Dunsanak sadonyo

Iko ado 5 novel perai putaran kaduo. Karano peminat kuis 1 Negeri 5 Menara 
melimpah, kami buka kuis kaduo. Silakan klik www.negeri5menara.com. 

Terimo kasih untuak antusiasme peserta kuis 1 dari segalo penjuru (Australia, 
Islamabad, Inggris, Malaysia, Aceh, Padang, Ploso, Bandung, Jawa Timur, dll). 
Namo pamanang alah bisa diliek di website ko.

Novel ko akan beredar di toko tgl 11 Agustus.

Untuak dunsanak nan panasaran, iko saketek cuplikan isi novel ko:

"Bekalku, sebuah tas kain abu-abu kusam berisi baju, sarung dan kopiah serta 
sebuah kardus mie berisi buku, kacang tojin dan sebungkus rendang kapau yang 
sudah kering kehitam-hitaman. Ini rendang spesial karena dimasak Amak yang 
lahir di Kapau, sebuah desa kecil di pinggir Bukittinggi. Kapau terkenal dengan 
masakan lezat yang berlinang-linang kuah santan.

Sebelum meninggalkan rumah, aku cium tangan Amak sambil minta doa dan minta 
ampun atas kesalahanku. Tangan kurus Amak mengusap kepalaku. Dari balik 
kacamatanya aku lihat cairan bening menggelayut di ujung matanya.

“Baik-baik di rantau urang, Nak. Amak percaya ini perjalanan untuk membela 
agama. Belajar ilmu agama sama dengan berjuang di jalan Allah,” kata beliau. 
Wajahnya tampak ditegar-tegarkan.. Katanya, cinta ibu sepanjang hayat dan 
mungkin berpisah dengan anak bujangnya untuk bertahun-tahun bukan perkara 
gampang.. Sementara bagi aku sendiri, bukan perpisahan yang aku risaukan. Aku 
gelisah sendiri dengan keputusanku merantau muda ke Jawa.

Setelah merangkul Laili dan Safya, dua adikku yang masih di SD, aku berjalan 
tidak menoleh lagi. Kutinggalkan rumah kayu kontrakan kami di tengah hamparan 
sawah yang baru ditanami itu. Selamat tinggal Bayur, kampung kecil yang permai. 
Halaman depan kami Danau Maninjau yang berkilau-kilau, kebun belakang kami 
bukit hijau berbaris.

Bersama Ayah, aku menumpang bus kecil Harmonis yang terkentut-kentut merayapi 
Kelok Ampek Puluah Ampek. Jalan mendaki dengan 44 kelok patah. Kawasan Danau 
Maninjau menyerupai kuali raksasa, dan kami sekarang memanjat pinggir kuali 
untuk keluar. Makin lama kami makin tinggi di atas Danau Maninjau. Dalam satu 
jam permukaan danau yang biru tenang itu menghilang dari pandangan mata. 
Berganti dengan horison yang didominasi dua puncak gunung yang gagah, Merapi 
yang kepundan aktifnya mengeluarkan asap dan Singgalang yang puncaknya dipeluk 
awan. Tujuan kami ke kaki Merapi, Kota Bukittinggi. Di kota sejuk ini kami 
berhenti di loket bus antar pulau, P.O. ANS. Dari Ayah aku tahu kalau PO itu 
kependekan dari perusahaan oto bus.

Kami naik bus ANS Super Executive Full AC dan Video. Kami duduk di kursi 
berbahan beludru merah yang empuk di baris ketiga dari depan. Aku meminta duduk 
di dekat jendela yang berkaca besar. Bus ini adalah kendaraan terbesar yang 
pernah aku naiki seumur hidup. Udara dipenuhi aroma pengharum ruangan yang 
disemprotkan dengan royal oleh stokar ke langit-langit dan kolong kursi. 
Berhadapan dengan pintu paling belakang ada WC kecil. Di belakang barisan kursi 
terakhir, langsung berbatasan dengan kaca belakang, ada sebidang tempat 
berukuran satu badan manusia dewasa, lengkap dengan sebuah bantal kumal dan 
selimut batang padi bergaris hitam putih. Kenek bilang ini kamar tidur pilot. 
Kata Ayah, setiap delapan jam, dua supir kami bergiliran mengambil waktu untuk 
tidur.

Tampak duduk dengan penuh otoritas di belakang setir, laki-laki legam, berperut 
tambun dan berkumis subur melintang. Kacamata hitam besarnya yang berpigura 
keemasan terpasang gagah, menutupi sebagian wajah yang berlubang-lubang seperti 
kena cacar. Dia mengenakan kemeja seragam hitam dan merah dipadu dengan celana 
jins. Di atas saku bajunya ada bordiran bertuliskan namanya, “Muncak”. Aku 
memanggilnya Pak Etek Muncak. Kebetulan dia adalah adik sepupu jauh Ayah.

Begitu mesin bus berderum, tangan kirinya yang dililit akar bahar menjangkau 
laci di atas kepalanya. Dia merogoh tumpukan kaset video beta berwarna merah. 
Hap, asal pegang, dia menarik sebuah kaset dan membenamkannya ke pemutar video. 
Sejenak terlihat pita-pita warna-warni berpijar-pijar di layar televisi, 
sebelum kemudian muncul judul film: Rambo: The First Blood Part II.

Aku bersorak dalam hati. Televisi berwarna adalah kemewahan di kampungku, 
apalagi pemutar video. Mungkin tontonan ini bisa sejenak menghibur hatiku yang 
gelisah merantau jauh. Bus melaju makin kencang. Sementara Rambo sibuk 
berkejar-kejaran dengan pasukan Vietnam.

“Selamat Jalan, Anda telah Meninggalkan Sumatera Barat” sebuah gapura 
berkelebat cepat. Bus kami menderum memasuki Jambi.

Tapi semakin jauh bus berlari, semakin gelisah hatiku. Jantungku berdetak aneh, 
menyadari aku sekarang benar-benar meninggalkan kampung halamanku. Bimbang dan 
ragu hilang timbul. Apakah perjalanan ke Jawa ini keputusan yang paling tepat? 
Bagaimana kalau aku tidak betah di tempat asing? Bagaimana kalau pondok itu 
seperti penjara? Pertanyaan demi pertanyaan bergumpal-gumpal menyumbat kepalaku

Salam Man jadda wajada

Fuadi
www.negeri5menara.com


      

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Reply via email to