~~."IJP".~~ -----Original Message----- From: Koran Digital <korandigi...@gmail.com> Date: Thu, 22 Apr 2010 18:19:26 To: Koran Digital<koran-digi...@googlegroups.com> Subject: [Koran-Digital] IJP: Ada Udang di Balik Kepala
Ada Udang di Balik Kepala Indra Jaya Piliang, PENULIS BUKU MENGALIR MENITI OMBAK DAN BOURAQ- SINGA KONTRA GARUDA Pendekatan spasial akan memba- wa kita pada kesimpulan bahwa beragam peristiwa yang bersum- ber pada kekuasaan hari ini ti- dak berhubungan. Kasus Susno Duadji berbeda dengan Gayus Tambunan. Tragedi Koja tidak sama dengan kompetisi merebut ketua umum partai- partai politik. Kupu-kupu yang terbang di lembah Gu- nung Marapi, Sumatera Barat, tidak ber- kaitan dengan badai di Laut Pasifik. Para demonstran Kaus Merah di Bangkok ha- nyalah serpihan yang tidak hinggap di ke- pala kelompok-kelompok tani yang meminta haknya di Sumatera. Praperadi- lan kasus Bibit-Chandra bukan bagian da- ri kisah Anggodo. Tapi bagaimana kalau kita melihatnya secara holistis dan komprehensif? Bagi penganut teori sistem, satu gigitan nyamuk saja di tungkai kaki bisa menembus sela- put otak. Dari sini, pola pandang perlu di- perbesar lagi. Kemajuan teknologi infor- masi zaman ini mengejar setiap individu dengan tumpukan sampah tak berguna. Apabila tidak mampu memilahnya, manu- sia tertimbun dalam ketidaktahuan justru karena penuhnya data dan informasi. Daya ledak terjadi akibat over-information. Dengan merangkai seluruh informasi dan meletakkannya di dinding kamar ker- ja, lalu menggunting dan “men-Stabilo” bagian-bagian kecil yang tersembunyi, kita segera tahu masalah besar bangsa ini. Apa itu? Kerusakan di kepala kekuasaan. Saya tidak menyebut kepala negara atau kepala pemerintahan. Tapi, sekali lagi, kepala ke- kuasaan. Kekuasaan di sini bisa didefinisikan ke- pada setiap orang yang memiliki otoritas publik. Otoritas yang didapatkan atas da- sar kerja- kerja pelayanan publik. Otoritas yang juga bermodalkan anggaran publik yang diperoleh dari hak pengelolaan keka- yaan negara dan warga negara. Kepala ke- kuasaan itu bisa saja seorang petugas pa- jak yang mendatangi wajib pajak atau wali nagari yang mengelola bantuan gempa. Kekuasaan yang tersebar, bukan dimono- poli oleh hanya segelintir orang. udang tak sempat lari. Cara lain, kalau ada semak belukar tempat udang bersembunyi, langsung saja diangkat dengan cepat dan dibuang ke darat. Udang akan menggelepar-gelepar. Makna udang di masa kecil hanyalah sebagai lauk untuk menemani nasi. Tapi, setelah dewasa, udang memiliki banyak makna. Satu yang saya ingat adalah labirin kecil warna hitam di punggungnya. Bagi tukang- tukang masak di restoran, labirin itu dibuang, karena itulah aliran kotoran dari kepala ikan ke bagian tubuh yang lain. Selain itu, ada yang mengatakan bagian paling berbahaya dari udang adalah sisiknya bagi kesehatan. Sisik yang tidak mudah dicerna dan mengandung kolesterol tinggi. Itu informasi yang saya dapat, entah salah, entah benar. Pada pelajaran yang lain tentang udang, lalu dikaitkan dengan kekuasaan, saya diberi tahu tentang sebuah kesimpulan.Ya, bahwa kotoran udang itu terletak di kepala. Jadi bagian yang paling cepat busuk se telah udang mati adalah kepalanya. Apa- kah di kepala itu terdapat otak, saya tidak tahu. Barangkali ada, tapi tidak sebanyak kotorannya sendiri. Hubungannya dengan kekuasaan? Seperti udang, kekuasaan itu busuk di kepalanya sendiri. Barangkali itulah yang terjadi belakang- an ini. Setiap kepala kekuasaan memiliki kebusukan yang endemik dan sistemik. Kepala-kepala itu seperti ular-ular kecil di kepala Medusa, seorang perempuan yang tubuhnya juga ular. Siapa pun lelaki yang memandang kepala itu akan berubah men- jadi batu. Tidak peduli lelaki itu seorang raja atau anak dewa sekalipun. oleh para pelayat, sebentar lagi malah akan diresmikan sebagai bangunan cagar budaya oleh Presiden SBY. Saya percaya bahwa itu bagian dari pencitraan biasa. Tapi, tanpa kejelasan sejarah tentang seso- sok manusia yang bernama Mbah Priok, jelas akan menimbun satu soal yang nanti pastilah mengundang masalah lagi. Seperti rangkaian, baik makam Mbah Priok, pelayat-pelayatnya, ahli- ahli waris- nya, pemda DKI Jakarta, Pelindo II, mau- pun Presiden SBY sendiri terjebak dalam lingkaran kekuasaan yang tindih-menindih. Bukannya mengarah pada kejernihan atas informasi yang masih samar- samar, kita se- perti ingin melupakan masalah ini dengan cara “win-win solution”. Adagium yang en- tah mengapa makin sering dipraktekkan. Padahal cara-cara yang lebih berguna bagi masa depan sungguh banyak tersedia. Misalnya, sebuah studi arkeologis dan seja- rah yang dilakukan oleh ahli yang berte- baran di banyak kampus. Sekalipun Fauzi Bowo sebelum menjadi Gubernur DKI berkampanye “Bang Foke Ahlinya”, tetap saja Fauzi bukan ahli soal sejarah dan ar- keologi. Biarkan pakar-pakar ini yang be- kerja dalam masa jeda. Jangan juga jeda itu dihentikan dengan cara membuat prog- ram-program pencitraan baru. Selain itu, tentu mempekerjakan ahli- ahli bangunan, kalangan arsitek, serta pe- rencanaan kota. Kalau selama ini makam Mbah Priok dianggap sebagai bagian dari “benalu”dalam fungsi pelabuhan, para arsitek dan perencana kota pastilah bisa membuatkan maket yang menjadikan ma- kam itu sebagai bagian integral dalam sistem pelabuhan. Di pintu pelabuhan bi- sa saja dipasang arah penunjuk jalan, bahwa makam Mbah Priok bisa dibuka pada jam sekian dan dikunjungi para pe- layat. Para pedagang juga bisa difungsi- kan dengan baik, tanpa harus menggang- gu arus keluar-masuk kontainer-kontai- ner raksasa. Dengan cara-cara yang lebih realistis itu, udang-udang di balik kuasa bisa dica- rikan jalan bernapasnya. Bukan malah te- rus disembunyikan untuk sewaktu-waktu menjadi bom-bom waktu. Begitu pula atas masalah- masalah lain bangsa ini. Jangan biarkan kepala-kepala kuasa, kuasa- kuasa kepala, malah menjadi makhluk yang membuat bangsa ini menjadi busuk. Dire- mehkan oleh bangsa lain. Dilecehkan oleh bangsa sendiri. Saatnya udang masuk ke penggorengan. Jangan biarkan berubah menjadi kepala kita sendiri.... ● http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2010/04/23/ArticleHtmls/23_04_2010_011_009.shtml?Mode=1 -- "One Touch In BOX" To post : koran-digi...@googlegroups.com "Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun - Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu - Hindari ONE-LINER - POTONG EKOR EMAIL - DILARANG SARA - Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. - Berdiskusilah dengan baik dan bijak. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------ “Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan.” -- Otto Von Bismarck. "Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib. Subscription settings: http://groups.google.com/group/koran-digital/subscribe?hl=id -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe