Urang tuo, ahli agamo, para bundo sarato awak basamo,
Assalammu'alaikum wrwb...
Perkenankan ambo untuak manuruih sakatek tasyiah nan baru dapek pagi ko (bukan 
tulisan ambo), mudah2an bisa manjadi ilmu dan amal untuak awak basamo. Tausyiah 
nan ambo dapek dari: 
http://tausyiah275.blogsome.com/2007/02/28/bolehkah-kencing-berdiri/

Dalam kehidupan sehari-hari, (maaf) kencing, yang senantiasa disebut sebagai 
buang air kecil (BAK) merupakan kegiatan yg tidak bisa terelakkan dan dihindari 
oleh manusia dan hewan. Hal ini karena BAK merupakan FITRAH dari makhluk ALLOH 
SWT ini. (Nyaris) Tidak mungkin manusia dan hewan yg bisa hidup tanpa BAK.
 
Bagi manusia sendiri, BAK merupakan konsekuensi dari aktivitas minum yang dia 
lakukan, selain itu karena tubuh sudah diprogram ALLOH SWT untuk membuang zat2 
yang tidak berguna dalam air kencing. Dengan demikian, berdasar ilmu 
kesehatan…bagi manusia, salah satu manfaat kencing adalah membuang zat yang 
sudah tidak diperlukan tubuh..juga membuang racun yang ada dalam tubuh.
 
Menahan kencing bisa berakibat fatal, karena akan mengganggu kerja ginjal. Jika 
terlalu sering menahan kencing, bisa mengakibatkan penyakit lain, antara lain 
batu ginjal. Bahkan hal paling parah adalah gagal ginjal. Jika sudah mendapat 
penyakit seperti itu, barulah kita sadar betapa kita telah melupakan nikmat 
ALLOH SWT.
 
Nah, saudaraku, dengan demikian janganlah kita suka menahan kencing. Untuk hal 
’sepele’ seperti ini, Islam juga sudah mengaturnya. Jadi, jangankan bersin, 
urusan kencing pun Islam telah mengaturnya. Aku sempat diberitahu seorang 
temanku, bahwa posisi duduk (atau jongkok) merupakan posisi IDEAL untuk 
kencing. Aku sedikit lupa penjelasan detailnya, lebih kurang temanku itu bilang 
bahwa dengan jongkok, maka saluran kencing dan saluran lainnya (yang menunjang 
proses kencing) akan terbuka lebar serta mengoptimalkan air kencing yg keluar. 
Dengan kata lain, semua air kencing akan dikeluarkan. Sebaliknya, jika kencing 
berdiri, maka ada saluran yg tidak berfungsi optimal.
 
Terus terang, aku tidak tahu persis…karena aku bukan orang yg mengerti mendalam 
mengenai ilmu kesehatan. Di sini aku akan bahas mengenai kencing berdiri dari 
sudut pandang agama.
 
Anggapan/asumsi hanya posisi kencing jongkok yang diperbolehkan (baik bagi pria 
maupun wanita) sempat aku dengar juga dari beberapa orang ulama/ustad. Mereka 
menggunakan dalil berikut: Dari Aisyah ra. berkata, “Siapa saja yang mengatakan 
bahwa Rasulullah SAW kencing berdiri, maka jangan dibenarkan. Beliau tidak 
pernah kencing sambil berdiri.” (HR Khamsah kecuali Abu Daud dengan sanad yang 
shahih)
 
Namun, melihat kondisi di lapangan, nampaknya sulit menemui/mendapatkan tempat 
untuk kencing jongkok di toilet-toilet pria. Yang seringkali kita temui adalah 
tempat kencing berdiri, dengan segala variasinya. Sedangkan tempat untuk 
kencing jongkok, nyaris tidak ada. Jika kita ingin kencing jongkok, maka kita 
mesti antri/masuk ke ruang buang air besar, baru kita bisa kencing 
jongkok/duduk.
 
Berarti, kencing berdiri HARAM dong? Dan kita selama ini TIDAK MENCONTOH SUNNAH 
RASUL?
 
Upss…tidak semudah itu menyatakan kencing berdiri sebagai sesuatu yg haram dan 
‘mencap’ kita tidak mencontoh sunnah Rasul. Aku coba cari referensi, bagaimana 
Rasululloh SAW BAK, apakah jongkok/duduk saja, ataukah pernah melakukan sambil 
berdiri? Ternyata, KENCING BERDIRI ITU BOLEH…!!! Aku temukan dalil sebagai 
berikut: Dari Huzaifah ra. bahwa beliau berkata,“Rasulullah SAW mendatangi 
sabathah (sebuah tempat yang tinggi untuk bertabir di belakangnya) pada suatu 
kaum dan beliau kencing sambil berdiri. Kemudian beliau meminta diambilkan air 
dan mengusap kedua khuff-nya (sepatu). Maka aku pergi menjauh namun beliau 
memanggilku hingga aku berada di belakang beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)
 
Perbuatan Rasululloh SAW ini juga dicontoh oleh sahabatnya, Umar bin Khatab. 
Zaid ra. berkata, “Aku telah melihat Umar bin Al-Khattab kencing sambi 
berdiri.” (Hadits dengan sanad yang shahih)
 
Lho, kok ada 2 dalil yg bertentangan? Jika begitu, ada pihak yg SALAH, dan ada 
yang BENAR? Lalu, siapa yg salah dan siapa yang benar? Sebagai umat Islam, mana 
yang mesti kita ikuti?
 
Pertama-tama, kita mesti YAKINI bahwa ajaran yg dibawa Rasululloh SAW TIDAK 
BERTENTANGAN. Dengan kata lain, Islam adalah agama yg konsisten. Jika ada 
hadits/ayat yg MENURUT KITA bertentangan, maka kemungkinannya adalah kita yg 
kurang ilmu untuk mengerti (kita mesti cari referensi) atau ilmu manusia yg 
terbatas.
 
Lantas, untuk kasus di atas, yg SEPINTAS nampak BERTENTANGAN….aku sempat cari 
penjelasan untuk hal ini. Salah satu jawaban yg aku dapatkan adalah: istri 
Rasululloh SAW, Aisyah, meriwayatkan hadits di atas karena sikap Rasululloh SAW 
selama di rumah TIDAK PERNAH KENCING BERDIRI. Sedangkan untuk hadits tentang 
Rasululloh SAW kencing berdiri, didapat dari kegiatan Rasululloh SAW di luar 
rumah. *jika ada informasi tambahan tentang hal ini, aku minta tolong 
dituliskan…*
 
Ok…dari tulisanku di atas, berarti KENCING BERDIRI TIDAK DILARANG (untuk 
laki-laki). Adapun untuk perempuan, kencing berdiri nampaknya TIDAK MUNGKIN 
DILAKUKAN, karena struktur kelamin perempuan jelas berbeda. Jika perempuan 
kencing berdiri, maka kemungkinan besar air kencing, yg termasuk najis, akan 
**muncrat dan** terpercik ke pakaian.
 
Namun, meski kencing berdiri tidak dilarang, ada beberapa hal yg mesti kita 
perhatikan apabila kita (kaum laki-laki) hendak kencing berdiri:
1. Tidak dilakukan di pinggir jalan, terutama di belakang pohon. Seringkali 
kita lihat, terutama di pinggir jalan, baik di kota besar ataupun kota 
kecil….banyak laki-laki yg kencing di pinggir jalan, di belakang pohon. Kenapa 
SEBAIKNYA TIDAK DILAKUKAN di pinggir jalan? Karena ada kemungkinan AURATNYA 
TERLIHAT.
 
2. Memperhatikan tempat kencingnya. Di kota-kota besar, terutama di 
gedung-gedung perkantoran, sudah banyak tempat kencing (berdiri) yg sudah 
canggih dan bagus bentuknya. Pada umumnya, tempat kencing berdiri berbentuk 
porselen (keramik) menjorok ke dalam, yg memudahkan laki-laki untuk menuaikan 
hajatnya. Seperti aku tulis di bagian awal, tempat kencing seperti ini RISKAN 
percikan najis. Mengapa? Karena (maaf) aliran kencing yg terlalu deras bisa 
mengakibatkan percikan air kencing mengenai celana kita. Akibatnya pakaian kita 
menjadi terkena najis dan TIDAK BOLEH dipakai sholat.
Karenanya, perhatikan bentuk tempat kencingnya. Di beberapa tempat, ada tempat 
kencing yg cukup ‘luas’ sehingga kemungkinannya kecil percikan air kencing 
memantul porselen dan mengenai pakaian kita.
 
3. Membasuh kemaluan. Salah satu kekurangan/hal yg terlupa apabila kita kencing 
adalah MEMBASUH KEMALUAN. Padahal biasanya masih ada air kencing yg tersisa di 
ujung kemaluan kita. Tidak sedikit diantara kita yg langsung memasukkan 
kemaluan kita ke dalam celana, segera setelah kencing. Walhasil celana dalam 
kita terembes air kencing. Akibatnya, otomatis celana dalam kita terkena najis.
Sementara itu, di banyak tempat ruang kecil, lokasi wastafel ternyata cukup 
jauh. Tentu saja kita tidak mungkin ‘membawa-bawa’ dan ‘mempertontonkan’ 
kemaluan kita ke arah wastafel untuk dibasuh dg air dari wastafel, karena ini 
jelas mengumbar aurat. Solusinya, yg selama ini aku lakukan, adalah membasuh 
kemaluan dg air dari tempat kencing (yg tersedia untuk menyiram bekas kencing). 
Lakukan sebersih mungkin. Sementara untuk membasuh tangan, bisa dilakukan di 
wastafel.
 
4. Memperhatikan posisi tempat kencing. Terkait dengan no 2, kita mesti juga 
perhatikan posisi tempat kencing. Pada umumnya, posisi tempat kencing TIDAK ADA 
SEKAT. Tentu saja ini riskan, karena aurat bisa terlihat oleh orang di sebelah 
kita. Aku pernah baca di sebuah artikel, aku lupa apakah di koran atau mailing 
list, ada seorang laki-laki yg sedang di luar negeri, dia kencing berdiri di 
tempat yg kebetulan membuat auratnya bisa terlihat oleh orang sebelahnya. 
Ternyata laki-laki sebelahnya adalah seorang homoseksual. Ujung-ujungnya, 
selesai kencing…dia malah diikuti si laki-laki abnormal itu.
 
5. (sebaiknya) Jangan gunakan tangan kanan untuk memegang kemaluan. Bukan tidak 
boleh…tapi hukumnya makruh (lebih baik tidak dilakukan). Ini berdasar hadits 
yang bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan bahwasanya Nabi 
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan 
tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air 
dengan tangan kanannya.” (Muttafaq’alaih). *maksudnya, gunakan tangan kiri 
untuk memegang kemaluan saat kencing dan membasuhnya setelah selesai*
 
Sementara itu, jika kita merapatkan posisi badan ke bagian dalam tempat 
kencing, resiko terpercik air kencing jelas lebih besar. Solusinya, yg aku 
lakukan, mencari tempat kencing di bagian ujung, kemudian posisi kencing 
(lebih) membelakangi orang2 lain, sehingga orang lain tidak bisa melihat 
auratku.
 
Mudah-mudahan artikel ini berguna….  
 
ARYANDI, 36 th


      

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke