Dear Pak Arnoldison dan Majelis RN Yang Mulia, 1. Sungguh suatu analisa induktif yg menarik.
2. Saya tdk mempunyai keahlian sama sekali dlm bahasa, namun demikian saya sangat tertarik dgn aspek politik-bahasa yg tersirat dlm tulisan itu. Utk itu, saya mohon ijin utk duduk manis menunggu pencerahan dari Bpk dan semua anggota Majelis RN. 3. Sambil duduk manis, maka saya juga mohn ijin utk mencuatkan kasus Bahasa Inggris yg telah mendunia. Singkat cerita, berbagai negara yg menggunakan Bahasa Inggris pun (sbg hasil kolonialisasi) saat ini akhirnya menggunakan Bahasa Inggris itu dlm cara yg sdh melampaui batas dikotomi dialek (alias sdh mengarah pd bahasa tersendiri). Bhs Inggris di Afrika brgkali bisa menjadi contoh. Dengan demikian brgkali bisa disimpulkan bhw diaspora bahasa (dlm konteks politik bahasa) rupanya mempunyai siklus yg "unik",....yg kalau di singkat kira-kira : bangga bhs bisa dikuasai bangsa asing, ....terjadi komunikasi yg "lebih baik".......dst...dst......penetrasi kolonialisme menjadi lebih berhasil melalui intruder bahasa......bangsa dijajah.......dan pemilik bahasa pun mati. Di sisi lain, dlm konteks persatuan maka barangkali sejarah Bahasa Esperanto di Eropa juga menarik utk kita simak. Rasanya setelah 50 thn dibangun nampaknya bahasa tsb belum juga berkembang. Salam, r.a. Powered by Telkomsel BlackBerry® -----Original Message----- From: Arnoldison <arn...@spij.co.id> Date: Wed, 8 Apr 2009 18:04:12 To: <RantauNet@googlegroups.com> Subject: [...@ntau-net] Dunia Melayu Dan Intelektualitas Bahasanya Dunia Melayu Dan Intelektualitas Bahasanya Oleh Wan Syaifuddin, M.A., Ph.D. Bebebrapa bulan yang lalu saya menulis tentang Wacana Intlektualitas Kesusasteraan. Ada beberapa kritikan dan tanggapan yang saya terima atas tulisan itu. Dari tanggapan tersebut, ada yang berharap agar dibicarakan juga prespektif intlektualitas bahasa Melayu. Harapan ini cukup menarik karena dalam rentang perjalanan saya selama dua puluh tahun mengkais-kais kemelayuan, saya merasa hanya memperoleh kajian kebahasaan Melayu tidak mengacu dan menoleh jiwa keperibadian budaya Melayu serta tidak menghubungkan dengan perubahan nilainya Ada kesan kajian yang dilakukan, sebagian besar hanya membahas fonem, kalimat, dan kata atau sejenisnya. Apa-agi hasil penelitian yang dilakukan di Indoneisa. Hanya beberapa pengkaji yang melihat jiwa keperibadian budaya Melayu dalam bahasanya. Antara-nya kajian Prof. Dr. T Amin Ridwan (lihat dua buku Beliau yang terakhir). Kajian Beliau berprespektif menghubungkan perubahan nilai budaya bahasa Melayu dengan kepentingan dunia global. Dalam tulisan ini secara ringkas, saya akan menyimak dan mema-hami perjalanan sejarah dunia Melayu dan perubahan nilai dalam mengkaji bahasa Melayu, tentu demi menyosong masa depannya. Berdasarkan beberapa hasil kajian para sarjana tentang dunia Melayu, secara sederhana ada dua hal yang menarik dalam dunia Melayu. Pertama, elastis dunia Melayu terhadap benturan perkembangan zaman. Dalam penemuan Syed Naquib Al-Attas ( 1999:51) sebelum abad ke XV era metafisik mendominasi kehidupan dunia Melayu karena pengaruh Pra Hindu dan Animisme. Selain itu, pengaruh Islam dengan mudah pula diakomudikr oleh dunia Melayu. Pada saling pengaruh ini, dengan mudahnya manusia Melayu dapat menyesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam. Ajaran-ajaran Hindu dan Animisme dengan mudah juga dapat hadir dalam perilaku manusia Melayu sekalipun nilai-nilai Tauhid dalam Islam meletakkan beda yang nyata antara Islam dan yang bukan Islam. Syed Naquib menyatakan dua ajaran yang saling bertentangan ini mengisi dunia Melayu bergantian tanpa menimbulkan konflik akan tetapi muncul dalam kehidupan sinkritisme. Pengaruh dan penyesuaian itu memperkukuh tentang fakta bahwa ketika Lingga Riau dan disertai juga oleh kerajaan- kerajaan di Sumatera Timur, seperti negeri Serdang meletakkan dominasi Islam di atas metafisik, dunia Melayu melentur dengan mudah terhadap etika dan estetika Islam. Maka, para sarjana bersefakat bahwa pada saat nilai metafisik dan Islam ini bersentuhan dengan rasionalisasi Barat, justeru dunia Melayu membentuk agama dan adat-istiadat sebagai benteng. Perilaku ini dapat dianalogikan dengan sifat bahwa seolah-olah dunia Melayu dunia introvers. Kedua, Dunia Melayu adalah dunia fungsional. Tidak terdapat korelasi antara luasnya imperium Melaka dengan luasnya jalur perdangangan. Kenyataan ini terbukti dengan tidak adanya lahir karya-karya yang besar kecuali sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah pada zaman keemasan Melaka. Tidak ada karya-karya besar kecuali Hikayat Siak yang merupakan modifikasi sejarah Melayu yang dihasilkan oleh kerajaan Siak. Di Sumatera Timur pun hanya tercipta Hikayat Deli pada rentang waktu itu. Karya-karya sastra Melayu justeru terhasil lebih banyak setelah kerajaan-kerajaan Melayu, seperti JohorLingga diputuskan oleh penjajahan dan saat-saat pemakzulan sultan. Realita ini menunjukkan fakta bahwa dunia Melayu dikotomi, satu pihak meletakkan esensi di atas bentuk akan tetapi dipihak lain meletakkan bantuk di atas esensi. Dapatlah dikotomi yang demikian dihadapkan pada politik pandangan ke timur yang menjadikan Jepang sebagai model ketika itu. Menyimak keadaan yang demikian tentu mewujudkan nalar bagaimana bila kita mengangkat dunia Melayu dengan pendekatan esensi bukan pendekatan struktur. Sebab struktur dunia Melayu adalah akar-akar antroppologi Melayu yang membentuk bawah ambang sadar Melayu, suprasistem kultur dan tak ada konotasinya dengan dunia lepas atau luar. Dengan pendekatan ini dunia Melayu diidentikkan dengan adat-istiadat, agama Islam, dan bahasa Melayu. Latar belakang adat-istiadat adalah metafisik, bentuk dan keterpakaian adat istiadat bergantung pada stratifikasi social, tempat, dan waktu. Menurut saya dapat dikatakan untuk menegakkan adat-istiadat secara total dalam keberbagaian resan dan puak Melayu, samalah menegakkan benang basah dalam era modern ini. Bagaimana dengan dunia Islam ? Islam sebagai orientasi dunia Melayu pada zaman Melaka dan pada zaman Lingga. Islam dapat dipakai sebagai orientasi karena stratifikasi budaya Melayu bersifat local dan lebih rendah dari apa yang dicapai oleh dunia Islam. Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa dua abad sebelum Islam masuk ke Melaka Salahuddin telah dikalahkan, bersamaan dengan ini segala kultur Islam yang tinggi ke Ba-rat. Umat Islam dengan segala kebekuan gagal untuk meng-aktualisasikan nilai Islam dalam kehidupan social hingga jadilah ia nilai-nilai yang beku dan menurut saya dapat juga dikatakan sebagai nilai-nilai yang dogmatis. Artinya membaca situasi inilah Barat mulai dengan masa reinesancenya, sekaligus menimbulkan nafsu serakah kolonial. Galkasi Guternberg menyebabkan ilmu pengetahuan di Barat diresditribusikan dengan cepat. Penemuan kompas dan mesiu melampiaskan nafsu kolonial Barat ke Timur. Ratusan tahun dunia kerajaan Islam tidak lagi dapat digunakan sebagai orientasi. Oleh itu, kejatuhan Melaka justeru lebih memperkuat intropeksi manusia Melayu untuk lari ke dalam tembok adat- istiadat dan agama. Dengan demikian menurut Mustafa (2001:23) era Lingga adalah suatu bukti yang keliru jawaban dari dunia Melayu terhadap kolonial. Mempelajari pengalaman sebagaimana Jepang dapat se-lamat dari kolonial oleh karena Shinto bukan lagi orientasi, akan tetapi sebagai motivasi. Artinya oreientasi Jepang adalah Barat karena untuk menyelamatkan tradisi dan agama. Oleh karena itu sebab masa Melaka dan masa Lingga telah berlalu. Maka, era metafisis dan theologies telah berlalu. Sebaliknya era positifis telah lama dimulai di negara maju. Maka timbul pertanyaan dapatkah dunia Melayu diselamatkan oleh era ini ?. Membaca, mempelajari, dan menyimak benturan dan akumulasi keadaan di atas menurut saya tinggalah kartu terakhir untuk menyelamatkan dunia Melayu yakni bhasa Melayu. Dalam dunia Melayu manuskrif yang menjadi kajian di puluhan negara, dimana belasan ribu naskah Melayu tersimpan adalah benda-benda yang mati. Akan tetapi jiwa manusia Melayu terkandung di dalamnya. Dengan bahasa ini pengetahuan dapat diserap sebanyak-banyaknya (sentrifugal) dan dapat pula disebarkan seluas-luasnya (sentripetal). Kemudian belajar dari perjalanan sejarah di atas pula menggambarkan bahwa bahasa sebagai sublimasi kultur dapat menampilkan dan berbicara dengan dunia luar sekaligus membentuk manusia Melayu sebagai struktur. Oleh itu, bahasa inilah yang tinggal sebagai alat untuk menyelamatkan dunia Melayu, sebagaimana sejarah tahapan-tahapan bahasa pun membayangkan tingkat perkembangan budaya Melayu. Sejarah juga menunjukkan bahwa bahasa Melayu dimulai dari meta komunikasi menuju kosa kata yang mempunyai kekuatan magis sebagai era mestafisis dilanjutkan dengan etika dan estetika Islam. Akan tetapi keseluruhannya menggambarkan bahwa wajah bahasa Melayu masa kini adalah wajah bahasa ekspresif. Ia sebagai tumpuan afeksi-asfeksi emosional. Bahasa Melayu adalah bentuk bahasa metafisis, theologies, etis, dan estetis, tetapi sangat miskin dengan bentuk bahasa logis sebagai dasar bahasa rasional. Melihat bahasa Melayu masa kini samalah dengan benteng yang tebal. Selama puluhan tahun kajiannya di Indonesia dan Malaysia berjuang. Ujungnya hayalah sesuatu kekuatan politik yang menggunakan bahasa ini sebagai bahasa nasional. Kemampuan bahasa ini sebagai lintas ilmu tidak di fungsikan. Ironinya bahasa ini tidak mampu berkembang karena pandangan manusia Melayu bukan ke depan, akan tetapi kebelakang, bernilai arkhais, bernilai magistral. Sehubungan dengan itu, dalam konteks pemikiran yang global bahasa Melayu mempunyai kesempatan yang besar, bila ia mau disentuh oleh perkembangan filsafat analis di Barat. Berbagai dialektis analis seperti Roussel, Witgenstein, Ayer telah memberikan sentuhan filsafat pada bahasa, Levistrauss dengan strukturalisnya, dan Sausure telah membuka lapangan kajian linguistik modern terhadap hal inilah sentuhan-sentuhan ini harus dilaksanakan. Kemudian dalam konteks teori studi-studi sejarah sebagai- mana bahasa dapat digunakan sebagai lintas ilmu pengeta- huan telah pula disumbangkan oleh reformasi Barat, Haskalah dan Meiji, ketiga-tiganya meletakkan supremsasi bangsa ini. Oleh karena itiu sewajarnya wujud pertanyaan akankah kita berbalik pada manuskrif Melayu kuno saja. Seharusnya kita melangkahkan kaki ke hadapan memberikan sentuhan dialektis analis pada bahasa Melayu yang kita genggam masa kini. Politik bahasa Indonesia dan Malaysia sebagai kelanjutan bahasa Melayu bukan titik akhir akan tetapi titik permulaan untuk mencapai tujuan lebih besar yakni mengangkat stratifikasi bangsa. Melalui kemampuan bahasa sebagai lintas ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah bahasa Melayu memerlukan sentuhan bahasa universal, bahasa Melayu masa kini memerlukan nilai-nilai baru yakni nilai-nilai filsafat dialektis, psikologis, sosiologis, antropologis yang akhirnya mewujudkan positifis dalam dunia Melayu. Bagaimana akhirnya haruslah kita akui bahwa hubungan organic, hubungan kekerabatan yang merupakan tali pengikat manusia Melayu telah berlalu. Kini terwujudlah suatu hubungan mekanik yang semata-mata berdasarkan esensi dan fungsi. Dalam hal ini identitas akan mengalami transformasi ke eksistensi. Melalui media rasionalisasi inilah nilai seni, agama, akan turut mengalami transformasi kepada nilai ekonomi dan teknologi. Pada saat nilai ekonomi tidak lagi ditentukan oleh sumber daya alam, akan tetapi sentuhan-sentuhan teknologi tinggi. Maka hanya nilai unipotensi yang menentukan suatu bangsa, yakni teknologi. Menyimak hal itu, menurut saya perjuangan utama kita pada masa kini adalah mentransformasikan nilai-nilai ekspresip bahasa Melayu menuju ke bahasa logika. Hanya dengan warna bahasa logis segala nilai ilmu pengetahuan dapat diserap dan dapat direstribusikan ke segenap penjuru dunia Melayu, sehingga kita dapat keluar dari kemelut kebodohan dan kemiskinan serta menjadi stratifikasi bangsa ini menjadi stratifikasi terbilang. InsyaAllah. (eli) --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---