Sanak Palanta

Mohon maaf bagi yang tidak berkenan, serta terganggu karena pilihan
kata-kata yang tidak sopan. Tulisan ini renungan ambo, betapa susahnya
menjadi ibu yang sempurna di zaman kini. Untuk itu betapa besarnya pahala
ibu yang berusaha mewujudkan peran ibu yang ideal di zaman yang penuh godaan
dan tekanan kini


Salam


andiko



*
*

*Perempuan itu Bertitel Ibu, Sebuah catatan Pembuka*



*Bukankah aku yang melahirkanmu, hai setan ?, bukankah aku yang menyebabkan
kehadiranmu di muka bumi ini ?. Dengan apa kan kau balas jasaku itu. *

*Memang-kata Kamaruddin. Memang lantaran ibulah aku hadir ke bumi ini, tapi
ibu harus tahu, aku bukan lahir karena kasih saya antara ibu dan ayah,
tapi….*

*Tapi apa yang kau maksud. Kata ibunya mendidih. Coba, apa yang kau
maksudkan. *

*Karena…., Ya aku lahir karena akibat saja, akibat dari ketagihan ibu dan
bapa, tapi tidak karena kasih sayang.*



Entahlah apa yang terfikirkan oleh seorang Soewardi Idris dalam cerpen
berjudul “Masa Silam Telah Berlalu, berpuluh-puluh tahun lalu. Seperti apa
latar social yang memberikan lecutan sehingga setangkai kalam menggurat pada
lembaran kertas nan melahirkan seorang Komaruddin yang harus menderita dari
kecil sampai remaja di tangan ibunya sendiri.



Seorang Komaruddin sebagai personifikasi sebuah keluarga yang pada era
delapan puluhan dikenal sebagai anak *Broken Home*, kemudian menggugat
relasi takdir paling agung yang menghubungkan ibu dan anak. Ia menggugat
sebuah doktrin yang mengkultuskan ibu, sehingga kadang seorang ibu sekalipun
tak kuasa menyandang marwah doktrin itu, yakni “Surga Berada Dibawah Telapak
Kaki Ibu”.



Sejatinya dengan jejak kakinya, ibu akan menghamparkan sedikit sisi indah
dari sebuah surga, memberikan bukti bahwa surga sebagai balasan akan
kesalehan yang dijanjikan dalam agama-agama besar, senyatanya ada dan ia
merupa pada sosok ibu di dunia. Tetapi Kamarudin menemukan paradox pada
doktrin itu.



Beberapa hari ini sebagian televisi swasta memberitakan seorang bayi bernama
Feri harus terbaring, karena di siksa oleh ibunya. Indriani, Ibu Feri, kini
diancam dengan Pasal 44 Ayat 2 Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman 10 tahun penjara, begitu yang
ditulis oleh okezone.



Dalam logika pemberitaan, sebuah objek berita yang berbau darah, air mata
dan paha adalah rating dan oplah. Sehingga pada lingkar yang dibentuk oleh
ketiga kata ini, gambar-gambar dan narasi bermain, bahkan dipanggungkan
dalam drama-drama paradox karena ia tercerabut dan melambung dari fakta,
sebuah hiburan murah bernama Sinetron.



Semestinya ketika berita membawa misi, tak hanya mengupas, hingga telanjang,
sehingga betapa sulitnya memaknai kebebasan media, kesaksian ketiga pakem
ini, akan mendorong rasa simpati, kesadaran, kemarahan, dan pada akhirnya
alasan-alasan social untuk perubahan. Tetapi ternyata, berhenti pada
ketelanjangan. Ada segelintir orang yang tetap bisa menikmati secangkir kopi
seharga tigapuluh ribu, di kedai-kedai impor, tampa tercekat dan
segerombolan lainnya sedang menuju dengan segenap upaya pada posisi itu.



Ketika ketelanjangan investigative memaparkan seorang bocah bernama feri
dihadapan kita, segenap kemarahan dan caci maki akan tertuju kepada si Ibu
yang demikian kejam dan kemarahan itu semakin memuncak, karena media
kemudian menemukan ibunya itu seorang lonte. Lengkaplah sudah segala symbol
kebencian yang terpelihara sepanjang zaman. Bahkan mungkin saja Feri
terlahir bukan karena kasih sayang, tetapi karena ketagihan ibu dan ayahnya.
Ialah mungkin salah satu Kamarudin zaman kini. Maka, syahlah segala ancaman
pemidanaan disandangkan kepadanya.



Tetapi, selain paradoksnya ala Komarudin, seorang ibu tak hidup pada oase
seindah surga, dimana ketertiban adalah anak syah dari ibu bernama keadilan.
Segala doktrin yang disandang seorang ibu yang bekerja pada aura kemarahan,
ketidak pedulian, ketidak adilan, barangkali akan berbuah penaklukan,
perlawanan dan tak jarang kekerasan. Sejatinya anak pada posisi ini adalah
mata air yang mendinginkan sekaligus menggelorakan, sebab itu seorang ibu
berani menantang susunan pedang yang datang kehadapannya. Tetapi itulah
sayangnya, barangkali anak itu lahir bukan karena kasih sayang, tetapi
sebagai sebuah akibat dari kejalangan.



Barangkali melodrama ini secara normative akan berakhir di penjara, sebagai
jawaban prakmatis dari sebuah fenomena social yang semakin hari-semakin
membesar. Fenomena yang makin jamak tetapi jauh dari kesadaran kekuasaan
akan perlunya perubahan, ketika para pelakunya berasyik masyuk dalam dunia
yang tak terjangkau. Dunia itu menggali makin dalam kesenjangan antara
penguasa, rakyat jelata dan perempuan yang bertitel ibu itu, termasuk ibu
yang melahirkan Feri dibawah pohon ceri.



Pada kesenjangan structural tak berjaminan, dengan segala terkaman komoditas
yang dipahatkan sejak dari tempat tidur, ke dapur sampai kehalaman, seorang
ibu hanya bersandarkan pada do’a-do’a malam sebagai spirit menjalan fitrah
paling terhormat yang disandangnya, yaitu perantara kasih tuhan agar bangsa
manusia terus berkembang dan menjadi kalifah di muka bumi, sekaligus orang
yang dimandatkan mendekatkan surga ke tengah-tengah rumahnya. Ibu yang akan
dipuja ketika melahirkan para panglima dan akan di caci maki ketika
melahirkan seorang jadah.



Andara, 6 Juni 2010

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke