dari mailist tetangga
CITIZEN JOURNALISM: SIAPA SAJA, MENULIS APA SAJA
Mak, Aye Hungry ....
Ria Wassef - Kansas, Amerika
 Ini cerita tentang anakku yang pertama, seperti yang KoKiers ketahui, dia ini 
besar di Indonesia, ibu tirinya orang Betawi aseli dan dia tinggal di daerah LA 
(Lenteng Agung) yang mayoritas penduduknya adalah keturunan Belanda Depok. Nah, 
sudah hampir setahun Ad ikut aku di Amerika, walaupun waktu di Indonesia sudah 
belajar bahasa inggris di kursus local, tetapi karena tidak pernah dipergunakan 
ya bahasa inggrisnya hilang. Alhasil di Amerika, dia saya ikutkan untuk belajar 
bahasa inggris di kelas English For Second Language.
6 bulan pertama adalah masa adpatasi yang sangat sulit, mulai dari makanan, 
budaya, dan juga bahasa. Dari makanan, dia biasa makan makanan Indonesia yang 
sederhana, paling TOP, ayam yang di goreng atau disemur, daging sapi hampir 
hampir tidak pernah disajikan, apalagi babi dan turkey (kalkun). Peneman lauk, 
nasi putih, sambal, dan lalap. Sebagaimana orang aseli Jakarta pada umumnya, 
maka semur jengkol dan petai pun ikut terhidang.
Di Amerika, walaupun aku selalu masak masakan Asia (Indian, Indonesian, Thai, 
Japanese, Vietnamese, dan sebagainya), kadang aku juga masak makanan khas local 
seperti burger, steak, dan pasta. Nah, namanya anak yang besar di Indonesia, 
belum kenyang kalau belum makan nasi, alhasil, dia selalu makan secara dobel, 
habis dua saudaranya sama sekali tidak doyan makanan Asia.
Suatu hari, Ad kangen makan semur jengkol dan sambal pete, aku bilang, aku 
tidak pernah makan jengkol, kalo pete sih doyan. Tidak tahan akan rindunya, aku 
putar putar groceri asian di Kansas, tetap tidak dapat jengkol, akhirnya sampai 
ke groceri Laosian, ada yang jual pete didalam botol, langsung aku borong, dan 
aku masakan sambal goreng hati, eh dasar mantan anak entong, dia ambil itu 
butiran butiran pete, dicocol saja sama nasi dan sambel. Aku sudah bilang “ 
Jangan banyak banyak nak”.
Besoknya dia ke sekolah. Seperti biasa tidak ada yang aneh. Pulangnya dia 
bilang, gurunya ada kasih surat. Aku baca suratnya dia bilang mau ketemu aku, 
ok, besoknya pas aku jemput, aku ketemu gurunya, dan dia tanya, makanan apa 
yang sering aku masak, aku sudah curiga nih, larinya pertanyaan pasti ke pete, 
benar saja, rupanya si Ad bawa itu sisaan pete ke sekolah, dan dibagi bagikan 
ke teman temannya. Dasar perut bule, habis makan pete, 3 jam kemudian pada 
diarea semua…mereka bilang lah karena makanan yang dibawa Ad. Malunya aku 
deh…si gurunya juga wanti wanti supaya aku memperhatikan apa apa yang dibawa 
dia. Untung ngga sampai masuk penjara deh….
Cerita lainnya tentang adaptasi bahasa, walau bahasa inggrisnya Ad masih patah 
patah, dia selalu berusaha untuk berlatih, caranya aku tidak pernah berbahasa 
Indonesia ke dia, rupanya logat dan aksen betawinya masih kental, kadang kadang 
ini yang bikin aku ketawa sambil terjengkang jengkang. Sebagai contoh, kalau 
dia memanggil aku untuk meminta tolong, dia selalu bilang
“ Mak, aye hungry, cook me some chicken ye”. 
“ Mak, hurry up, I need bathroom, aye want b***k”. 
“ Mak, pan ay ude bilang, yesterday sore, ay want to play, noh ama si jerri”
“ Mak, I want to eat fizza”.
“Tomorrow, ane go to pield trif”
Dan conversation campur aduk lainnya. Dia tetap saja memanggilku dengan emak, 
terus selalu menunjuk dirinya ane atau aye, atau Ay, dan tetap tidak bisa 
membedakan mana F mana P, waktu pembagian score card kemarin, dia punya 
spelling score dapat D. Duh, susah sekali deh, ngga kebayang kan, tinggal di 
Amerika, betawinya masih kentel, hehehe.
Lagi lagi aku dipanggil ke sekolah oleh gurunya, ditanyakan dia bisa tidak naik 
kelas kalau spelling dan pronounciationnya masih tidak benar, ya sudahlah, 
terpaksa aku korbankan waktu pribadi, kerja mulai jam 5 pagi supaya bisa sampai 
di rumah jam 3 sore. Waktu yang tersisa, aku pakai untuk melatih Ad, untuk 
summer break sudah tiba, jadi sengaja aku masukkan ke summer camp khusus untuk 
belajar bahasa inggris.
Adaptasi budaya, sebagai anak yang besar di lingkungan muslim, dia sudah biasa 
shalat berjamaah dan mengaji di waktu sore. Di sini, terus terang aku tidak 
terlalu extrim mengajarkan keagaaman kepada Ad, susahnya kalau subuh subuh dia 
bangun, secara otomatis, dia pasti akan membangunkan aku dan anak anakku yang 
lain untuk shalat, nah, kalo Aq sih sudah belajar agama Islam di Annor, nah Dn 
yang total diajarkan agama kristen oleh bapaknya ya terbengong bengong 
dibangunkan Ad.
Yang lucunya, kalau pas giliran mantan suamiku dapat giliran spent weekends 
dengan mereka. Kalau pas ke gereja di hari minggu dan bible study hari Rabu dan 
Sabtu (mantan suamiku aktifis gereja, dan aktif dalam bible study 2 kali 
seminggu dan ke gereja cina dan gereja lokal setiap minggu), Ad pasti yang 
paling protes keras. Aku tidak perlu mendetail bagaimana cara dia protes, yang 
jelas, setiap minggu, aku wajib menjemput mereka pulang. agar tidak diikutkan 
kedalam aktifitas aktifitas gerejani.
Yang lebih extrem dan mungkin agak malu maluin, kebiasaan anak anak entong di 
Jakarta, maksudnya anak gang kancil, kalau buang air kecil suka di sembarang 
tempat, nah aku sudah bilang ke Ad kalau di Amerika tidak boleh kencing 
sembarangan, karena memang tidak pantas. Suatu saat lagi leha leha di 
apartemen, pintu rumah diketuk oleh manajer apartemen.
Aku pikir, ada apa lagi sih ?. Kok apartemen manajernya yang datang, ternyata 
dia mendapatkan bahwa tetangga bawah komplain katanya ada anak kecil yang 
kencing di balkoni. Aku terus terang kaget sekali, masa sih anak ku kencing di 
balkoni, dengan nada agak malu, aku mencoba menyanggah, tetapi tetap si manajer 
menegurku. Setelah dia pergi, aku interogasi satu satu anakku, ternyata si Dn 
yang kencing di balkoni, aku bilang kenapa kencing di balkoni, kan airnya 
mengucur ke tetangga bawah, jawabnya : dia pernah lihat Ad kencing di semak 
belukar di taman depan. Oalahhh….. 
Inti dari cerita ini adalah perbedaan budaya dan adat istiadat terkadang 
menjadi kendala bagi si kecil, tidak mudah mengajarkan mana yang boleh dan mana 
yang tidak boleh. Keputusan untuk membawanya ke Amerika adalah keputusan yang 
amat berat, karena hampir sebagian besar waktuku habis untuk mengajarkan, 
memantau, dan mencoba membuat dia feel like home.
Moral ceritanya, kalau anak kecil bisa kita ajarkan untuk beradaptasi, apakah 
kita bisa belajar beradaptasi untuk menerima kekurangan dan kelebihan orang 
lain ??
Tabiik.....
Ria Wassef - Kansas, Amerika 
 
renny,ancol
www.renisy.blogspot.com


      

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke