On Feb 16, 12:05 am, "Dr.Saafroedin BAHAR" <saaf10...@yahoo.com>
wrote:
> Bung Nofend,Pak Hatta memang mengutus pak Djoeir Moehamad untuk menemui 
> Letkol Ahmad Husein agar tidak melanjutkan rencana memberontak, tapi rupanya 
> -- karena sesuatu hal -- pesan tersebut tidak sampai. Dan apa akibatnya kita 
> semua sudah tahu. Dari perspektif militer, sesungguhnya memang PRRI sama 
> sekali tidak siap. Mungkin dari segi politik semangat sudah berkobar-kobar, 
> tapi walaupun terkait dengan politik, namun cara berperang kan lain dari cara 
> berpolitik. [von Clausewitz menulis bahwa perang adalah lanjutan politik, 
> dengan cara lain].
> Ada tiga catatan saya mengenai artikel di bawah ini: 1)  gerakan yang 
> dilancarkan pak Harun Zein pada tahun 1968 bukan 'gerakan mambangkik batang 
> tarandam' seperti tercantum dalam artikel di bawah ini, tetapi 'strategi 
> harga diri". Saya tahu benar, oleh karena pak Harun mengumandangkan strategi 
> tersebut di depan sidang DPRD GR Provinsi Sumatera Barat, dan waktu itu saya 
> masih jadi anggota DPRD GR tersebut.Dalam hubungan ini masyarakat Sumatera 
> Barat perlu berterima kasih secara khusus kepada pak Harun, yang merupakan 
> tokoh pertama yang mengangkat topik harga diri orang Minang ini, setelah 
> sepuluh tahun , antara 1958 - 1968,  jatuh moril dan 'baibo-ibo' terus.2)   
> Pada tahun 1958 seingat saya belum ada lembaga 'Bintara Pembina Desa' 
> (Babinsa). Yang adalah 'Bintara Urusan Teritorial dan Perlawanan Rakyat" 
> disingkat "Buterpra'. Di atasnya ada "Perwira Urusan Teritorial dan 
> Perlawanan Rakyat" (Puterpra).3) Nama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada
>  saat itu bukan John Foster Dullas, tapi John Foster Dulles.

Pak Saaf dan sanak sapalanta yang ambo hormati,

Terima kasih atas koreksi pak Saaf atas 3 hal yang perlu diluruskan
dari artikel yang saya tulis tersebut, disamping penegasan atas pesan
bung Hatta serta peranan pak Harun Zein dalam membangkitkan harga diri
urang awak tersebut.

Tulisan saya sendiri dalam artikel tersebut ditambah dengan sejumlah
'copy-paste' dari beberapa sumber lain, dibuat dengan tujuan
memberikan informasi dasar yang memadai untuk generasi anak saya/
generasi muda Minang menyangkut peristiwa pergolakan daerah, yang
terjadi hanya 13 tahun setelah proklamasi, atau 9 tahun setelah
penyerahan kedaulatan.
Disini ada faktor internal ketidak puasan daerah, dan faktor external
fase awal perang dingin antara 2 kelompok negara adidaya yang masing-
masingnyanya memiliki kepentingan mereka sendiri-sendiri.

Banyak pelajaran positif yang bisa diambil berupa langkah-langkah
koreksi dari pihak pemerintah sendiri yang dilakukan pada awal Orde
Baru, yang kemudian dilanjutkan oleh orde Reformasi setelahnya,
seperti pemberantasan PKI dan faham komunisme, serta pemberian otonomi
daerah seluas-luasnya.
Ini adalah bagian dari perjalanan bangsa yang pencapaiannya masih jauh
dari tujuan ideal bangsa Indonesia, yang dari waktu ke waktu berkali-
kali terganjal oleh permasalahan pesatuan dan kesatuan bangsa.

Sulit untuk mengatakan bahwa salah satu tujuan PRRI menyangkut otonomi
daerah telah kita nikmati, pada saat ternyata PAD Sumbar sendiri
ternyata tidak cukup untuk membiayai pembangunan di daerah ini
sendiri.
Fakta ini menunjukkan bahwa hidup dalam naungan NKRI memang masih
merupakan pilihan terbaik.

Luka-luka lama akibat peristiwa pergolakan ide yang kemudian
dimanifestasikan dalam bentuk peperangan, tentunya masih membekas bagi
sejumlah pelaku dan anak keturunannya (kalau sebagian petinggi PRRI/
Permesta pada awal Orde Baru telah diberi peluang dalam pengelolaan
HPH, perdagangan, Kontraktor, dll).

Salah satu akibat awal dari peristiwa PRRI adalah kehilangan harga
diri, serta rasa tidak senang pada orang Jawa.
Kehilangan harga diri tampaknya sudah tidak ada lagi (terkait dengan
jasa besar pak Harun Zein diatas).
Rasa tidak senang pada orang Jawa ini yang tampaknya masih tersisa,
sebagaimana terkadang juga terefleksikan dalam beberapa postingan di
RN ini.
Masih perlukah sikap seperti ini dipertahankan, pada saat sebagian
besar warga Minang masa kini struktur kekeluargaannya terkait dengan
suku Jawa ini ? Atau sebagian besar urang awak justru dewasa ini hidup
di tanah Jawa ?

Maaf dan Wassalam,

Epy Buchari
L-66, Ciputat Timur





-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke