Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS network

-----Original Message-----
From: "Indra Jaya Piliang" <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Tue, 9 Dec 2008 09:19:46 
To: forahmi<[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [forahmi] Fw: OMPAS] ” Kasus Tanah : Warga VS Negara” Dialog A ktual 
malam ini, jam 23 wib, di layar TVRI



Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS network

-----Original Message-----
From: "The Indonesian Institute" <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Tue, 9 Dec 2008 09:54:07 
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] ” Kasus Tanah : Warga VS Negara” Dialog A ktual 
malam ini, jam 23 wib, di layar TVRI


Dialog Aktual " Kasus Tanah: Warga VS Negara"
Selasa 9 Desember 2008, Pukul 23.00 WIB. Di layar TVRI
        
Narsum :
1. Ibrani SH, Praktisi Hukum
2. Usep Setiawan, Sekjen KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria)
3. Indra Jaya Piliang, The Indonesian Institute

Host : Chandra Sugarda

By www.theindonesianinstitute.com
http://dialogtheindonesianinstitute.wordpress.com/
Kritik dan saran : [EMAIL PROTECTED]

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkat juga kebutuhan
akan tanah. Tanah bukan hanya menjadi sumber kemakmuran dan kekayaan,
tetapi juga status sosial. Tuan-tuan tanah dikenal memiliki kedekatan
dengan penguasa.

Pada waktu peralihan zaman, sepanjang 1998-1999, warga berinisiatif
memasuki lahan-lahan yang dianggap tidak bertuan atau tanah-tanah
negara, perusahaan, ulayat dan hutan-hutan lindung. Okupasi tanah ini
terjadi di Sumatera, Jawa dan Kalimantan, juga daerah-daerah lain.
Bukan hanya di desa-desa, tetapi juga di kota-kota. Di sebagian
tempat, muncul konflik-konflik pertanahan. Konflik yang timbul tidak
hanya yang bersifat damai lewat sengketa di pengadilan tapi juga
kadang memunculkan kekerasan.  Baik konflik antar warga dengan warga
atau antara warga dengan aparat.

Salah satu kasus yang mulai naik ke permukaan adalah masalah
kepemilikan tanah di kenagarian Ganggo Mudiak, Kecamatan Bonjol,
Pasaman, Sumbar. Di daerah asal Tuanku Imam Bonjol ini, para warga
sepakat untuk menggarap hutan ulayat sejak tahun 1998. Hutan itu
ditanami kakao, durian, jeruk, karet, pisang dan tanaman lain.

Namun, apa hendak dikata, ketika buah-buahan itu sudah menghasilkan,
para pekebun ini diintimidasi oleh aparat Pemda Kab Pasaman. Lahan
seluas 200 hektar itu mulai sepi, karena petani-petani penggarapnya
ketakutan.

Nah, benarkah tindakan aparat Pemda? Bagaimana seluk beluk pertanahan?
Apakah warga tidak berhak atas tanah? Apa kata konstitusi? Bagaimana
posisi politik terhadap masalah tanah ini, dikaitkan dengan pemilu dan
pilpres? Kenapa parpol enggan bicara tentang land reform?

Saksikan dalam Dialog Aktual malam ini.


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke