Dear Bu Evy dan Majelis RN Yang Mulia, 1. Terima kasih atas pencerahan Bu Evy. Alhamdulillah rasanya saya dapat membayangkan pejelasan Ibu, dan rasanya ada pula paham yg saya dpt. Namun demikian, rasanya saya masih ragu akan 4 tingkatan Bahasa Minang.
2. Saya sdh mencoba mencari kembali posting Buya HMA, tapi gak ketemu, begitu juga dgn posting Pak Suryadi juga sdh gak ketemu lagi. Maaf, brgkali karena sdh tlalu banyak email shg tidak teliti dlm mencari. 3. Dlm konteks "tingkatan bahasa", .....dlm segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya ttg ilmu bahasa,.....rasanya barangkali kesimpulan kita sama atas adanya tingkatan bahasa pd Bhs Jawa (kromo inggil s/d ngoko),......pd Bhs Ambon, pd Bahasa Toraja (yg mereka identifikasi dgn istilah bahasa hari s/d bahasa tanah),......pd Bahasa Jerman (umgang sprache - hochsprache),......ataupun pd Bahasa Inggris (common english - old english). Namun demikian, dinamika dan kekayaan khasanah serta kosa kata dlm Bhs Minang barangkali sebaiknya tidak kita dikotomikan sebagai tingkatan bahasa. 4. Salah satu kekaguman saya yg luar biasa pd Adat dan Budaya Minang (dlm hal ini adlh bahasa sbg elemen adat dan budaya) adalah karena dinamika, khasanah, dan kekayaan kosa kata Bhs Minang adalah DIPERUNTUKAN bagi SEMUA ANGGOTA MASYARAKAT nya. Sedangkan terminologi "tingkatan bahasa" umumnya adalah selalu berkorelasi kuat atas "jiwa" feodalisme yg ada dlm masyarakat pemilik bahasa tsb (selain aspek gramatik sebagai variabel yg umum dipakai dlm klasifikasi) Semua anggota masyarakat BOLEH menggunakan khasanah dan kosa kata yg dimiliki Bahasa Minang,.....semua org boleh berpola berpepatah-patitiah, berpola "mandaki-malereang", berpola "basayok-cipeh cimeeh" (baik dlm keseharian.....ataupun dlm prosesi adat dan budaya),......dan "basayok" nyo samo,.....papatahnyo samo,...dst dimana pola kesamaan ini adalah TIDAK TERJADI pada tingkatan Bhs Jawa (misalnya). Itulah mengapa saya lebih cenderung utk berpendapat bhw dinamika, khasanah dan kekayaan kosa kata Bhs Minang adalah TIDAK DITUJUKAN utk menggambarkan tingkatan bahasa. Bagi saya, di situlah kehebatan dan kemuliaan budi nenek moyang org minang. Sungguh LUAR BIASA dan ADI LUHUNG. 5. Perihal dewasa ini semakin sedikit anggota masyarakat yg mengenal ataupun menguasai pepatah petitih (dimana disisi lain masih dijaga oleh para niniak mamak),...... ataupun semakin miskinnya kosa kata masyarakat Minang (baca juga dlm arti semakin banyak kosa kata minang yang jarang dipakai),.....maka itu hanyalah menggambarkan dinamika "degradasi bahasa" belaka (yg juga merupakan masalah umum dlm berbagai bahasa daerah lainnya). 6. Satu hal lagi, rasanya cukup banyak kasus sejarah dunia yg menggambarkan bhw ternyata tingkatan bahasa adalah menjadi salah satu "pangka-bala" terjadinya fragmentasi yg berujung pada kehancuran kaum dan bangsa itu. Utk itu, brgkali kita perlu hati-hati dan teliti sebelum mencanangkan bhw ada "tingkatan bahasa" dlm adat dan budaya Minang. 7. Apapun itu, ......seperti yg telah saya akui pd awal perspektif saya dlm ikut berdiskusi dlm tema ini,.....saya sesungguhnya tidak punya pengetahuan sedikitpun dlm bidang bahasa,......untuk itu saya mohon pencerahan dari Ibu dan segenap Majelis RN Yang Mulia. Salam, r.a (Lagi duduk antri utk nyontreng disebelah seorang nenek yg bertanya : "anak ada pada nmr berapa ?") Powered by Telkomsel BlackBerry® -----Original Message----- From: Evy Nizhamul <hy...@yahoo.com> Date: Wed, 8 Apr 2009 16:47:07 To: <RantauNet@googlegroups.com> Subject: [...@ntau-net] Re: Ba-Kau, ba-kamu, atau ba-elu, ba-aden, ba-aku, atauba-gw Salam sanak Ricky yang energik, Saya tidak menyangka jika sanak menyapa dengan " dear Ibu Evy ". Begitu sapa keakraban yang disampaikan sanak di palanta ini. 1. Rasanya sebulan yang lalu ada diskusi tentang " sejarah tutur lisan minangkabau " yang pencerahan kita peroleh dari Buya Mas'oed atas pertanyaan sanak kita di rantau Pak Jamaludin Mochyidin. Intinya dapat kita simpulkan bahwa : - Minangkabau memiliki tingkatan pula dalam bertutur yang tinggi. Sehingga bagi kita yang besar di rantau seperti Sanak Ricky katanya "mangarinyiak" dulu baru paham apa yang di disampaikan oleh lawan bicara kita. Rasanya ada 4 tingkatan dalam kita bertutur itu. 2. Di RantauNet ini kita akan menemukan 4 kategori orang yang bercakap-cakap. Diantara tutur kesantunan yang tinggi - sering disampaikan oleh Datuk - datuk kita. Seperti " Manolah datuak ambo.......dstnya. Indah jika kita membacanya .. dan enak didengar.... Jujur saya jarang mendengar percakapan resmi dengan cara berbahasa minang - kecuali di perhelatan - perhelan namun tidak dikalangan adat seperti pengangkatan Datuk atau penghulu. Pingin juga sih... untuk mendengar dan mengamati tutur Datuak -datuak awak kalau berpidato. 3. Di Cimbuak pernah diadakan " Pasambahan di Palanta Cismbuak " yang reportasenya sudah saya posting di blog Bundokanduang atau di Cimbuak sendiri pernah saya posting pula. Tujuannya adalah agar generasi muda memahami khazanah bertutur lisan di Minangkabau. 4. Saya pernah terkaget -kaget ketika add Iffah berpuisi dengan menggunakan kata " waden". Ketika itu spontan saya berkata ; waduh... kok co iko aku ngomong di rumah kala aku kecil dulu - sudah pasti kanai lado dek Mande.... Karena saya ndak paham saya tanya sama kenalan saya " orang Bukittinggi" . Memang demikian Uni... jika kami orang Bukittinggi - memanggil diri "waden" untuk menunjukkan tingkek lawan bicara sejajar...- 5. Doeloe sekali ketika sangkek ketek ( 40 tahun) yang lalu- saya sering mendengar kakak-kakak sepupu saya yang masih gadis pernah ber - waang ke pada teman padusinya. Rupanya itu adalah bahasa " okem" di Kota Padang Zaman dulu. Entah ya... untuk masa kini. 6. Nah... bagi sanak Ricky yang juga gadang di rantau - rasanya akan garing bukan ? jika menggunakan kata " Elu " atawa gue.. Apalagi jika berkomunikasi dengan teman sesama IPBnya. Tapi awas......jika sanak Ricky ber "elu ber gue" di palanta ini - nanti saya " Lado muncuangnya. Ha... ha.... bercanda eh bagarah..... Nah kembali pada subject milist - dalam rangka romantisme berminang - minang , bisa saja di keseharian orang - orang rantau kan menyebut yang demikian kepada lawan bicaranya. Terserah elu deh.... diganti terserah waang lah... Juga bisa saja "Terserah pendapat gue dong....? diganti tasarah di wakden lah.. Semuanya itu adalah ketika lawan bicaranya se umur ..... Tentu ndak pantas jika saya bertutur dengan sanak Ricky seperti itu bukan...?? Terlebih dan terkurangnya mohon dimaafkan. Mari kita nyontreng hari ini dan selamat menyontreng...... Wassalam, Evy Nizhamul (Tangerang, suku Tanjung, asal : Kota Padang) http://bundokanduang.wordpress.com --- On Wed, 4/8/09, avenzor...@yahoo.com <avenzor...@yahoo.com> wrote: From: avenzor...@yahoo.com <avenzor...@yahoo.com> Subject: [...@ntau-net] Re: Ba-Kau, ba-kamu, atau ba-elu, ba-aden, ba-aku, atauba-gw To: RantauNet@googlegroups.com Date: Wednesday, April 8, 2009, 8:13 AM Dear Bu Evy, dan Majelis RN Yang Mulia, 1. Kalau tidak salah satu tulisan Pak Suryadi pernah menyinggung tingkatan bahasa di Minang. Maaf lupa pd posting yg mana (kalau tdk salah saat itu beliau menyinggung ttg kromo inggil di jawa). 2. Saya juga tertarik utk mengetahui itu. Mohon kiranya pencerahan dari Pak Suryadi. Salam, r.a.Powered by Telkomsel BlackBerry®From: Dewi Mutiara Date: Wed, 8 Apr 2009 05:06:42 -0700 (PDT) To: <RantauNet@googlegroups.com> Subject: [...@ntau-net] Re: Ba-Kau, ba-kamu, atau ba-elu, ba-aden, ba-aku, atau ba-gw Ass.Wr.Wb. aduh ..Ozi sorry ya saya gak tau kalau anda itu padusi. mengenai panggilan kau ,waang tergantung dari kecilnya kebiasaan dalam rumah masing-masing dan kedengarannya kasar atau tidak juga dari kebiasaan, kalau saya dirumah dari kecil tidak pernah orang tua saya pakai kau atau waang walaupun ibu saya dirumah selalu berbahasa minang, saya tidak bisa mengatakan itu kasar atau tidak, setelah saya tinggal di Padang waktu kuliah antar sesama teman biasa saya dengar misalnya ...dari ma ang tadi lah lamo den tunggu. Kedengaran enak karena bicaranya tidak sambil marah , atau urang dipasa batanyo mambali apo kau piak, tidak kasarkan karena itu kebiasaannya. Seumpama ibu saya yang berkau atau waang itu mungkin sedang marah besar ,karena tidak biasa kita dengar dirumah. demikian ya Ozi yang bisa saya sampaikan. wassalam. Dewi Mutiara.suku Sikumbang. --- On Wed, 4/8/09, ozidateno <ozidat...@yahoo.com> wrote: From: ozidateno <ozidat...@yahoo.com> Subject: [...@ntau-net] Ba-Kau, ba-kamu, atau ba-elu, ba-aden, ba-aku, atau ba-gw To: rantaunet@googlegroups.com Date: Wednesday, April 8, 2009, 10:53 AM uNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~--- --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---