Kab. Agam | Senin, 24/05/2010 06:14 WIB

Fajri Hidayat - Posmetro Padang <http://www.posmetropadang.com> 

Arfit Nur (24) dengan enteng duduk di pucuk pohon cengkeh (Syzygium
aromaticum) tak jauh dari rumahnya, di Jorong Gasang Kenagarian Maninjau,
Tanjung Raya, Agam, Minggu (23/5/2010). Pohon muda yang ukuran batangnya tak
lebih besar dari pangkal paha orang dewasa itu, berayun-ayun ketika Arfit
memetik setangkai demi setangkai buah cengkeh yang terletak di ranting
paling ujung.

Sepetik dua petik, bapak satu anak itu memasukkan bertangkai-tangkai cengkeh
ke dalam kain sarung batik yang digantungkan di lehernya. Sejam kemudian,
kain sarung itu pun menjelma buntelan yang menggelembung berisi ratusan
tangkai cengkeh basah hijau. Sebagiannya berwarna merah dan telah mekar
mengeluarkan bunga berbintik-bintik kuning di ujungnya. 

"Ini berarti agak terlambat kita petik. Lihatlah, sudah berbunga," kata
Arfit.

Setelah buntelan terasa penuh, dia pun membawanya pulang atau ke rumah
pemilik pohon. Di sana mereka secara bersama-sama mengurai/memisahkan buah
cengkeh dari tangkainya. Sore itu, merupakan hari keempat bagi Arfit dan
juga masyarakat sekitar menikmati musim panen cengkeh. Suatu aktivitas yang
telah hampir 26 tahun ditinggalkan warga Maninjau. 

Mengenang musim panen cengkeh pada tahun 1970-an, bagi masyarakat Maninjau,
serupa mengenang sebuah kejayaan masa silam. Berbagai memori tentang cerita
kebahagiaan teringat kembali, melihat pohon-pohon yang pernah menjadi ladang
emas itu, mendadak berbuah lebat secara merata, setelah sekian lama mandul
dan tak terurus. 

Sejak harganya anjlok karena benturan berbagai kepentingan dan ketamakan
monopoli di tingkat pusat di awal 1980, pohon cengkeh memang tak lagi
diurus. Kebanyakan mengering, terserang penyakit dan mati berdiri.
Sebagiannya ditebang dan kayunya dijadikan kayu api, karena tak lagi bisa
diharapkan menghasilkan uang.

"Saya masing ingat, dulu, bagi orang-orang yang tak pandai memanjat pohon
cengkeh, bisa dapat uang banyak juga dengan hanya memilih buahnya yang jatuh
ke tanah. Sekotak korek api saja hasilnya sudah lumayan," kata Nurhamah
(52), tetangga Arfit. 

Ibu lima anak, itu mengatakan harga cengkeh waktu itu sempat setara dengan
emas. Ketika harga emas Rp 5.000, masa itu, cengkeh berharga Rp 4.000/Kg.
Bisa dibayangkan, betapa banyak pemilik ladang cengkeh yang kaya raya pada
jaman keemasan tersebut. Tak salah pula, bila cengkeh sempat diistilahkan
dengan "emas hijau".

Berkah di Balik Bencana

Dalam sehari, para pemanjat cengkeh seperti Arfit bisa memetik sekitar 25
liter dari 2-3 batang cengkeh yang dipanjatnya. Hingga saat ini, dia telah
mengumpulkan seratusan liter cengkeh sejak hari pertama panen. Baik dari
ladang keluarganya sendiri, maupun milik tetangga yang dipercayakan
kepadanya untuk memetik, dan hasilnya dibagi dua. 

"Ini adalah berkah, dibalik bencana," kata Arfit. Tiga bulan lalu dia baru
saja kehilangan penghasilan, gara-gara ikan-ikan di 4 keramba (jala apung)
miliknya mati akibat bencana tubo belerang. Sejak itu, dia tak lagi berminat
menabur bibit ikan dan sebagian kecil ikan yang tersisa digunakannya saja
untuk kebutuhan lauk sehari-hari. Dia mengalihkan usahanya ke sawah dan
ladang. Kebetulan lahan yang bisa digarapnya lumayan banyak. Lahan itu dulu
sempat ditinggalkannya, karena tergiur besarnya keuntungan penjualan ikan
keramba.

Sekarang sepanjang siang, bila cuaca cerah, halaman rumah Arfit dipenuhi
taburan cengkeh yang dijemur di atas terpal.Karung plastik yang dulunya
merupakan tempat penyimpanan pelet (pakan ikan), sekarang dia gunakan untuk
menyimpan cengkeh kering. Sekitar 2-4 liter dari cengkeh basah bisa
menghasilkan satu kilogram cengkeh kering sesuai dengan jenisnya.

"Jenis unggul di sini adalah Zanzibar, cengkehnya besar-besar dan panjang,
dan tentunya lebih berat dari jenis cengkeh kampung," kata Rivai (40), warga
lainnya yang juga sedang menikmati panen tanaman yang merupakan bahan pokok
rokok kretek tersebut. 

Anak mantan petani cengkeh terkaya di Maninjau ini, sebelumnya lebih memilih
bekerja sebagai mandor proyek, dan tak terlalu menghiraukan ladang cengkeh
keluarganya yang luas. Tapi, sekarang cengkeh kembali memikat hatinya.

Hal yang sama juga dilakukan Busra Algeri (38). Meski puluhan keramba
miliknya tak menjadi korban tubo belerang, petani keramba sekaligus pembibit
tersukses di kawasan itu sejak sepekan terakhir lebih memusatkan perhatian
pada ladang cengkeh milik keluarganya yang kebanyakan merupakan pohon-pohon
tua yang pernah dipanen tahun 1970-an. Buah cengkeh yang kembali lebat,
membuatnya rela mengenyampingkan usaha pokoknya. Dia juga merasakan ini
sebuah keajaiban dan berkah yang sebetulnya sejak dulu telah dinanti-nanti.

Saat ini, meski masih jauh dari harga di tingkat petani secara nasional
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu Rp 50.000-55.000, cengkeh
kering bisa dijual kepada pedagang pengumpul dengan harga Rp43.000/Kg.
Sementara cengkeh basah Rp13.000/Kg. Kebanyakan petani mengeringkannya di
halaman rumah sebelum menjual, karena harganya lebih tinggi.

Berbuah-lebatnya secara mendadak pohon-pohon cengkeh secara merata tersebut
sejak dua pekan lalu, memang dirasakan masyarakat setempat sebagai suatu
hiburan yang didatangkan oleh Tuhan. Betapa tidak, sejak peristiwa gempa
besar 30 September tahun lalu, Maninjau sepertinya tak lepas dari terjangan
bencana yang datang bertubi-tubi. Mereka berharap, ini adalah akhir dari
bencana. Maninjau belum kiamat. (*)

 

http://padang-today.com/index.php?today=news&id=16641

 

From: rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantau...@googlegroups.com] On
Behalf Of Rita Desfitri Lukman
Sent: Saturday, May 22, 2010 9:25 AM
To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [...@ntau-net] SAGAGANG CANGKEH ...

 

SAGAGANG CANGKEH

 

Mamanjek batang cangkeh dan mamatiak buahnyo mungkin marupokan pengalaman
nan indak talupokan bagi kito sadonyo. Malayok-layok diantaro dahan sambia
manyangkuik dan maelo ranting-ranting ketek nan barisi buah cangkeh di ujung
dahan atau di ujung ranting mambuek kito sabana asyik. Tantu sajo indak lupo
manyandang kambuik di lihie tampek buah cangkeh nan ka diambiak... :)

 

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke