Assalamualaikum Wr. Wb
Sanak Suryadi serta dusanak sapalanta nan ambo hormati
Setelah
membaca resensi Sanak atas tulisan Jeffrey
Hadler, dalam judul buku ”Muslims
and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and
Colonialism”, jika sekiranya berkenan - saya ingin
menanggapi hal-hal sebagai berikut :
1.
Pada kenyataannya Minangkabau secara politis – memang
berada dalam keter- ombang – ambingan, semenjak suku bangsa ini diobok – obok
melalui
kolonialisme yang mencapai puncaknya pada saat Perang Paderi. Sekalipun ada
piagam Bukik Marapalam yang memproklamirkan ABS – SBK, kenyataannya tetap
menimbulkan
ambivalensi antara masyarakat yang ingin mempertahankan adat secara murni
dengan garis matrilineal dan ABS – SBK yang mendudukan garis patrinilial dalam
system
kekerabatan.
2.
Bagi saya, yang menimbulkan ketahanan pada system
matrinilial sebagaimana yang dipertanyakan oleh Jeffrey Hadler, sekalipun
banyak peneliti asing yang menelaahnya, tidak lain karena system kekerabatan
hidup
jauh sebelum kedatangan islam – yang turun menjadi paham dalam hubungan
kemasyarakatan, sehingga sejauh masih bisa ada hal-hal ditolerir oleh pandangan
agama,
maka system itu tetap dalam masyarakat.
Jika dikaitkan dengan datangnya masa
kolonialisme di Minangkabau pada saat Perang Paderi, menurut pandangan saya
berdasarkan informasi dari sejarah yang kami peroleh di sekolah, maka Perang
Paderi terjadi karena adanya pertentangan
tokoh adat dengan tokoh pembaharuan dibidang agama. Yang dikritisi adalah
prilaku keseharian dari tokoh – tokoh adat ketika itu, yang menyangkut moral
dan etika.Seperti berjudi - mabok-mabokan atau tindakan lainn yang bertentangan
dengan agama.
NB : Ini ada yang menarik soal perjudian dikala itu - apakah ada persamaan
dengan jenis permainan KIM yang dilakukan di Jakarta Fair zaman dulu atau
permainan Kim yang dimasyarakatkan pada acara alumni yang sekolah/ Universitas
berasal dari Sumbar.
3.
Seandainya berpuluh – puluh peneliti asing datang
melakukan kajian atas ketahanan system kekerabatan ini, garis matrilineal itu
akan tetap hidup di minangkabau.
Mengapa ? karena bukan saja adat itu
mendarah daging dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi pula karena ajaran
agama – pula yang mendukung ketahanan garis matrilineal itu – dimana Islam
tetap mendahulukan Ibu sebagai insan yang tidak saja dikasihi namun juga
dipatuhi.
4.
Saya ingin mengkritisi pernyataan HHB
Saanin Dt Tan Pariaman dalam Kepribadian Orang Minangkabau dan Psikopatologinya
(1980) menyebut istilah ”keduaan” (split personality) untuk menggambarkan
kepribadian Minangkabau yang menurut dia potensial menimbulkan penyakit jiwa
tertentu, mulai dari rasa cemas sampai skizofrenia akibat berbagai paradoks
yang dihadapi dan dipraktikkan orang Minangkabau, akibat adanya penggabungan
system yaitu : sistem
matriarkat sekaligus memeluk agama Islam yang patriarkal.
Walaupun Pernyataan beliau ini agak berlebihan – barangkali cukuplah disebutkan
asal muasal kegalauan dan kedendaman pria minangkabau atas
situasi social yang dialaminya. Ketika tanggung jawab menurut agama, menempatkan
pria menjadi kepala keluarga– namun ia belum mampu keluar dari posisi
sebelumnya yaitu sudah terlanjur diposisikan sebagai orang
luar.
5.
Dengan ada pernyataan HHB
Saanin Dt Tan Pariaman dalam Kepribadian Orang Minangkabau dan Psikopatologinya
(1980) (butir 4) itu sebagaimana yang Sanak referensikan, menimbul pertanyaan
saya ; - apakah tradisi
merantau itu karena kehendak orang tua/ninik mamak karena ada pepatah yang
berbunyi : “ kerakau madang dahulu …… dst,yaitu
pergi merantau karena di kampong berguna belum,
- atau karena suatu cara untuk
menghilangkan ketidak sanggupan menghadapi dilemma nya, sehingga menimbulkan
kekawatiran berlebihan sebagaimana
yang dilansir oleh Dt Tan Pariaman ini.
Demikianlah
tanggapan saya.
Terlebih
terkurangnya mohon dimaafkan.
Wassalam,
Evy Nizhamul bt Djamaludin
(Tangerang, suku Tanjung, asal : Kota Padang)
http://hyvny.wordpress.com
http://bundokanduang.wordpress.com
--- On Sun, 4/19/09, Lies Suryadi <niadil...@yahoo.co.id> wrote:
From: Lies Suryadi <niadil...@yahoo.co.id>
Subject: Bls: [...@ntau-net] Resistensi Nasab Ibu Terbesar di Dunia
To: RantauNet@googlegroups.com
Date: Sunday, April 19, 2009, 3:38 AM
Tarimo kasih ateh bantuan Sanak Dewis malewakan resensi ambo tentang buku
Jeffrey Hadler di 'kapau' kito ko. Mudah2an ado manfaaiknyo dek rang lapau nan
ndak sempat mambaco Kompas. Patang ambo dapek kiriman naskah dari Pusat Studi
Perang Paderi (dari Pak Syafnir Aboe Nain Dt Kando Maradjo), yaitu naskah
terjemahan buku J.C. Boelhouwer, seorang pejabat militer Belanda: Kenang2an
hidupnya di Sumatra Barat 1831-1834, untuak diagiah pengantar. Ambo
raso kalau Pusat Studi Perang Paderi menerjemahkan pulo buku Hadler ko, mungkin
banyak manfaaiknyo kapado kito masyarakaik Minang.
Wassalam,
Suryadi
--- Pada Ming, 19/4/09, Dewis Natra <is.sikumb...@rantaunet.org> menulis:
Dari: Dewis Natra <is.sikumb...@rantaunet.org>
Topik: [...@ntau-net] Resistensi Nasab Ibu Terbesar di Dunia
Kepada: "RantauNet" <RantauNet@googlegroups.com>
Tanggal: Minggu, 19 April, 2009, 11:42 AM
Resensi buku dari Kanda Suryadi,
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/19/0416563/resistensi.nasab.ibu.terbesar.di.dunia
Resistensi Nasab Ibu Terbesar di Dunia
Minggu, 19 April 2009 | 04:16 WIB
SURYADI
• Judul: ”Muslims and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through
Jihad and Colonialism” • Penulis: Jeffrey Hadler • Penerbit: Cornell University
Press, Ithaca, London, 2008 • Tebal: xii + 211 halaman. Buku ”Muslims and
Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and Colonialism”
adalah publikasi terbaru tentang sejarah lokal Indonesia, tepatnya mengenai
masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat..
Tilikan akademis Jeffrey tentang masyarakat Minangkabau baru benar-benar dapat
diketahui publik 15 tahun kemudian ketika pada tahun 2000 ia berhasil
mempertahankan disertasinya ”Places Like Home: Islam, Matriliny and the History
of Family in Minangkabau” di Cornell University. Disertasi tersebut, setelah
direvisi, akhirnya diterbitkan dalam bentuk buku yang kita bicarakan ini.
Dewasa ini
mayoritas umat manusia menganut sistem patriarkat yang menempatkan kekuasaan
di tangan laki-laki dan menarik hubungan keturunan dari garis bapak.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat
lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---