Perangkap Pangan?

Catatan forward :Untuk lengkapnya kutipan pak Abraham, saya forwardkan
kompas onlin. Pak Abraham, kelihatannya tulisan Kompas online dgn koran
kertas berbeda, krn di kompas online tidak ditemukan pengarangnya, Faisal
Basri, dan tanggal 31 Augustus 2009.Wass.Muzirman Tanjung

--------------------------------------------------------------------------------------------


Senin, 31 Agustus 2009 | 03:27 WIB

Sektor pertanian tumbuh rata-rata sebesar 3,5 persen setahun selama kurun
waktu 2001-2008. Pencapaian ini lebih baik ketimbang pada periode sebelum
krisis (1991-1996), yakni sebesar 3 persen.

Subsektor paling mencuat adalah tanaman pangan, yang tumbuh dari 1,8 persen
pada periode sebelum krisis menjadi 3 persen pada periode setelah krisis.
Sementara itu, subsektor perkebunan, peternakan, dan kehutanan mengalami
pelambatan laju pertumbuhan. Satu subsektor lainnya, yakni perikanan, naik
tipis dari 5,3 persen menjadi 5,4 persen.

Laju pertumbuhan sebesar 3 persen bagi tanaman pangan tergolong cukup ideal
karena dua kali lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk. Mengingat
peranan subsektor ini sangat dominan, yaitu sekitar separuh dari sektor
pertanian, membuat dalam beberapa tahun terakhir sektor pertanian bisa
berperan sebagai penyumbang terbesar kedua bagi pertumbuhan ekonomi
nasional, setelah sektor jasa.

Di antara tanaman pangan, produksi beras menunjukkan peningkatan paling
pesat, disusul kemudian oleh jagung dan umbi-umbian. Sebaliknya, produksi
kedelai merosot tajam. Dewasa ini produksi kedelai hanya sekitar separuh
dari tingkat produksi tertinggi yang pernah dicapai pada tahun 1992. Dalam
tujuh tahun terakhir produktivitas kedelai mandek pada tingkat yang relatif
sangat rendah, yakni hanya sekitar 1,3 ton per hektar.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian umumnya dan subsektor
tanaman pangan khususnya justru dalam sewindu terakhir menunjukkan kinerja
lebih baik ketimbang pada masa Orde Baru. Lantas, mengapa muncul kegamangan
bahwa kita menghadapi ancaman perangkap impor pangan?

Pertama, kebebasan yang kita peroleh pascareformasi telah menumbuhkan
kegairahan baru bagi petani untuk memilih tanaman yang mereka pandang paling
menguntungkan. Itulah yang menyebabkan petani enggan menanam kedelai karena
kalah menarik ketimbang menanam padi atau jagung.

Sementara itu, kebijakan-kebijakan dan program pemerintah masih terpaku pada
pola lama yang sangat sentralistis. Proyek-proyek besar, seperti pengadaan
benih dan pupuk, tak lagi cocok dengan aspirasi masyarakat. Sepatutnya
pemerintah pusat belajar dari kasus Sumatera Barat. Provinsi ini ternyata
mampu ”memboikot” pengadaan benih padi hibrida impor yang dipasok oleh
pusat.

Kota Padang Panjang beberapa bulan lalu telah dideklarasikan sebagai kota
organik. Gerakan-gerakan petani lokal yang mandiri yang tak pernah menikmati
subsidi pupuk karena telah bertekad mengembangkan sistem pertanian organik
(bukan cuma menggunakan pupuk organik) tak kunjung disapa.

Alihkanlah subsidi pupuk menjadi bantuan ternak sapi dan atau kambing agar
sekaligus bisa mendukung sistem pertanian organik mereka. Selain itu,
program ini bisa mendongkrak produksi daging dan susu yang impornya kian
membengkak.

Kedua, seraya para petani baru saja bangkit kembali semangatnya, pemerintah
pusat justru melakukan liberalisasi produk-produk pertanian. Cabai merah
dari China bebas masuk tanpa hambatan. Demikian pula dengan buah-buahan dan
sayur-mayur. Nasib yang sama dialami peternak sapi perah. Para petani
dibiarkan berjibaku dengan pedagang-pedagang besar dari kota dan kekuatan
kapitalis global.

Ketiga, peningkatan produksi tidak menjamin impor berkurang. Ambil contoh
jagung. Di atas kertas produksi jagung nasional jauh lebih besar daripada
konsumsi dalam negeri. Namun, masih tetap ada jagung impor.

Perekonomian nasional kita yang tersegmentasi membuat pengusaha ternak di
Lampung lebih murah membeli jagung dari Amerika Serikat ketimbang dari
Gorontalo. Sistem transportasi laut kita yang sangat buruk, kondisi
pelabuhan-pelabuhan yang merana, serta berbagai pungutan yang legal maupun
ilegal, membuat produk-produk yang dihasilkan suatu daerah menjadi
non-tradable atau non-traded sehingga daerah lain lebih baik mendapatkannya
dari luar negeri.

Kita memang tak mungkin bebas impor garam. Sekalipun memiliki garis pantai
terpanjang kedua di dunia, hanya daerah-daerah tertentu yang bisa
dikembangkan untuk produksi garam.

Namun, dengan dukungan transportasi yang lebih murah, beberapa daerah
seperti di Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi bisa dikembangkan sebagai daerah
produsen baru mengimbangi penurunan produksi di Jawa Timur.

Keempat, murni salah urus sebagaimana terlihat pada kasus gula. Sumber
masalah adalah pada pabrik-pabrik gula tua yang dikelola badan usaha milik
negara. Pabrik-pabrik ini kebanyakan sangat tidak efisien dan tidak
transparan sehingga sangat merugikan petani.

Masalah bertambah rumit karena pemerintah menerapkan perlakuan yang berbeda
atas gula konsumsi dan gula rafinasi. Yang menerapkan kebijakan demikian di
dunia ini hanya Indonesia.

Di tengah masih tidak jelasnya pemetaan masalah, pemerintah berketetapan
hendak menggelontorkan triliunan rupiah untuk revitalisasi pabrik gula.
Sepatutnya pemerintah terlebih dahulu mengaudit kondisi pabrik-pabrik gula
dan menyusun peta jalan (roadmap).

Kelima, hampir semua kegiatan pertanian, termasuk perikanan, di Indonesia
praktis tidak memperoleh dukungan pembiayaan dari perbankan. Bagaimanapun,
karena sifat usaha dan peran strategisnya, sektor pertanian harus memperoleh
perlakuan khusus. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan pendirian bank
pertanian. Sebelum bank tersebut terwujud, skema-skema kredit pertanian yang
inovatif perlu segera dihadirkan.

Kinilah momentum terbaik untuk menata ulang pembangunan pertanian dengan
mindset baru. Tak hanya untuk mewujudkan kedaulatan pangan, melainkan juga
sebagai pemasok pangan dunia.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke