Air Mata Mulai Tidak Terbendung Setelah Kami Mulai Berthawaf

Rabu 5 Februari, malam

Terkesima, adalah ungkapan yang paling tepat mengenai perasaan kebanyakan 
jemaah haji yang baru pertama kalinya menginjakkan kakinya di Masjidil Haram, 
termasuk saya, dan menyaksikan Ka'bah yang berdiri dengan kokoh, anggun dan 
berwibawa.  Terkesima, karena sesuatu yang sangat dirindukan sekarang sudah 
berada di depan mata. Perasaan ini bercampur aduk dengan perasaan kurang yakin, 
apakah saya benar-benar sudah berada di sana, atau hanya sekedar mimpi indah.

Karena itu saya tidak menangis ketika pertama kali melihat Ka'bah seperti yang 
saya duga sebelumnya. Bahkan saya sudah tidak ingat membaca do'a pendek yang 
seharusnya dibaca ketika melihat Ka'bah, yang sudah saya hapal sebelum 
berangkat ke Tanah Suci.

Keharuan mulai menyelimuti perasaan ketika kami berbaur dengan lautan manusia 
yang dengan khusuk berpusar silih berganti tiada henti mengelilingi bangunan 
yang disucikan Allah SWT tersebut. Air mata mulai tidak terbendung, setelah 
kami mulai berthawaf dengan membaca "Bismillahi Allahhuakbar" sembari menoleh 
dan mengecupkan tangan ke arah Hajar Aswad.  Ketika memulai thawaf, Kur 
berusaha agar kami tetap berada di dalam kelompok kami. Tetapi Kur menurut saja 
ketika tangannya saya tarik dan kami berthawaf sembari berpegangan tangan.

Air mata semakin deras mengalir ketika kami mulai  membaca tasbih, tahmid dan 
takbir yang diselingi dengan permohonan pengampunan,  dan doa bagi diri 
sendiri, keluarga, anak-anak, kerabat dan sahabat, termasuk mendoakan agar 
mereka cepat dipanggil ke Tanah Suci. Tangis saya semakin tidak tertahankan, 
ketika mendo'akan dan teringat  jasa  almarhum ayah dan bunda saya serta  jasa 
almarhum bapak dan ibu, yang menjadikan saya anak mereka ketika saya menjadi 
piatu saat berusia sembilan bulan dan membesarkan saya dengan penuh kasih 
sayang, dan kalau bukan karena didikan mereka, mungkin saya tidak akan berada 
di sana saat itu.

Kami terus berthawaf  dan saya membimbing Kur melakukan putaran spiral mendekat 
Ka'bah sembari tetap bertasbih, bertahmid, bertakbir, beristigfar dan berdoa. 
Tiba-tiba seperti melewati sebuah lorong yang kosong, kami sudah berada di 
dinding Ka'bah. Kur segera memegangnya sembari menangis. Saya juga ikut 
memegang sebentar dengan air mata berlinang dan menarik tangan Kur untuk 
meneruskan thawaf.

Tidak lama kemudian kami berada di pinggir sebuah benda yang mirip counter 
sebuah bank, yang dalam bilangan detik saya sadari bahwa benda tersebut adalah 
Hijir Ismail. "Mah, ini Hijir Ismail" ujar saya memberi tahu Kur. Kami melewati 
Hijir Ismail dengan memegang pinggirannya sembari terus  bertasbih, bertahmid 
dan bertakbir dan berdoa. 

Kami terus bergerak dan bergerak. Tiba-tiba, di sela-sela kerumunan orang di 
depan kami mencuat sebuah benda yang segera saya kenali sebagai Maqam Ibrahim. 
Kami berhenti sebentar untuk memegangnya dan kemudian meneruskan thawaf. 
Setelah Kur yang dengan telaten menghitung setiap putaran yang kami lakukan 
memberitahukan saya, bahwa kami sudah selesai melakukan tujuh putaran, kami 
langsung menepi, dan melakukan dua kali shalat sunat dua rakaat yang 
masing-masing diniatkan di depan Hijir Ismail dan depan maqam Ibrahim.

Selesai shalat kami mencari pintu masuk sumur zam-zam, yang akhirnya dapat kami 
temukan dengan bantuan seorang jemaah haji asal Turki. Sumur zam-zam yang 
disekat, yang satu khusus bagi jemaah laki-laki dan yang lain khusus bagi 
jemaah perempuan, terletak di bawah pelataran thawaf. Sumurnya sendiri sudah 
tidak kelihatan karena tertutup rapat. Airnya dipompa ke puluhan keran yang 
dilengkapi dengan wastafel yang terbuat dari baja tahan karat yang  memancarkan 
air melengkung ke atas jika kerannya ditekan. Sesuai anjuran Nabi, saya meinum 
air zam-zam sekenyang-kenyangnya dengan niat untuk menyembuhkan berbagai 
penyakit yang saya derita—langsung dari keran. Setelah itu saya membasahi 
rambut dan muka saya. Kur dan saya bertemu kembali di dekat pintu masuk jemaah 
perempuan. Selain langsung meminum di sana, Kur yang membawa wadah yang terbuat 
dari plastik, juga mengisi penuh wadah tersebut dengan air zam-zam. Dari sana 
kami menuju tangga yang menghubungkan Masjid dengan tempat sa'i, dan menemukan 
beberapa anggota rombongan kami di sana.

Setelah semua anggota rombongan lengkap, kami menuju bukit Shafa untuk memulai 
sa'i, pulang pergi antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Ingatan kepada hal-hal 
yang  baru kami alami ketika thawaf, secara tidak terasa menimbulkan perasaan 
diri "hebat". Malah ketika melewati tikungan Marwah saya sempat menertawakan 
dalam hati seorang anggota rombongan yang terlihat agak lelah, sesuatu yang 
seharusnya dihindari oleh seorang yang sedang berhaji.

Tidak menunggu lama,  pada putaran ketujuh yang merupakan putaran terakhir, 
saya merasa perut saya mules. Perasaan mules tersebut semakin tak tertahankan 
ketika kami menyelesaikan putaran terakhir itu. Setelah minta bantuan seorang 
jemaah untuk  menggunting rambut saya sedikit sebagai pertanda bertahallul1), 
dengan  setengah berlari, saya diringi Kur yang agak panik melihat kondisi 
saya, segera menuju toilet yang jaraknya lumayan jauh dan terletak di ruangan 
bawah tanah, sambil berusaha untuk "bertahan" sekuat mungkin.

Ternyata saya tidak berhasil.

Tetapi peristiwa yang semula saya pikir sebagai hukuman itu, rupanya mengandung 
hikmah juga. Ketika membersihkan pakaian ihram saya di toilet, saya sempat 
melihat, seperti apa air zam-zam yang saya minum sekenyang-sekenyangnya sebelum 
itu, membersihkan perut saya2). Dengan mengenakan pakaian ihram yang basah, 
saya menemui Kur yang menunggu dengan cemas di depan pintu. Tidak lama sesudah 
itu saya mengalami peristiwa yang cukup menggoncangkan kami berdua, namun 
karena sangat pribadi, tidak mungkin saya ceritakan di sini.

Kami lalu berjalan menuju halaman depan Masjid yang sangat luas dan tidak 
pernah kosong oleh jemaah  itu. Seorang jemaah perempuan Indonesia yang tidak 
kami kenal menghampiri kami dan memberitahu dan menunjukkan tempat rombongan 
kami berkumpul.

Rombongan kami pulang ke pemondokan lewat tengah malam. Karena sudah 
bertahallul, begitu sampai saya segera mengganti pakaian ihram dengan pakaian 
biasa dan bersiap-siap untuk tidur.

Ketika itu jam menunjukkan pukul dua dinihari. 


--------------------
1)      Rukun umrah terdiri dari berihram, yang sudah kami lakukan di Miqat 
(Bandara  King Abdul Azis), thawaf, berkeliling Ka'bah sebanyak tujuh kali 
dengan Ka'bah di sebelah kiri dan bersa'i, yaitu jalan pulang-pergi sebanyak 
tujuh kali antara Shafa dan Marwah. Setelah menyelesaikan semua rukun tersebut, 
bagi yang melaksanakan haji tamattu seperti kami melakukan tahallul dengan 
melepas pakaian ihram dan menggantnya dengan pakaian biasa, dan setelah itu 
diperbolehkan kembali melakukan hal-hal khusus yang dilarang selama berihram 
sampai saat berihram kembali ketika hendak berwukuf di Arafah . 

2)      Setelah peristiwa itu, problem pencernaan yang saya derita selama 
beberapa tahun terakhir ini, sembelit dengan ukuran dan warna faeces yang tidak 
normal (hitam) mengalami perbaikan. Perbaikan itu berlanjut setelah saya 
kembali ke Tanah Air.  


-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke