu Tanam – Padang 1938
 
 
I
nduk, jangan menoleh ke belakang lagi
jangan kau bawa sedih ke tanah jauh
biar ia tetap disini
bersama emak dan bapakmu
 
tinggalkan sedihmu di lubang kalam muara kalaban
lepaskan embelmu sebagai anak orang rantai
lepaskan patah hatimu karena dianggap orang tidak bersuku
 
kumpulkan gembiramu ketika Silungkang engkau jelang
lecut dirimu dengan semangat batang pamo
jangan sampai sungai lasi, guguak manyambah, saok laweh menenggelamkamu dalam 
sedih
di solok kau menjadi orang baru
 
II
mak, lengkingan peluit stasiun tak merubah lamunanku
di solok aku masih sama
seorang perindu yang sedang patah
 
tanjuang bingkuang dan sumani tak mampu membuatku melupakan dirinya
keruh batang gumanti cermin suramnya hatiku
indahnya singkarak dan liukan kereta membawaku kembali pada air mata
air mata yang kupunya mungkin lebih banyak dari air danau ini
tikalak, kacang, ombilin hanya membawa sedih
 
di batu taba
ketika si penarik bertukar
aku masih tetap sama
perindu sedih
 
III
ia menanjak
aku kembali dalam sedih
desingan gerigi rel tengah
tak sebanding golakan hati
 
hatiku masih padamu, Raisah
yakinku di Talawi sana
aku juga kau rindu
 
kuyakin juga masih kau benci mamakmu
si datuk itu
yang pernah menghardikku
orang tak bersuku
orang berantai


memang emakku pernah mengingatkan
tentang panggilan pada Koko
aku harus memanggilnya Den Mas atau Gus
sementara kau cukup panggil Koko
aku memanggil Romo Ndoro Saleh
sementara kau cukup dengan Pak Saleh
emakku benar
kita berbeda
 
kau juga yang meyakinkanku
untuk kasih putih, tak ada beda
yang ada hanya satu: cinta!
 
tanjung barulak, pitalah kubu karambia
kembali hanya membawa sedih
lengkingan tertahan peluit kereta
seolah pertanda sedihnya hati
 
IV
piruk pikuk di Padang Panjang
para noni, engku, rangkayo saling bertemu
kembali ku lihat bayang dirimu
seolah engkau ada disana
dan kembali aku diam
 
jembatan-jembatan tinggi di Silaiang seolah menyadarkanku
tentang ada sebuah tinggi rendah
lembah anai seolah menyuruhku
untuk menangis dan menjatuhkan air mata
 
menjelang kayu tanam
mencoba memejamkan mata
berharap kita bertemu
di alam mimpi tentunya
 
V
tak banyak lagi yang terasa di Sicincin
sesakku sudah habis
air mata ini sudah kering
Lubuak Aluang, Pasa Usang dan Duku
hanya menyapaku sekadarnya
bentangan hijaunya sawah, sedikit menghibur hati
 
Tabing ku jelang
sampai di Alai
berakhir di Simpang haru
 
VI
Emma Haven di pagi hari
menjemput mimpi pada sebuah
kujelang tanah betawi






      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke