Sabananyo kalau kitoko pengen punyo pemerintahan nan efisien, nan harus 
dirubah/diamandemen tu adolah daerah otonomi tu (UU No 22 1999 diubah dengan UU 
No 32 tahun 2004). Kalau di UU tu daerah otonom tu kabupaten jo kota. 
Salanjuiknyo diamandemen untuak dipindahkan ka Propinsi sajo, dan kapalo 
kabupaten jo kota tu cukuik diangkek dek gubernur, ghubernurlah nan dipiliah 
langsuang dek rakyaik. Itu baru hemaik dan efisien. Rakyaik ndak banyak hari 
pakansinyo gara-gara pai mancucuak atau manconteang.

Kalau iyo curito dibaruah tu ide Pak GF, ambo usul di rubah ranahnyo ka 
nandiateh tu.

dn



________________________________
From: Z. Rky. Mulie (telkomnet) <zrkymu...@telkom.net>
To: rantaunet@googlegroups.com
Sent: Thu, October 22, 2009 6:14:33 AM
Subject: [...@ntau-net] Wacana Pilgub Dihapus, Depdagri Turunkan Tim ke Sumbar

 
Sanak di palanta Ysh,
Ambo ulang posting wacana GF dua tahun yang lalu. 
Berdasarkan wacana baliau ko lah presiden SBY mempercayai GF menjadi 
Mendagri'.
 
Karajo Pak GF ko akan manjadikan pejabat-pejabat di 
setingkat pemprov dan DPRD Propinsi manjadi angek-angek dingin
----------------------------
Wacana Pilgub Dihapus, Depdagri Turunkan Tim 
ke Sumbar
Posted on Desember 
9, 2007 by journalistpadek 
USULAN Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) agar Gubernur dipilih dan 
diberhentikan oleh presiden akan dipelajari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) 
Mardiyanto. ”Kami tidak bisa langsung membenarkan dan mengabaikan wacana 
tersebut.
Itu akan kami koreksi,” kata Mendagri Mardiyanto, kemarin. 
Menurutnya, usulan tersebut masih menjadi sebuah wacana yang mesti melihat 
undang-undang yang ada. ”Sebagai wacana silakan saja masyarakat menanggapinya. 
Kami memang harus evaluasi plus minusnya.
Tugas saya, mengevaluasi wacana tersebut untuk mengetahui kebenarannya,” 
katanya. Presiden, katanya, tentu punya kepentingan agar punya jalur yang lebih 
kuat kepada gubernur. “Itu otomatis. Tapi dengan aturan pilkada dalam UU Nomor 
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, gubernur dipilih langsung oleh 
rakyat,” katanya. Perpaduan sistem tersebut, lanjut Mardiyanto, perlu dilihat, 
sehingga pihaknya tidak dapat langsung memberikan penilaian benar tidaknya 
usulan tersebut.
Sementara itu, Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi kepada Padang Ekspres 
mengatakan, usulan tersebut merupakan gagasan yang pernah disampaikannya saat 
pendidikan di Lemhanas belum lama ini di Jakarta. ”Semula (sebelum di 
Lemhanas), 
dalam beberapa kesempatan saya juga telah menyampaikan masukan itu ke Presiden 
dan Wakil Presiden untuk menghapus satu tingkat otonomi yaitu provinsi,” ujar 
Gubernur Gamawan Fauzi kepada Padang Ekspres, kemarin.
Gagasan itu kemudian direspons Presiden dan ditindaklanjuti Departemen Dalam 
Negeri (Depdagri). Bahkan dalam waktu dekat, tim dari Depdagri akan datang ke 
Padang menemui gubernur untuk wawancara dan menimba masukan lebih komprehensif 
seputar usulan tersebut. ”Saya sudah dapatkan surat dari Depdagri soal akan 
datangnya tim itu. Saya sangat senang sekali gagasan saya ditanggapi dengan 
baik 
oleh para ahli, meskipun di daerah direspons sebaliknya,” ungkap Gubernur di 
sela Rapat Koordinasi Pemprov dengan Kabupaten dan Kota se-Sumbar di 
Sawahlunto, 
kemarin.
Penghapusan satu tingkat otonomi yaitu provinsi, kata gubernur, karena selama 
ini sistem seperti itu menimbulkan biaya tinggi dan tidak efektifnya 
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Masyarakat pun menjadi ragu tentang 
siapa yang berwenang menangani suatu masalah. “Itu tidak saja saya sampaikan ke 
Presiden, Wapres dan Lemhanas, tapi juga ke Bank Dunia dalam seminar yang 
diadakannya saat diundang mereka menjadi salah seorang pembicara seminar 
beberapa waktu lalu,” kata peraih Bung Hatta Anti Coruption Award ini.
Dalam seminar tersebut, gubernur diminta menanggapi data Bank Dunia tentang 
biaya penyelenggaraan pemerintahan. “Dengan adanya penghapusan itu, nantinya 
gubernur akan menjadi wakil pemerintah di daerah yang tugasnya 
mengkoordinasikan, membina dan mengawasi (jalannya pemerintahan di daerah),” 
jelasnya. Usulan itu juga direspons Pengamat Hukum Tata Negara Saldi Isra. “Itu 
masuk akal sih (diterapkan). Tapi, perlu kajian yang lebih komprehensif lagi 
untuk itu,” tandasnya. Meskipun begitu, dia tidak setuju apabila Gubernur 
disetujui oleh Presiden dan dipilih DPRD.
Cost politiknya akan besar, karena anggota DPRD akan memperhitungan 
kepentingan politiknya. Konsekwensinya, kata Saldi, jika Gubernur dipilih 
Presiden, maka terbuka peluang bubarnya DPRD tingkat provinsi, karena tidak 
sinkronnya peran mereka dalam menjalankan fungsi pengawasan. ”Gubernur yang 
ditunjuk langsung (Presiden) tidak akan cocok berpartner dengan DPRD provinsi 
yang menjadi perwakilan rakyat secara langsung. Selain itu, perlu juga 
dilakukan 
perombakan UU yang mengatur jalannya administrasi pemerintahan,” kata Saldi.
Dalam konstitusi, lanjut Saldi, kepala daerah adalah perpanjangan tangan, 
namun pada hakekatnya seorang pemimpin daerah adalah figur yang menjadi pilihan 
rakyatnya,” tambahnya. Untuk itu, dia menilai yang urgensi adalah melakukan 
evaluasi dan mengkaji ulang otonomi daerah yang berjalan selama ini. 
“Perdebatan 
tentang otonomi daerah yang selama ini terjadi perlu dilanjutkan. Sebab jika 
pemilihan gubernur menjadi kewenangan presiden, dimana posisi provinsi sebagai 
daerah otonomi?,” tegasnya.
Sedangkan pengamat politik UGM Arie Sujito menilai usulan itu mengesankan 
pemerintah akan melakukan resentralisasi dan memangkas otonomi daerah, dengan 
melakukan berbagai kebijakan yang sebenarnya tidak tepat. Menurutnya, jika 
pemerintah pusat menilai otonomi daerah saat ini tidak berjalan semestinya atau 
melenceng dari undang-undang yang ada, bukan kemudian pemerintah pusat 
memangkas 
otonomi daerah, tetapi seharusnya yang dilakukan adalah mengevaluasi serta 
memperbaiki tata pengelolaan pemerintahan daerah.
Tak Langgar UU
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR yang membidangi Pemerintahan dalam Negeri, 
Otonomi Daerah, Aparatur Negara, dan Agraria, EE Mangindaan juga menyambut baik 
usulan itu. Lagipula, katanya usulan itu tidak melanggar Undang Undang kalau 
diterapkan. Alasannya dalam UUD yang ditekankan hanyalah otonomi daerah dalam 
tingkat kabupaten kota.
Mekanisme seperti itu, agar ada kejelasan garis koordinasi dengan pemerintah 
provinsi. “Semangatnya untuk memperjelas relasi pusat dan daerah. Bagaimana 
presiden kepada gubernur dan gubernur kepada bupati dan walikota,” kata EE 
Mangindaan, seperti dilansir detikcom. Namun, dia tidak setuju apabila gubernur 
dipilih atau ditinjuk langsung oleh Presiden. Tapi, bisa saja dipilih DPRD, dan 
pemerintah tinggal menyetujui. “Sekarang tinggal mekanismenya saja bagaimana. 
Perlu duduk bersama pakar politik dan pakar hukum,” tegasnya. (esg/cr6)
Sumber :  
http://journalistpadek.wordpress.com/2007/12/09/wacana-pilgub-dihapus-depdagri-turunkan-tim-ke-sumbar/


      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Reply via email to