Oleh Teten Masduki

http://cetak. <http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/06/00302754/suap.dpr> 
kompas.com/read/xml/2008/08/06/00302754/suap.dpr



Pengaruh uang di parlemen mulai menampakkan wajah aslinya. Satu per
satu kedok suap- menyuap anggota DPR mulai terkuak.



Daftar mereka mungkin akan kian panjang karena sejak pendulum
kekuasaan bergeser dari eksekutif ke DPR di era reformasi, indikasi
penyimpangan kekuasaan di DPR sudah menyebar dalam tiap fungsi
parlemen, dalam hubungan dengan institusi pemerintah, negara, dan bisnis.

Dari delapan kasus suap di DPR yang ditangani Komisi Pemberantasan
Korupsi, suap-menyuap itu terkait kebijakan resmi yang dibuat oleh
komisi-komisi di DPR. Artinya, jika ada, pengaruh uang dalam setiap
kebijakan itu bukan tindakan perorangan atau oknum, tetapi produk
kolektif. Tentu saja seperti dalam teori hubungan korupsi dan
demokrasi, pengaruh korupsi akan memusatkan perhatian kepada politisi
yang paling murah dibeli (Rose-Ackerman, 2000).

Penting dikaji lebih jauh tipologi suap di DPR. Apakah karena
inisiatif si penyuap atau karena ada unsur pemerasan?

Pengakuan terdakwa Azirwan dalam kasus Al Amin dan pengusaha rekanan
dalam kasus Bulyan Royan di pengadilan mengonfirmasikan adanya keadaan
yang memaksa mereka harus menyediakan uang atau gratifikasi dalam
bentuk lain. Tentu saja akibatnya sama: kedua pihak tidak mau mematuhi
asas kebijakan umum yang lazim. Di sini regulasi atau persyaratan good
governance dijadikan rintangan sehingga mereka yang mau menghindari
harus membayar.

Realitas itu menarik untuk menyusun cara membongkar jaringan suap di
DPR. Saya yakin jika KPK menempatkan si penyuap sebagai peniup peluit
dan berani mengambil diskresi untuk mengabaikan mereka dari tuntutan
hukum akan banyak anggota DPR yang masuk bui. Tawaran ini rasanya akan
disambut kalangan â  korbanâ   dari pemerintah dan bisnis daripada mereka
harus menerima risiko yang sama diadili. Dalam pembicaraan informal,
kalangan pemerintah dan bisnis sering mengeluhkan, setiap interaksi
dengan anggota parlemen, baik melalui undangan rapat dengar pendapat,
pembahasan undang-undang, maupun kunjungan kerja, mereka harus
menyediakan apa yang kadang disebut amplop, ucapan terima kasih yang
tak lazim.

Konvensi Menentang Korupsi OECD (2002) memang masih menoleransi
perusahaan untuk memberi facilitating payment kepada pemegang otoritas
atas jasa-jasa kecil, tetapi signifikan untuk memperlancar urusan
bisnis yang dipersulit tanpa alasan, tetapi tidak untuk mendapatkan
kontrak bisnis.

Kepentingan umum

Menangkap bandit besar dengan bandit kecil adalah moralitas universal
perang terhadap kejahatan terorganisasi. Yang harus diperhitungkan
dalam upaya ini adalah kepentingan umum adanya sistem politik yang
bersih. Ke depan, parpol yang tak mau kehilangan suara dalam sistem
pemilu yang mengarah kepada kandidat mungkin harus melakukan perbaikan
sistem pemilu internal yang lebih demokratis untuk memilih kader-kader
mereka yang berkualitas dan jujur.

Meski probabilitas politisi kotor untuk tertangkap masih rendahâ "karena
relatif sedikit jumlah mereka yang diadili sehingga belum menakutkan
mereka untuk berhenti korupsiâ "tidak berlebihan jika pujian diberikan
kepada KPK yang mulai membidikkan sasaran ke arah tepat.

KPK jilid pertama sama sekali tidak menyentuh DPR meski ada dua mantan
menteri yang sudah dibui. Barometer Korupsi Global Transparency
International selama tiga tahun terakhir sejak 2005 menempatkan tiga
pilar demokrasiâ "yaitu parpol, DPR, dan aparat penegak hukumâ "ada dalam
wilayah mother of corruption, yang mengakibatkan korupsi memiliki
sistem imunitas sendiri.

Pergeseran korupsi dari model predatori zaman Soeharto ke model
transaktif pada kekuasaan politik yang terfragmentasi sejak Pemilu
1999 telah memperlihatkan korupsi yang menyebar, kecil-kecil dan acap
berdiri sendiri, tetapi cenderung tidak terkendali karena tak ada lagi
raja bandit yang ditakuti utuk menjaga batas-batas kleptokrasi.

Celakanya, seperti Andrew McIntire (2003) bilang, dalam sistem
kekuasaan yang menyebar, sulit melakukan perubahan yang cepat. Ini
berbeda dengan Pemerintah China yang dapat melakukan pemberantasan
korupsi secara efektif melalui tindakan hukum yang keras terhadap
pemuka-pemuka Partai Komunis yang duduk dalam pemerintahan, dan
reformasi birokrasi di tingkat daerah untuk memperbaiki kualitas
pelayanan umum.

Dalam kleptokrasi yang masih lemah seperti sekarang, tidak sekuat
bandit menetap (Olson, 1993), ada kecenderungan memelihara
kesemrawutan birokrasi untuk memaksimalkan kemungkinan korupsi.

Karena itu, program reformasi birokrasi untuk menutup setiap peluang
korupsi sulit dilaksanakan di sini. Lihat hasil reformasi birokrasi di
kejaksaan dan Mahkamah Agung, misalnya. Kita berharap reformasi di
Departemen Keuangan akan berjalan lancar meski di Bea dan Cukai
kedodoran sehingga para pengusaha banyak mengeluh karena diperlambat,
padahal gaji mereka ada yang hampir sepuluh kali lipat.

Dari sisi penegakan hukum, level korupsi yang ditangani KPK dan
kejaksaan hingga kini mayoritas baru menyentuh pejabat menengah ke
bawah. Dari 175 orang yang telah divonis, 38 persen adalah pejabat
menengah dan 61 persen pejabat rendahan (ICW, 2007). Karena itu, wajar
jika pengaruhnya masih kecil meski jumlah kasus korupsi yang dibongkar
meningkat dan mendapat liputan luas media, tetapi sepertinya belum
menyurutkan mereka untuk berhenti korupsi. Lihat, Indeks Persepsi
Korupsi Indonesia tahun lalu turun dari 2,4 (2006) ke 2,3 (2007).

Bunuh diri?

Mungkin langkah KPK mengarahkan salah satu targetnya ke DPR dinilai
sebagai bunuh diri. Soalnya, bisa saja DPR menarik kembali mandatnya
dari KPK dan menjadikannya komisi ompong seperti komisi yang lain.

Suara-suara ke arah itu sudah lama diteriakkan sejumlah anggota Komisi
Hukum di DPR yang ingin menghapus kewenangan KPK dalam hal penyadapan
yang terbukti jitu menangkap koruptor, termasuk gagasan mengembalikan
Pengadilan Tipikor di bawah pengadilan umum.

Intervensi politik serupa pernah terjadi saat Jaksa Agung Mr Soeprapto
mengadili atasannya, Menteri Kehakiman Mr Jodi Gondokusumo, akhir
1950-an, yang juga pemimpin parpol.

Masalahnya, kini KPK tak bisa mundur. Sang gladiator hanya punya satu
kesempatan: â  membunuhâ   atau â  dibunuhâ  . Ingat, perlawanan dari
persekongkolan elite koruptor untuk mematikan KPK bisa lewat banyak
pintu: dipenggal lewat DPR atau Mahkamah Konstitusi, bisa juga
disusupi agen koruptor.



Teten Masduki Aktivis Antikorupsi




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke