*Bukan Yoyo ala SBY atau Gasing ala Mega, tetapi Politik Gaple Oleh E.S Ito *(www.esito.web.id)
Dua puluh delapan batu, puluhan batang kretek, dua gelas besar Teh Telur dan tentu saja selembar kertas sisa bungkus pak rokok lengkap dengan pulpen sebagai wadah pengukuh kemenangan. Sore hari pada lapau di persimpangan jalan nun jauh di lereng Bukit Barisan sana, para lelaki dari Negeri Kata-Kata menutup hari dengan hempasan batu domino sambil sesekali mengumpat gejala zaman yang samar tertangkap telinga. Tawa serak sesekali keluar diikuti makian lawan seberang meja. Bila sudah begitu, dua gelas besar Teh Telur mesti disediakan untuk sang jawara. Bermain gaple atau domino tanpa taruhan Teh Telur sama saja dengan makan duren tanpa ketan. Saya berasal dari negeri Kata-Kata. Kami menyambut kehidupan dengan kata-kata, sama panjangnya dengan ucapan perpisahan yang kami sampaikan pada saat melepas mayat di liang lahat. Sastra bagi kami adalah parade kata yang telah mengakar jauh dari zaman leluhur dulu semenjak mereka sadar, sebuah muslihat kata lebih berharga dari tombak dan panah. Itu sebabnya di negeri kami, sebuah kata bisa membunuh sebagaimana ia bisa mendatangkan pengharapan dan kehidupan. Di tengah-tengah masyarakat yang terlatih berkata-kata itulah domino atau gaple mengambil tempat. Bila kata menjadi senjata, maka gaple adalah batu untuk mengasah kemampuan siasat dan muslihat. Dulu sekali, saya sebagaimana bocah-bocah kecil lainnya, mengimpikan akan mewarisi meja kecil domino di lapau Pak Ciek Neh di simpang yang kami beri nama CB. Kami akan berkoar layaknya Sutan Juaro, berdehem ala Inyiak Basa, penuh muslihat seperti Majo Lelo dan tentu saja penuh perhitungan seperti Datuak Talungguak. Singkat kata, di usia dewasa nanti, di meja kecil lapau CB itu, kami akan menjadi idola. Tetapi sungguh sayang, saya terlalu cepat meninggalkan kampung. Berbeda dengan teman-teman kecil saya yang tetap bermukim dan sekarang sudah menjadi idola domino di lapau Bu Juna yang terletak di Simpang Ampek Rang Koto, saya tidak pernah berhasil menjadi pemain domino yang handal. Betul, di rantau ini saya masih gandrung bermain domino, tetapi kemampuan saya masih begitu-begitu saja. Sebuah kemampuan yang tidak akan pernah saya pertontonkan kepada si Kuri, Kojon, Ndeak dan bocah-bocah masa silam sepermainan. Selintas lalu, permainan gaple ini sungguh sederhana. Dua puluh delapan batu atau gacoan dibagikan kepada empat orang, masing-masing tujuh. Bukaan kartu, biasanya balak nol. Selanjutnya tinggal mencocokkan batu yang akan dikeluarkan dengan ujung kartu yang telah keluar. Kemenangan ditentukan oleh siapa yang menghabiskan atau menutup kartu paling cepat. Pecundang ditentukan oleh besaran akumulasi kartu tersisa. Sederhana seperti itu, mirip permainan cangkul di kartu remi. Apakah benar sesederhana itu? Tentu tidak, sebab kalau hanya seperti itu buat apa saya sampai harus memeras otak menurunkannya dalam bentuk tulisan ini. Candu gaple hanya akan bisa didapatkan bila permainan dilakukan berpasangan, main ber*mandan*, kata orang-orang di kampung saya. Dalam main bermandan inilah gaple menjadi serius sebab kita tidak hanya memikirkan kartu sendiri tetapi juga kartu Mandan dan lawan. Kita tidak bisa berusaha menutup sendiri tetapi juga menerka, apakah Mandan kita punya kartu yang lebih baik untuk lebih cepat dan telak menutup. Mandan abadi saya di rantau ini, setidaknya selama delapan tahun terakhir adalah Arif (si Codo). Dalam delapan tahun ini, kami telah menghadapi beragam lawan; mulai dari lawan serius seperti pasangan Weri yang sampai perlu membawa kalkulator untuk menerka dan menghitung kartu lawan, lawan seperti pasangan Aples yang hobinya mencari kesempatan untuk mengadu kartu mencuri poin, ada juga lawan seperti pasangan Hendri Lemes yang cukup kita forsir tenaganya dalam seperempat malam dia sudah menyerah atau bahkan jenis Romi dan Kuluk (yang men-cap diri Dewa Gaple van Aur Kuning) yang begitu presisi menerka batu kawan dan lawan. Syukur Alhamdulillah, dalam delapan tahun menghabiskan malam sampai pagi, permainan kami berdua tidak pernah berkembang. Dan pada malam-malam yang kami habiskan itu, saya lebih sering melempar batu domino kepada Mandan atau dia juga lebih sering memaki saya daripada lawan. Sungguh, Mandan yang menyebalkan (dan sekarang dia indehoy di London sana…??) Saya jadi ingat kata-kata Jean Paul Sartre, "Dalam sepakbola semuanya jadi rumit karena adanya pemain lawan", kalau boleh saya memberikan ungkapan juga dalam permainan gaple, "dalam gaple semuanya jadi rumit karena adanya seorang Mandan". Yang seringkali menimbulkan susah dalam gaple adalah jika Mandan kita punya batu balak yang nyaris mati, apalagi balak enam. Kita bisa menerka dia punya balak, lawan juga tahu itu. Setiap pancingan kartu yang kita gunakan agar balak Mandan bisa mendaki keluar terus menerus ditutup lawan, harapannya pada saat enam batu sudah keluar, tertutup sudah peluang si balak untuk keluar. Nah, yang paling celaka adalah mendapatkan Mandan yang ambisius, tidak ingat kartu mandannya. Karena terburu nafsu ingin cepat menutup sendiri, dia tidak segan-segan menutup balak mandannya sendiri. Mandan sebagaimana juga kawan karib adalah sisi paling rumit dari gaple. Bila mendapatkan batu yang bagus, kita bisa memainkan kartu lawan tetapi itu semua juga tergantung pada respon Mandan terhadap hempasan batu yang kita mainkan. Kepercayaan diri dalam permainan gaple hanya bisa dibangun dengan cara meragukan setiap batu yang dikeluarkan lawan. Terkadang, walaupun tidak selalu benar, kita harus berasumsi sebaliknya dari realitas batu yang keluar. Sedangkan kepercayaan kepada Mandan, hanya bisa terjadi apabila kita berani bertaruh mengorbankan diri untuk memberi jalan kepada Mandan menutup permainan. Dalam gaple, realitas benar-benar menjadi absurd, muslihat berkeliaran, pancingan tidak mesti harus berisi umpan dan yang terpenting, apapun yang terjadi; walaupun rumit jangan pernah kehilangan kepercayaan kepada Mandan (apalagi sampai melempar Mandan dengan batu domino seperti yang saya lakukan…..). Seburuk apapun batu yang didapatkan, tetapi bila hati sudah menyatu dengan Mandan, keadaan bisa diputarbalikkan. Poin paling mudah bisa didapatkan dengan cara mengadu batu di tengah permainan (kedua ujung batu sama, sementara tidak ada lagi batu dengan ujung sejenis bisa dikeluarkan) tetapi itu juga butuh syarat; kemampuan untuk mengkalkulasikan sisa batu di tangan mandan dan lawan. Bila tidak celaka lah, kita bisa di-naik-bulan-kan oleh lawan. (naik bulan : dalam satu babak, lawan langsung menghabisi kita 100-0, tanpa kita pernah membuat poin sekalipun) Bila sekarang para politisi kita sibuk bermain yoyo ala SBY dan gasing ala Megawati, saya jadi mengerti, pantas saja alam pemikiran mereka tidak pernah berkembang. Yoyo dan gasing, permainan anak kecil yang hanya butuh alat tetapi tidak perlu logika. Layaknya politisi butuh partai untuk jenjang legislatif tanpa program pemberdayaan. Yoyo dan gasing tentu tidak bisa diperbandingkan dengan gaple. Benar-benar lelucon, orang-orang berdasi yang wara-wiri di singgasana rakyat logikanya hanya sebatas yoyo dan gasing; tumbuh dewasa tetapi celaka, logika digilas singgasana. Lewat tulisan ini saya menghimbau mereka untuk membuang gasing dan yoyo, mari.., biarkan Dewa Gaple van Aur Kuning mengajarkan anda semua main gaple. Kenapa gaple? Karena gaple adalah permainan politik; muslihat dan siasat. Gaple dimulai dengan pertaruhan, pada saat batu-batu mulai dikeluarkan; karena belum bisa membaca gerak lawan kita bertaruh dengan batu yang dikeluarkan. Gaple dilanjutkan dengan analisa, membaca tren batu yang dikeluarkan Mandan dan lawan, kita mulai bisa membaca kartu yang mereka miliki. Gaple adalah solidaritas kepada kawan, kita akan melakukan apa saja untuk membuat Mandan kita aman. Bila batu kita tidak akan bisa diselamatkan, maka dengan mengorbankan batu sendiri, kita mati-matian membantu Mandan untuk bisa menutup duluan. Atau bila sebaliknya tahu batu Mandan sudah mati, segenap tenaga kita berupaya memenangkan permainan untuk kemenangan berdua. Gaple adalah masalah memberi bukan menerima. Dalam gaple, kita bisa membunuh lawan di tengah permainan dengan muslihat adu kartu. Pancinglah lawan untuk mengeluarkan kartu yang sama terus menerus, pada waktu yang tepat kita membungkamnya. Tetapi sebenarnya, filsafat paling dalam dari gaple, sebagaimana politik, adalah; bahwa semakin banyak batu yang kita miliki, semakin besar pula beban kita untuk mengeluarkannya. Dan bila beban yang besar itu tidak kunjung mampu kita keluarkan, kita akan menjadi terhukum di akhir permainan. Gaple dan politik sama saja, cukup diwakili dengan tiga kata ; muslihat, amanah dan solidaritas. Nun di lereng bukit barisan sana, lelaki dari negeri kata-kata tentu masih terus menghempaskan batu di sela-sela analisa sok tahu mereka tentang realitas dunia. Tawa gelak tentu sudah berganti mulut, tetapi yang tidak pernah berbeda adalah bahwa di negeri kata-kata masalah yang rumit seringkali berakhir jadi gelak tawa di meja domino. Dan kala adzan Maghrib berkumandang, semoga surau juga tetap tidak lengang. Ah, bila Einstein pernah berucap, Tuhan tidak mungkin bermain dadu. Mungkinkah Tuhan bermain Gaple? -- Miftah Sabri Sutan Mangkudun --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---