Assalamu'alaikum wr wb

Sato ciek bacarito mengenai Shalat dan Mesjid.
Shalat ditampek ambo tingga di Pondok Bambu,alhamduLILLAH lai ado pulo
mansajik nan dibangun swadana masyarakat.Nan Shalat mulonyo 'Isa dan apolai
Subuh iyo sekitar 7-10 urang mulo2 nyo sejak mansajik dipakai Mei 1987.Nan
sarupo itu sakitar 19 -12 tahun. Balakanganko lah batambah,Kini rato2
sakitar 35 urang.Mulonyo ambo heran disertai bersyuikur,batambahnyo
signifikan ,apolai Maghrib jo 'Isya.Tapi sasudah ambo caliek2 jama'ahko
tanyato dek karano lah banyak urang komplek nan pansiun.Dulu katiko mansajik
dibangun warga baumue sikitar 40 thn.Mansajik dibangun hampie bersamaan jo
komplek.AlhamduLILLAH mansajik kini punyo sekolah TK 4 kelas;S D Terpadu 12
kelas,T P A dan TKA sore hari.Dulu lawe tanah mansajik jo pakarangan
sekitar3 350 m,kini batambah laweh manjadi sakitar2500 m. Kini pengurus
Yayasan cukup repot jo urusan sekolah 2 tu,ya karano harus maningkekkan mutu
serta pengawasan keuangan.Sistim di Yayasan tu panguruih indak dapek imbalan
samo sakali.

Wassalam


hilman mahyuddin 65..

Pada 13 Februari 2009 13:43, Muhammad Dafiq Saib
<stlembang.a...@gmail.com>menulis:

>
>
> Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu
>
> Carito paisi ari Juma'at nan mudah-mudahan ado kagunono.
>
> Wassalamu'alaikum
>
> M.D.Saib St. Lembang Alam
> Asal: Koto Tuo - Balai Gurah - Bukit Tinggi
> 58 th / Jatibening - Bekasi
>
> *SHALAT DAN MESJID*
>
>
>
> Bahwa shalat itu lebih utama dilakukan di awal waktu sudah lama aku dengar.
> Sudah lama juga aku dengar bahwa shalat berjamaah itu lebih baik dari shalat
> sendirian. Sudah lama pula aku dengar, sudah sejak masa-masa sekolah sampai
> masa jadi mahasiswa, bahwa shalat berjamaah di mesjid itu adalah lebih baik
> bagi laki-laki. Tapi untuk melaksanakan shalat dengan kondisi paling utama
> seperti itu lain lagi ceritanya. Tidak selalu mudah.
>
>
>
> Sampai pada suatu hari di awal tahun 1991. Aku mendengarkan ta'lim dari
> seorang ustad yang waktu itu kami undang dari Dewan Dakwah Jakarta. Bahasan
> dalam ta'lim itu adalah mengenai keutamaan-keutamaan shalat. Ustad itu
> menyampaikan beberapa hadits Rasulullah SAW. Di antaranya tentang keutamaan
> yang nyaris merupakan kewajiban untuk mengerjakan shalat berjamaah di
> mesjid. Dalam sebuah hadits, kata ustad itu, Rasulullah SAW bersabda, *'Demi
> jiwaku yang ada di tangan Nya, sesungguhnya aku hendak rasanya menyuruh
> orang-orang membawa kayu, lalu terkumpul, kemudian aku perintah supaya
> orang-orang shalat, lalu diadakan adzan buatnya, kemudian aku perintah
> seorang mengimami orang ramai, kemudian aku pergi kepada orang-orang yang
> tidak hadir buat shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka buat kerugian
> mereka. Dan demi (Tuhan) yang diriku di tangan Nya, sekiranya seorang dari
> mereka mengetahui bahwasanya ia akan mendapat tulang yang berdaging gemuk
> atau daging dua rusuk yang baik, niscaya ia hadir di shalat isya.'*
>
> * *
>
> Begitu kerasnya anjuran Nabi SAW menyuruh pengikut beliau untuk mengerjakan
> shalat berjamaah di mesjid, meski tidak pernah sampai beliau membakar rumah
> orang yang tidak hadir shalat berjamaah.
>
>
>
> Penyampaian ustad dari Dewan Dakwah itu menyentuh dalam ke lubuk hatiku.
> Kami, empat orang peserta pengajian yang tinggal dalam komplek perumahan
> kantor berunding, untuk mendiskusikan bagaimana cara mengimplementasikan
> ilmu yang baru kami terima. Untuk pergi ke mesjid terdekat dari komplek
> perumahan kami berjarak sekitar dua sampai tiga kilometer. Kami mempunyai
> kendaraan. Harusnya tidak ada alasan untuk tidak mendatangi mesjid terdekat.
>
>
>
> Tapi kami masih menawar. Kami bersepakat untuk mulai mengerjakan shalat
> berjamaah berempat saja di sebuah mushala yang sudah tidak terpakai, yang
> diletakkan di pinggir lapangan olah raga. Bangunan mushala (port a camp)
> yang tadinya digunakan di lingkungan perkantoran kemudian dipindah sesudah
> sebuah mushala baru dibangun.
>
>
>
> Kami yang empat orang ini, dengan segenap daya berusaha untuk istiqamah,
> untuk selalu hadir berjamaah, terutama di waktu subuh, maghrib dan isya
> karena shalat zhuhur dan asar kami lakukan di mushala kantor. Alhamdulillah,
> dengan segala tantangan yang kami hadapi, untuk jangka waktu cukup lama kami
> berhasil. Sangat jarang kami tidak berjamaah (berempat) di mushala mungil
> itu. Kadang-kadang kami bawa serta istri-istri kami di waktu maghrib dan
> isya. Bahkan di hari-hari libur ada satu dua orang rekan lain yang datang
> ikut berjamaah di waktu subuh. Apa yang kami lakukan menjadi perhatian
> rekan-rekan sekantor yang lain. Umumnya mereka hanya jadi penonton, meski
> ada juga  yang berkomentar dan bertanya. Bahkan ada yang berkomentar
> miring, seolah-olah kami tiba-tiba berubah menjadi ekstrim di mata mereka.
>
>
>
> Berjamaah berempat di mushala di pinggir lapangan olah raga itu berlangsung
> selama lebih dari satu tahun. Suatu saat, seorang di antara kami berangkat
> untuk bertugas di luar negeri. Satu orang yang lain kelihatannya mulai  
> kecapek-an.
> Tinggallah hanya kami berdua orang saja. Nyaris berakhirlah kebiasaan
> berjamaah yang sudah dijalankan lebih setahun. Untunglah, kebetulan di
> komplek perumahan Pertamina dekat tempat kami tinggal, baru dibangun sebuah
> mesjid kecil. Ke sanalah akhirnya aku bergabung. Jamaah mesjid itu tidak
> banyak. Di waktu subuh hanya sekitar enam sampai delapan orang. Aku berusaha
> selalu hadir untuk shalat subuh, maghrib dan isya di mesjid kecil itu.
> Jemaah mesjid itu sedikit demi sedikit bertambah banyak. Terutama di waktu
> subuh. Beberapa teman sekantor yang lain, yang tinggal di komplek perumahan
> ikut pula bergabung. Kami latihan memberikan kuliah tujuh menit secara
> bergantian. Dan kami bergantian pula menjadi imam.
>
>
>
> Aku berusaha memelihara kebiasaan berjamaah ini walaupun aku pergi ke 
> kotalain. Misalnya ketika berada di kampung, di Bukit Tinggi atau di Pakan 
> Baru
> di saat cuti. Atau kalau sedang bertugas kantor dan menginap di hotel di
> Jakarta. Sekurang-kurangnya aku shalat di mushala hotel.
>
>
>
> Di akhir tahun 1993 aku pindah dari Balikpapan ke Jatibening Bekasi. Di
> komplek tempat tinggalku yang baru ada sebuah mesjid swadaya penghuni
> komplek. Mesjid yang terletak di tengah-tengah komplek itu sangat dekat dari
> rumahku. Aku selalu hadir untuk shalat berjamaah di mesjid itu. Jamaah
> subuhnya hanya sekitar delapan orang. Empat orang adalah tukang bangunan
> yang menompang menginap di mesjid. Sebagai pendatang baru, aku diterima
> cukup baik pada awalnya. Pada suatu subuh, aku ditawarkan menjadi imam. Aku
> menolak dengan alasan bahwa aku masih berstatus tamu. Bapak tua yang
> menawariku jadi imam itu setengah mendesak. Aku masih menolak dengan
> mengatakan bahwa aku tidak membaca qunut. Dia masih tetap menyuruhku maju
> dan mengatakan, tidak ada masalah, tapi tolong i'tidal (berdiri sesudah
> rukuk) kedua agak dipanjangkan. Akhirnya aku maju menjadi imam.
>
>
>
> Bulan puasa di sekitar bulan Maret di tahun 1994. Jamaah tarawih ternyata
> banyak sekali dan sebagian jamaah terpaksa shalat di beranda mesjid. Aku
> segera menemui keganjilan pertama. Jamaah laki-laki dan jamaah perempuan
> bersisian di dalam mesjid. Mesjid itu dibagi dua memanjang. Jamaah laki-laki
> di sebelah kanan dan jamaah perempuan di sebelah kiri. Di antaranya ada
> pembatas / sekeram dari kain.
>
>
>
> Di antara shalat tarawih dan witir ada kultum dari jamaah untuk jamaah. Aku
> diminta pula untuk ikut memberikan kultum. Aku sampaikan hadits Rasulullah
> tentang aturan saf laki-laki dan perempuan. Bahwa sebaik-baik saf untuk
> laki-laki adalah yang paling depan, sementara sebaik-baik saf untuk wanita
> adalah yang paling belakang. Aku jelaskan bahwa betapa beresikonya shalat
> bersisian antara bapak-bapak dan ibu-ibu yang hanya dibatasi selembar kain,
> padahal bapak dan ibu yang bersisian bukan muhrim.
>
>
>
> Orang yang dituakan di mesjid ini dapat menerima yang aku sampaikan. Tapi
> tidak demikian halnya dengan beberapa orang jamaah lain. Pada suatu
> kesempatan yang aku tidak hadir bertarawih, si pemberi kultum menghujat
> dengan kata-kata pedas. Siapa itu orang baru yang sok sekali itu, katanya.
> Baru datang sudah merobah-robah aturan dan mengatur-atur. Kebetulan ada
> adikku yang hadir mendengarkannya dan menyampaikan isi kultum itu kepadaku.
> Maksudnya, agar aku jangan terlalu frontal mengoreksi kebiasaan-kebiasaan
> masyarakat komplek.
>
>
>
> Selama bulan puasa tahun pertama itu posisi jamaah laki-laki dan perempuan
> bersisian tetap berlanjut. Barulah tahun berikutnya berubah menjadi
> laki-laki di depan.
>
>
>
> Aku selalu hadir shalat berjamaah di mesjid itu. Shalat yang manapun,
> selama aku ada di rumah ketika masuk waktu shalat. Waktu akan shalat zhuhur
> dan asar di hari Minggu seringkali pintu mesjid terkunci dan aku shalat di
> beranda mesjid.  Aku ajak pemuka mesjid mengadakan diskusi mingguan dengan
> menggunakan buku rujukan, misalnya kitab hadits shahih untuk membahas
> hal-hal ringan dan perlu-perlu. Alhamdulillah, orang yang paling dihormati
> di mesjid itu mau menerima ajakan tersebut. Meskipun diskusi seperti itu
> segera saja jadi tidak disenangi, ketika beberapa kali yang dibahas
> menyangkut hal-hal yang selama ini sudah dilakukan di mesjid ini. Contohnya
> seperti pengaturan saf.
>
>
>
> Aku kritik pula kebiasaan melantunkan shalawat badar di antara azan dan
> iqamat, pada hal orang sedang mengerjakan shalat sunat. Silahkan
> bershalawat, kataku, tapi jangan sampai mengganggu urang yang sedang shalat
> (sunat). Orang yang sedang shalat itu sedang berusaha khusyuk dalam
> shalatnya, akan terganggu oleh lantunan shalawat badar yang menggunakan
> mikrofon.
>
>
>
> Meskipun ada di antara jamaah itu yang terang-terangan menunjukkan
> ketidak-senangan terhadapku, aku berusaha santai saja.  Tidak ada niatku
> untuk melayani dan mencari musuh. Bukankah mesjid tempat beribadah yang
> utama?
>
>
>
> Jamaah shalat subuh tetap tidak lebih dari sepuluh orang dan sebagiannya
> adalah para tukang. Penghuni komplek yang ikut berjamaah hanya  empat -
> lima orang dan itupun tidak semuanya secara berkesinambungan. Ketika
> shalat maghrib lumayan banyak yang ikut, bisa sampai belasan orang sementara
> shalat isya jumlahnya kembali berkurang. Karena aku selalu hadir lebih awal,
> seringkali akulah yang jadi imam.
>
>
>
> Tanpa kusadari, ada kecenderungan jamaah dari warga komplek bertambah satu
> demi satu. Ini semata-mata karena hidayah Allah SWT. Aku tidak pernah
> sekalipun mengajak orang perorangan untuk ikut berjamaah, kecuali pada
> kesempatan kultum, aku sampaikan betapa baiknya seandainya kita bisa hadir
> berjamaah ke mesjid.
>
>
>
> Pada saat pergantian pengurus mesjid, aku dipilih dan diangkat untuk
> menjadi ketua pengurus. Kami perbaiki sedikit demi sedikit kegiatan di
> lingkungan mesjid. Taman Pendidikan Al Quran yang sebelumnya sudah ada lebih
> diintensifkan lagi. Kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan pengajian mingguan,
> majelis ta'lim ibu-ibu lebih ditingkatkan. Aku ajak jamaah yang sudah mulai
> juga bertambah untuk berdiskusi sekali seminggu.
>
>
>
> Dari salah satu diskusi (setiap diskusi selalu dengan menggunakan kitab
> rujukan) kami sadari bahwa mesjid harus mempunyai imam shalat rawatib tetap.
> Jadi bukan imam bergantian karena senioritas. Maka kami adakan pemilihan
> imam yang melibatkan jamaah shalat tarawih (karena biasanya jumlahnya lebih
> banyak). Aku dipilih menjadi imam tetap. Tentu saja ada juga imam pengganti,
> yang akan menjadi imam kalau imam tetap berhalangan.
>
>
>
> Alhamdulillah, sekali lagi alhamdulillah. Jumlah jamaah itu selalu
> bertambah. Puncaknya, pernah kami shalat subuh dengan 70 orang jamaah
> laki-laki dan tiga puluh orang jamaah perempuan. Walaupun ada sedikit
> penurunan sesudah itu. Karena ada beberapa dari mereka yang sudah meninggal
> dunia ataupun pindah ke tempat lain.
>
>
>
> Ada-ada saja kejutan bagiku menyaksikan pertambahan jumlah jamaah. 
> Adabapak-bapak yang sering berpapasan denganku ketika aku pulang dari shalat
> subuh, beliau dalam pakaian olah raga, berjalan kaki di pagi buta. Kami
> saling bertegur sapa. Suatu saat, tahu-tahu beliau hadir di mesjid dan sejak
> itu jadi jamaah tetap mesjid. Ada yang berdiskusi denganku di tempat jaga
> malam, ketika dulu, di tahun 1998 kami ikut ambil bagian dalam pengamanan
> komplek. Dia bertanya bermacam-macam hal, seperti bagaimana hukumnya main
> gaple meski tidak bertaruh. Dibumbuinya pula, bukankah orang Padang sangat
> hobi main domino alias main gaple. Aku jawab tidak ada apa-apa, selama
> tidak terjadi apa-apa. Dia bingung dan bertanya apa maksudku. Aku suruh dia
> membayangkan, bagaimana seandainya, jika Allah berkehendak, dia menemui
> ajalnya di meja gaple itu? Mungkin karena serangan jantung? Tidakkah dia
> berpikir, hal itu akan sangat memalukan di hadapan Allah kelak?  Bapak itu
> terdiam. Beberapa hari kemudian dia muncul di mesjid, ikut berjamaah.  
> Adayang baru diangkat jadi ketua RW, berpidato, menyampaikan ajakan kepada
> pengurus mesjid untuk bahu membahu menjaga dan membangun komplek. Waktu aku
> juga diminta mengucapkan pidato, aku hanya mengajak bapak ketua RW itu untuk
> ikut berjamaah ke mesjid dan dengan cara itu insya Allah kerja sama itu akan
> berjalan dengan sendirinya.  Dan diapun ikut ke mesjid sejak itu.
>
>
>
> Untuk istiqamah menegakkan shalat berjamaah memang perlu tekad dan
> perjuangan pribadi. Di antara penghuni komplek ada yang masih dalam taraf
> berusaha tapi belum berhasil. Aku melihat mereka mencoba hadir untuk
> beberapa lama, lalu kemudian kembali gagal. Mudah-mudahan saja suatu saat
> mereka berhasil.
>
>
>
> Waktu aku mula-mula datang di komplek ini aku pernah mendengar  ada
> anak-anak warga komplek yang terlibat narkoba. Alhamdulillah sekarang sudah
> tidak ada lagi kegiatan seperti itu. Mungkin juga karena remaja 15 tahun
> yang lalu sekarang sudah jadi bapak-bapak pula. Tapi paling tidak mereka
> itupun, tidak ada lagi yang terlibat dengan barang haram itu.
>
>
>
> Dulu ada rumah khusus tempat bapak-bapak bergadang main gaple sampai pagi.
> Sudah lama kegiatan itu berhenti. Penghuni rumah khusus itu sudah pindah dan
> sebagian besar pesertanya sekarang adalah jamaah tetap mesjid.
>
>
>
> Aku sangat menikmati lingkungan tempat tinggalku sekarang ini. Dengan rasa
> persaudaraan dan kekompakan yang tinggi di antara sesama warga. Dan jamaah
> mesjid yang juga sangat bersemangat. Jumlah zakat maal kami bertambah dari
> tahun ke tahun. Jumalah hewan kurban yang kami potong bertambah setiap
> tahun. Kami berusaha untuk selalu perduli dalam masalah sosial. Kami
> menyumbang dari kantong-kantong pribadi untuk mereka yang terkena musibah
> dimanapun mereka berada. Terakhir kamipun menghimpun sumbangan untuk
> dikirimkan kepada kaum Muslimin di Gaza.
>
>
>
> Mudah-mudahan Allah selalu menunjuki kami dan menjadikan kami senantiasa
> mampu untuk tetap istiqamah.
>
>
>
>
>
>
> *****
>
>
>
> >
>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke