SERBA INSTAN, MARI ke MESJID By: Dedi Yusmen EKay Di Jakarta bahkan hampir dimanapun saat ini, di negeri ini, segala sesuatu maunya serba instan, apapun, inginnya dikerjakan secepat mungkin dengan hasil yang diinginkan secepat mungkin pula.
Orang mau 'bersicepat' saja kalau mau kemana-mana, kadang rambu dilaju, lampu 'didudu', yang penting adalah saya, orang nanti saja. Akhirnya karena mengutamakan aku maka semuanya menjadi tidak terkira kekacauannya. Semua itu juga telah dipengaruhi oleh tujuan hidup. Lebih banyak orang mengutamakan apa yang tampak, yang terlihat. Menjadi tenar segera menjadi tujuan yang lebih dikejar, maka menjadi makmur lah penyelenggara acara 'menjadi segera' itu, dielu-elukan para idol sesaat sampai-sampai instansi pemerintahan ikut-ikutan pula, orang tidak lagi berpikir proses atau percepatan dari proses, mumpung kesempatan ditangan, kekuasaan di genggaman apalagi, mainkan. Kita sebagai anak, sebagai orang tua, sebagai komunitas dan bagiannya pun telah ikut larut, kita mengejar semua yang serba dunia itu, segera. Alasannya hidup makin susah, kompetisi makin ketat. Padahal kesusahan itu kita juga yang membuatnya, atau orang lain telah merekayasanya dengan segala tipu daya untuk kita, setidaknya itulah alasan lain untuk menghindar dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan. Begitu juga sampai ke pendidikan, diri kita, anak kita. Dulu sewaktu kita kecil di Kampung mengaji kita ke surau, ke mesjid ada MDA/TPA atau langsung mengaji dengan 'Inyik Surau' di Mesjid. Alasannya selain kepraktisan belajar Alquran karena begitu banyak anak didik yang dapat ditampung sebagai bibit awal perekat ukhuwah, lainnya untuk syiar, memakmurkan dan menumbuhkan rasa cinta anak ke mesjid. Minimal dengan cara itu, apabila si Anak telah beranjak remaja, jika tidak senang lagi hatinya berkumpul, membantu kegiatan dimesjid, namun bila si Anak beranjak dewasa, telah berkeluarga, diajak orang kemesjid, akan kembali teringat di memorinya bahwa dulu sewaktu kecil dia pernah mengaji dan mengurus mesjid. Fenomena ini terjadi, lihatlah pengurus-pengurus mesjid di lingkungan-komplek perumahan yang ikut mengurus biasanya mempunyai kenangan dengan mesjid, yang bersekolah di Kampung, yang sempat merasakan Pendidikan Alquran nya di Surau Kampung. Namun Budaya instant yang berorientasi duniawi ini telah merubah pola pikir dan orientasi kita yang kadang sebagai orang tua dengan alasan bahwa anak saya perlu kursus lain, kursus bahasa inggris, kursus musik, kursus model, kursus cempoa dan lain-lain, maka urusan mengaji anak hanya di tempatkan di sela dan sisa waktunya saja. Toh kita sebagai orang tua bisa mendatangkan guru ngaji ke rumah dengan bayaran hanya 200-300 ribu perbulan saja. Guru ngaji yang asap dapurnya kadang tak berasap itu sudah senang hati merimanya. Guru ngaji jenis ini umumnya hanya mengajarkan huruf dan membaca alquran saja, tapi pendidikan alquran-nya, ukhuwahnya, cinta mesjidnya tidak mungkin diajarkan dengan privat seperti itu. Dulu sewaktu mengaji dengan 'Inyik atau Umik' di Mesjid Kampung, beliau-beliau itu begitu wibawanya, tidak mungkin sembarangan kita bercanda dengannya. Kita hanya dipungut bayaran sukarela, gajinya bila dipikir, untuk uang transport saja jauh dari cukup, untuk mensiasatinya Inyik bersepeda, kalau Umik bisanya cukup berjalan kaki saja, tapi ilmu dan pengabdiannya jangan ditanya. Selain itu untuk anak didik, ada pula acara Didikan Subuh (DDS) sekali dalam sebulan, anak didik dipaksa Shalat Subuh jamaah di Mesjid dan diisi juga dengan agenda acara lainnya. Sekolah di MDA/TPA ini biasanya sepulang sekolah umum jam 2 s.d jam setengah 5 (setelah Shalat Ashar jamaah, ada yang mulai sorenya sampai maghrib menjelang Isya), 6 kali pula seminggu, tak mungkin kita ikut kursus lainnya). Anak-anak konsentrasi belajar Alqur-an dan Agama. Bukankah Nabi SAW, menyuruh kita untuk mengutamakan pendidikan agama anak terlebih dahulu sebelum pendidikan lainnnya, bukankah kita hanya perlu bersabar 3-4 tahun, sampai anak kita kelas 4-5 SD untuk belajar Alqur-an di Mesjid, sampai 'Khatam Alqurannya'. Tapi kini, banyak diantara kita sebagai orang tua lebih mengutamakan pendidikan lain, karena takut anaknya nanti kalah bersaing, susah mencari kerja dan lain-lain. Kadang kita berpikir anak SD mau kerja apa, mau menyaingi siapa. Padahal tidakkah terpikirkan oleh kita dari dulu kita juga belajar dan kursus Bahasa Inggris, toh hasilnya pas-pasan juga, apalagi kalau bidang kerja yang ditekuni tidak mendukung percepatan penguasaan bahasa ini. Hai Saudara, Sahabat. Mari ke Mesjid, mari kita serahkan Anak kita untuk belajar Alqur-an dan Agama di Mesjid. Wah itu kan kalau Mesjidnya ada Madrasah/TPA, bagaimana kalau tidak ada, bagaimana kalau Madrasah jauh dari rumah kita, bagaimana kalau Mesjidnya aliran apa, nanti anak saya kebawa bawa pula , tidak jelas pahamnya. Kata seorang Guru, salah satu penghuni Neraka paling banyak adalah karena Dosa Alasan, Wallahu'alam. Jakarta, 22 Ramadhan 1429 H/22 September 2009 --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---