Riri, Sanak Sutan Sinaro, pak Mochtar dan para sanak sa palanta,
Dari Riri ko diparalukan masuakan tantang masalah apo nan paralu dijaniahkan 
sahinggo baliau-baliau nan baminat pado aspek operasionalisasi ABS SBK  sajo -- 
atau untuak kalompok ' D3'  kato Riri -- lapeh pulo hauihnyo.

Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta; Tanjuang, Soetan Madjolelo; Lagan, Kampuang Dalam, 
Pariaman.)
"Basuku ka Ibu; banasab ka Bapak; basako ka Mamak" 
Alternate e-mail addresses: 
saaf10...@gmail.com;




________________________________
From: Riri Chaidir <riri.chai...@rantaunet.org>
To: RantauNet@googlegroups.com
Sent: Thursday, April 23, 2009 5:40:02 AM
Subject: RE: komen u/pak Mochtar Re: [...@ntau-net] Re: ABS-SBK di Gorontalo ...


Pak Mochtar dan Dunsanak Spalanta.


Kalau  misalnya yang kita lihat ini sebagai sebuah perguruan tinggi, yang
sering saya baca2 sepertinya sudah "jatahnya" program PhD. Jadi bagaimana
kalau yang kebutuhan dan kemampuannya baru untuk program Diploma I aeperti
saya?

Selain "ajaran tingkat tinggi" (menurut saya) yang penuh dengan berbagai
istilah asing itu, mungkin ga orang2 seperti saya yang pemahamannya terhadap
Minangkabau nyaris Nol ini memperoleh pelajaran praktis, yang betul2 saya
temeui dalam keadaan sehari2? Untuk orang seperti saya (dan mungkin ada juga
satu dua dunsanak lain yang masih seperti saya), terlalu tinggi kalau bicara
filosofi, idiologi, atau juga sejarah bukik marapalam dst. 

Terimakasih


Riri
Bekasi, L 46




-----Original Message-----
From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:rantau...@googlegroups.com] On
Behalf Of Mochtar Naim
Sent: Thursday, April 23, 2009 1:25 AM
To: RantauNet@googlegroups.com
Cc: saafroedin.ba...@rantaunet.org; Mochtar Naim
Subject: Re: komen u/pak Mochtar Re: [...@ntau-net] Re: ABS-SBK di Gorontalo
...



Sanak St Sinaro, Dr Ir Khairi Yusuf,

Saya sudah baca komentar Anda. Terima kasih. Ada satu hal yang secara
akademik agaknya harus kita dudukkan. Yaitu kita harus membedakan secara
epistemologis-mendasar antara ajaran, yang berarti filosofi dan ideologinya,
di satu pihak, dengan praktek pengamalannya, di pihak lain. Jangan sampai
dicampur-aduk dan dikacaukan. Ketika kita menganalisis tentang ajaran, yaitu
filosofi dan ideologinya itu, lihatlah secara jeli dan apa adanya tentang
ajaran itu yang sifatnya murni dan ideal. Yang dikritik adalah kelemahan dan
kekurangannya dari segi ajaran itu sendiri.
Ketika kita mengkritik tentang praktek pengamalannya, kita harus memasukkan
faktor waktu, tempat dan keadaan serta sekian banyak faktor lainnya yang
ikut menentukan dan mempengaruhi. Masyarakat Minang, seperti juga masyarakat
manapun di dunia ini, tidaklah 'encapsulated', artinya hanya dikendalikan
oleh faktor ajaran yang mereka miliki saja, tetapi juga sekian banyak
faktor-faktor eksternal yang masuk yang juga ikut menentukan.
Malah, bisa saja, faktor-faktor luar itu yang justeru lebih menentukan. Dan
ini tercermin dari masyarakat Minang kontemporer sekarang ini, di mana
faktor eksternal, baik nasional maupun global, lebih menentukan, sementara
faktor internal-primordialnya sudah arkaik dan termarjinalkan.
  Pertanyaan mendasarnya, lalu, yang dikritik dan dianalisis itu, yang
mana. Ajarannya atau praktek pengamalannya. Saya melihat kecenderungan Anda
suka mencampur-adukkan antara keduanya, yang secara epistemologis mestinya
harus dipisah. Ketika kita bicara tentang ajaran, bicarakan tentang ajaran
itu, yang sifatnya murni dan ideal. Jangan dilihat kelemahannya dari segi
praktek pengamalannya, di mana, seperti saya katakan itu, bisa dipengaruhi
oleh sekian banyak faktor eksternal lain-lainnya,yang menyebabkan ajaran itu
bisa tidak murni dipraktekkan.
  Sekian Sutan. Amelia sekarang memilih jalan hidup esoterik, yang sedikit
yang membanyakkan. Kegiatannya lebih di bidang enlightenment dalam
pelatihan-pelatihan yang sifatnya manajerial dengan pendekatan holistik
intelektual, emosional dan spiritual. Emailnya: amelian...@yahoo.com.  
  Salam saya, MN

--- On Wed, 4/22/09, Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com> wrote:

> From: Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com>
> Subject: Re: komen u/pak Mochtar Re: [...@ntau-net] Re: ABS-SBK di Gorontalo
...
> To: RantauNet@googlegroups.com
> Date: Wednesday, April 22, 2009, 8:04 AM
> Assalamualaikum w.w. Sanak Sutan Sinaro dan pak Mochtar Naim
> dan para sanak sa palanta,
> Jelas sekali bahwa ABS SBK masih memerlukan renungan
> mendasar, bukan  hanya untuk menyelaraskan substansi
> adat dan syarak yang belum seluruhnya kompatibel, tetapi
> juga untuk merapikan aspek operasionalisasinya dalam
> kehiduoan sehar-hari..
> Kompilasi dan sistematisasi yang telah dilakukan Tim
> Perumus ABS SBK yang dibentuk pak Gubernur jelas baru
> merupakan langkah pertama. 
> Yang jauh lebih sulit adalah mengintegrasikan
> keseluruhannya itu menjadi satu kesatuan wawasan yang utuh.
> Untuk itu -- saya kira -- diperlukan kemampuan berfikir
> filsafati yang bersifat mendasar, kritis, sistematis,
> konsisten,dan koheren, yang sayangnya tak seorangpun di
> antara kita yang selain mempunyai cukup waktu juga cukup
> terlatih untuk itu. termasuk saya sendiri.
> Jadi bagaimana selanjutnya kajian masalah ABS SBK ini? 
> Kelihatannya wacana mengenai ABS SBK ini akan bergulir
> terus menerus, berulang-ulang, berputar, naik turun sejak
> dari tataran yang amat abstrak sampai pada tataran
> kasus-kasus konkrit yang amat khusus, sampai puluhan tahun
> ke masa depan, sampai datang seorang tokoh filosof
> Minangkabau yang bersedia mengabdikan seluruh hidupnya
> untuk menyelesaikan benang kusut pemikiran ini.
> Sementara itu di daerah-daerah lain, seperti di Gorontalo,
> pelaksanaan ABS SBK tenang-tenang saja.. 
> Kalau begitu, layak kita bertanya: adakah sesuatu yang
> salah dengan cara berfikir kita orang Minang ini ?
>  
> Wassalam,
> Saafroedin Bahar
> (L, masuk 72 th, Jakarta; Tanjuang, Soetan Madjolelo;
> Lagan, Kampuang Dalam, Pariaman.)
> "Basuku ka Ibu; banasab ka Bapak; basako ka
> Mamak" 
> Alternate e-mail addresses: 
> saaf10...@gmail.com;
> 
> 
> 
> 
> ________________________________
> From: Sutan Sinaro <stsin...@yahoo.com>
> To: RantauNet@googlegroups.com
> Sent: Wednesday, April 22, 2009 9:24:28 PM
> Subject: komen u/pak Mochtar Re: [...@ntau-net] Re: ABS-SBK
> di Gorontalo ...
> 
> 
> Assalaamu'alaikum. w.w.
> 
>     Saya tidak mengatakan menyesatkan, tapi mungkin
> salah memberi arah.
> Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya ka Pak Mochtar,
> mari kita bahas hal-hal yang
> bapak tulis. 
> Bagian yang benar secara umum saya potong, yang mengganjal
> dikomentari.
> 
> --- On Tue, 4/21/09, Mochtar Naim
> <mochtarn...@yahoo.com> wrote:
> 
>  ... semua paragpraf yang di atas bisa diterima secara
> umum ...
> 
> >walau traktat atau kesepakatan Bukit Marapalam secara
> antropologi-budaya tetap bisa 
> >dipakai sebagai sebuah simbol momentum penyatuan budaya
> yang sifatnya sintetik, 
> >khususnya untuk masyarakat dan budaya Minang. 
> 
> Traktat bukik Marapalam bisa jadi simbol, tapi tidak bisa
> dipakai, buktinya sampai hari ini
> orang Minang dengan peruntungan yang tidak jelas. Tidak
> jelas didunia, apalagi di akhirat.
> Kenapa ?, karena ketika turun dari bukik marapalam kedua
> puak merasa menang. Kaum agama merasa menang karena kaum
> adat mau adat basandi sarak, artinya adat berdasarkan agama,
> yang tidak sesuai dengan agama akan dibuang. Tapi mereka
> tidak tahu kalau kaum adat juga merasa menang, kenapa ?. 
> Karena ketika kesepakatan itu diambil, bagi mereka adat
> basandi sarak (agama), artinya sarak hanya sebagai sandi.
> Sandi yang dimaksud sama seperti sandi rumah yang berupa
> limas terpancung itu. Apa gunanya ?, bila rumah oleng atau
> goyang, maka dipasak dengan sandi. Jadi gunanya hanya
> sebagai pengganjal kalau oleng atau tidak sama rata. Selagi
> adat tidak oleng, maka belum diperlukan sarak. Oleh sebab
> itu hukum harta pusaka tinggi tidak pernah mengemuka
> meskipun bertentangan dengan hukum Sarak dan menjadi momok
> sampai hari ini. Akan tetapi secara politis keluar, adat
> basandi sarak.. 
> 
> >Filosofi ABS-SBK ini pada dasarnya adalah, kendati pada
> mulanya bersumber dari tiga >lubuk budaya yang berbeda,
> tetapi ketika bertemu lalu berakulturasi dalam sebuah
> >persenyawaan yang baru.
> 
>   Analogi ini tidak benar karena tidak semua zat kimia
> bisa bersenyawa. Sarak sepeti Inert Gas yang tidak dapat
> bersenyawa dengan zat manapun, karena ia lebih tinggi dari
> emas ataupun Intan. Ia mempunyai jumlah elektron yang cukup,
> sehingga senyawa apapun yang dibentuk secara paksa akan
> dengan mudah terurai. Sementara Adat adalah logam dengan
> urutan di bawah Hidrogen dalam deret volta, sehingga tidak
> dapat aktif untuk bersenyawa dengan yang lain, karena
> kadang-kadang ia berupa bukan logam. Pemerintah di satu sisi
> adalah logam, meskipun kadang-kadang aktif, tapi tidak
> selamanya dapat memaksa unsur non logam untuk bersenyawa
> meskipun ia mempunyai elektron terluar yang aktif (nyo punyo
> tentara), apalagi dengan Inert gas. Oleh sebab itu tidak
> akan dapat dibuat senyawa sepeti KMnO4 yang terdiri dari
> tiga unsur. Kalau ini dipaksakan terus menerus, al-hasil
> yang akan keluar adalah zat yang akan meracuni kehidupan
> orang Minang,  kalau tidak boleh dianalogikan
>  sebagai unsur radio aktif yang akan meluruhkan dan
> menghancurkan orang Minang.
> 
> > Budaya Adat lahir dari kandungan budaya asli setempat
> tetapi tidak animistik sarwa-roh >dan bahkan sifatnya
> adalah rasional-logis (dengan adagium: “Alam takambang
> jadikan >guru”). 
> 
> Itu kata Prof. M. Nasroen dalam Falsafah adat alam
> Minangkabau,
> tapi budaya syirik masih mengemuka, dengan penyalahan arti
> mengunjungi kuburan Syekh Burhanuddin, basapa  dan segala
> macamnya. Meminta kepada kubur adalah syirik, bertawasul
> hanya boleh kepada orang yang hidup, kepada orang mati tidak
> boleh karena syirik. Kepada yang mati hanya boleh
> bersalawat, itupun kepada Nabi, kepada Sahabat, Tabi',
> Tabi'in, Tabi' tabi'in, dan tabi'ihim ila
> yaumiddiiin.
> Lalu coba larang, pemakaian kemenyan di kampung-kampung,
> pasti orang marah. membakar kemenyan memanggil roh adalah
> budaya Hindu, tidak sama dengan harum-haruman yang
> dianjurkan Nabi.
> 
> >Budaya Agama untuk seluruh dunia Melayu jelas
> rujukannya adalah pada Islam (syarak); >sementara budaya
> luar yang masuk melalui proses pencerahan terhadap sains dan
> >teknologi dalam era moderen ini terutama dari Barat dan
> yang sekarang telah bercorak >global, juga diterima
> secara terbuka, karena budaya adat dan agama pun juga
> >menghargai dan menjunjung tinggi budaya sains dan
> teknologi yang sifatnya rasional dan >universal itu. 
> 
>  Inipun salah kaprah, karena teknologi pada dasarnya
> dikembangkan oleh Islam. Baca catatan Prof. Satar K, dan
> Bernard Shaw, dan Encylopedia Amreicana, ataupun
> Encyclopedia Britanica, yang kesemuanya mengakui bahwa
> sumber Ilmu pengetahuan modern adalah dari Pemerintahan
> Islam.. Modernisasi yang dikhawatirkan bukan itu, akan tetapi
> adalah perang budaya, akhlak dan sopan santun yang pada
> akhirnya menhancurkan aqidah. Dan selama ini, sudah merasuk
> dan menukar jati diri orang Minang, dan mereka berhasil
> dengan motonya "Artis dan anggur lebih baik untuk
> menghancurkan ummat Muhammad daripada seribu meriam". 
> 
> >Ketiga unsur trilogi budaya M (Melayu, Minang) ini
> menempatkan I (Islam) secara hirarkis->vertikal berada di
> atas kedua yang lainnya yang sekaligus berfungsi sebagai
> penyaring->penentu terhadap kedua yang lainnya itu.
> Melalui proses penapisan dan penyaringan ini >maka Adat
> pun terbagi dua, “adat islamiyah” –adat yang serasi
> dengan Islam-- dan “adat >jahiliyah –adat yang tidak
> serasi dengan Islam.” Adat yang serasi dipakai, adat yang
> tidak serasi dibuang. 
> 
> Syukur kalau baitu, nyatanya urusan harta pusaka tinggi
> sampai hari ini tidak selesai-selesai. islam tidak
> ditempatkan di atas. malah dibawah karena hukumitu tidak
> terganggu sampi hari ini.
> 
> >Hubungan fungsional yang hirarkis antara I (Islam) dan
> A (Adat) khususnya telah >terungkapkan dalam berbagai
> adagium, seperti: “Syarak mengata, Adat memakai;”
> >“Syarak berbuhul mati, Adat berbuhul sintak;”
> “Syarak bertelanjang, Adat bersesamping,” >dsb. 
> 
> hal ini hanya slogan, karena Adat berbuhul mati pada harta
> pusaka tinggi, dan urusan pendidikan anak kepada mamak.
> Urang sumando bak abu di ateh tunggua, indak batangguang
> jawab terhadap pendidikan anak. Perangai anak bagaimana
> perangai mamak,
> kalau dapat mamak yang baik dan beragama, boleh jadi anak
> akan baik, itupun belum tentu, tapi kalau dapat mamak yang
> tidak berbudi, perangai anak lebih-lebih lagi. Sementara
> Urang Sumando tabang ambua dalam urusan ko.
> 
> >Sintesis antara adat dan syarak yang sifatnya
> hirarkis-vertikal ini terlambangkan dalam >adagium
> ABS-SBK itu, di mana jika konflik terjadi antara adat dan
> syarak maka yang >dimenangkan adalah syarak. 
> >Dan puncak dari segala acuan hubungan antara adat dan
> syarak ini adalah Kitabullah, >yaitu Al Qurānul Karīm,
> wahyu Allah. Proses saneering (pembersihan) terhadap adat
> ini >telah berjalan sejak dari zaman Paderi sampai hari
> ini, yang klimaksnya terjadi pada >masa reformasi/
> pembaharuan di pertengahan pertama abad ke 20 yang lalu di
> >Minangkabau.
> 
> Tidak benar seperti yang dibahas di atas.
> 
> >Dalam tarikan nafas yang sama, hal yang sama juga
> berlaku terhadap budaya luar, >khususnya budaya Barat
> atau modernisme, di mana juga berlaku adagium yang sama:
> >yang baik dipakai, yang buruk dibuang. ABS-SBK,
> tegasnya, menjauhkan diri dari sikap a >priori, jangankan
> xenofobi. ABS-SBK pada dasarnya adalah sebuah filosofi
> budaya yang >sifatnya universal, logis dan terbuka.
> 
> Tidak tercapai karena kita lupa ada Syetan yang menjadi
> musuh utama.
> Budaya barat adalah tipuan yang akan menghantarkan ummat
> manusia kepada kehancuran. (Bukan sains teknologi karena
> sains teknologi adalah milik Islam).
> ABS SBK yang dulu, belum tuntas dan tidak
> jelas. Menetapkannya harus berhati-hati 
> dan dipikirkan masak-masak, bukan hanya
> dengan mensenyawakan atau mencampur adukkan ketiga unsur,
> akan tetapi mesti ada sesuatu yang dipegang kuat sekali
> mengatasi yang lain. Pilihan yang salah akan menyebabkan
> kita semua celaka.
> 
>  >Berangkat dari dasar filosofi ABS-SBK itu, maka
> konklusi logisnya tidak bisa lain kecuali >adalah, apapun
> unsur budaya yang masuk dan yang telah ada dalam wadah
> masyarakat >M (Minang cum Melayu) tidak boleh
> bertentangan, dan harus serasi, dengan unsur >budaya I
> (Islam), terutama yang menyangkut dengan aqidah dan
> syari’ahnya. Di sisi lain, >Islam atau syarakpun
> memberi peluang untuk tumbuh dan berkembangnya adat (‘urf)
> >sejauh tidak bertentangan dengan syarak. Malah
> dikatakan: Al ‘ādatu muhakkamah (Adat >itu sifatnya
> menghakimi).
> 
> Dua konsekwensi logis yang saling bertentangan di
> konklusinya. Kalau dipercaya Sebagai penjaga, harus serasi
> dan tidak boleh bertentangan, hakimiyahnya ada pada Islam,
> bukan sebaliknya. Kalau adat menghakimi, maka rusaklah
> tatanannya. 
> Dan kalau kita percaya, dua kalimah syahadah itu adalah
> Uluhiyah, rububiyah dan hakimiyah. Mengapa digeser menjadi
> adat yang menghakimi ?..
> 
> > Ini sekaligus jadi aba-aba dan rambu-rambu bagi
> masyarakat, pemerintah dan siapapun, >yang berada di
> wilayah yurisdiksi budaya M yang sintetik itu bahwa secara
> sosio-kultural >ada nilai budaya trilogi yang tersimpul
> dalam ABS-SBK itu yang harus diindahkan di >samping
> norma-norma baru yang masuk sebagai konsekuensi dari
> kenyataan bahwa >Minangkabau atau Sumatera Barat adalah
> juga bahagian yang integral dari kesatuan >wilayah
> Republik Indonesia.
> >   Kemungkinan konflik dengan undang-undang formal
> dari pemerintah dan negara, >sesungguhnya tidak harus,
> dan tidak perlu, bahkan tidak boleh, terjadi, karena Negara
> >sendiri telah memberi jaminan akan berlakunya
> nilai-nilai sosial-budaya dan agama yang >hidup dalam
> masyarakat bersangkutan. 
> 
> Ini bukan lagi persenyawaan, tapi campur aduk yang
> meracuni. Kalau sudah ditambah dengan unsur pemerintah, maka
> akan makin bagalisanm pinsam urusan ko. 
> 
> >Negara sendiri, per definisi, adalah negara yang
> berketuhanan YME, baik yang >dinyatakan secara gamblang
> sekali dalam Sila Pertama Pancasila, baik dalam
> >Pembukaan UUD 1945, maupun secara eksplisit dibunyikan
> dalam Pasal 29, bahwa >Negara berdasar Ketuhanan Yang
> Maha Esa. Apalagi NKRI bukanlah negara sekuler, >tetapi
> negara beragama. Dan negara menjamin akan pelaksanaan ajaran
> agama dan nilai->nilai sosial-budaya yang hidup dalam
> diri dan masyarakat.
> 
> Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimaksud bukan saja Allah,
> tapi juga Tuhan lain yang Tiga dalam Satu (Trinity) atau
> Trimurti (Satu dalam Tiga). Negara Indonesia bukan negara
> Islam, karena pengakuan seperti itu.. Kalau negara Islam,
> Islam yang mengatur negara, tapi di Indonesia, Negara yang
> mengatur Islam dan di marjinalkan dalam satu departemen
> Agama.
> 
> >    Implikasi dan sekaligus implementasinya dalam
> masyarakat Sumatera Barat adalah, >ABS-SBK berlaku untuk
> masyarakat Minangkabau, dan dilindungi oleh Negara,
> >sementara yang bukan orang Minangkabau dan beragama
> lain, hak asasinya sebagai >warganegara dan warga daerah
> dihormati, dan secara bernegara diperlakukan sama >dengan
> yang lain-lainnya. Apalagi ajaran Islam sendiri tegas-tegas
> mengatakan bahwa >tidak ada paksaan dalam memeluk agama
> (Lā ikrāha fid dīn).
> 
> Bukan di sini memasang La ikraaha fid diin itu. 
> Bila Islam yang mengatur negara, baru dipakai Laa ikraaha
> fid diin. Tolong bapak baca lagi Sirah nabawiyah sampai
> kepada zaman keemasan.
> 
> > Prinsip I: Bahwa ABS-SBK berlaku utuh dan penuh bagi
> warga masyarakat yang >beragama Islam dan yang
> berkebudayaan Melayu/Minang. Terhadap warga yang tidak
> >beragama Islam, agama dan kepercayaannya dilindungi.
> 
> Ini sangat didukung bila bisa demikian, kalau dari kayu
> bacupang tigo tu, Islam yang dipiliah, nan dipanjangkan agak
> sajangka, nan akan mamutuih akan manabuak.
> Tapi bentuk ABS SBK itu sendiri sampai kini belum jelas. 
> Sekarang, dari kayu bacupang tigo tu, nan ma nan dipiliah. 
> 
> >    Prinsip II: Nilai-nilai adat dan sosial-budaya
> yang terjalin dalam filosofi dasar ABS-SBK >dilindungi
> oleh negara dan hukum negara, sehingga
> pengimplementasiannyapun juga >dilindungi dan dijamin
> oleh negara dan hukum negara. Dengan demikian, di samping
> >hukum negara yang berlaku sepenuhnya di wilayah hukum
> Sumatera Barat, praktek >pelaksanaan dan pemberlakuan
> nilai-nilai ABS-SBK juga berlaku sepenuhnya dan
> >dilindungi oleh negara, dan bertingkat sejak dari
> provinsi, kabupaten/kota dan nagari.
> 
> Kalau seandainya begini, tentu saja enak. Hanya saja kita
> tidak sabagak Urang Aceh.
> 
>  >   Prinsip III: Prinsip-prinsip ABS-SBK berlaku
> pada semua aspek kehidupan sosial, >ekonomi, pendidikan,
> pariwisata, kebudayaan, olah-raga, dsb. Pemerintah Daerah
> >berkewajiban untuk melindungi, memelihara dan
> melaksanakan prinsip-prinsip ABS-SBK >itu melalui proses
> perundang-undangan, dan jalur-jalur sistemik dan
> struktural-fungsional >lainnya. Nilai-nilai ABS-SBK
> sejauh mungkin dimasukkan ke dalam sistem
> perundang->undangan sehingga tidak perlu ada dualisme,
> apalagi dikotomi, antara keduanya. ABS->SBK adalah
> bagaikan garam dari airlautnya kehidupan.
> 
> Saya tidak tahu kalau pemerintah mau meluluskannya dalam
> undang-undang. Yang jelas, lingkaran NKRI dengan UUD
> 45 dan Pancasilanya sulit untuk ditembus.
> 
> >    Prinsip IV: Karena ABS-SBK, sebagaimana dengan
> nilai-nilai budaya lainnya adalah >juga berproses menurut
> waktu, tempat dan keadaan, upaya penyempurnaan dalam
> >perumusan dan pengimplemen-tasiannya harus juga
> terus-menerus dilakukan, dan >dibudayakan serta
> disosialisasikan dalam kehidupan nyata dalam diri dan
> masyarakat, >yang berjenjang dari kehidupan bernagari,
> berkabupaten/kota dan berprovinsi.
> 
> Kalau sudah jelas ndak apa-apa. dan Prinsip selanjutnya
> sama, hanya teknisnya saja.
> Memperjelas nan kamanjadi ABS SBK ko dulu yang jadi
> perhatian. Kalau indak, berbuihpun mulut bicara, hasilnya
> tidak ada.
> 
> Eh... lah habis ...
> 
> Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya. Saya Mohon maaf
> pada Pak Mochtar kalau ada kata yang tidak pada tempatnya,
> kalau baik dan benar datangnya dari Allah swt, kalau tidak,
> datangnya dari diri saya sendiri yang da'if.  
> NB: Baa kaba Amelia kini pak, lah lamo ndak basuo sajak
> bapisah di ITB.
> 
> Wassalam
> 
> Dr. Ir.. Khairi Yusuf St. Sinaro
> Enginerring Design and Manufactuer Laboratory
> Andalas University, Kampus Limau Manih
> Padang, April 2009
>  
> 
> 
> 
> saafroedin.ba...@rantaunet.org
> saafroedin.ba...@yahoo.com
> 

      





saafroedin.ba...@rantaunet.org
saafroedin.ba...@yahoo.com
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Reply via email to