Sanak Taufiq yth.
Manyilau saketek ambo untuak manambah penjelasan Pak MN, malakik penjelasan 
Prof Nursyirwan nan kito harokkan.
Istilah nan populer kini digunokan untuak antropologi politik adolah 
antropologi kekuasaan, nan meliputi ruang nan labiah laweh. Di dalamnyo ado 
banyak pendekatan, salah satu nan digunokan Pak MN adolah pendekatan 
struktural-fungsionalisme, karono beliau mambaok era-nyo, yaitu era Durkheimian 
hinggo mungkin Marvin Harris. Jadi pandangan tantang 'struktur' sarato 'fungsi' 
taraso sangat kental.
Dalam 20 tahun belakangan iko sabananyo mangamuko pandangan posmo dalam 
antropologi kekuasaan, di antaronyo oleh Foucault, Giddens, Bourdieu, Derrida, 
dll. Contoh dari Foucault: kedaulatan itu dulu dipacik oleh rajo (penguaso), 
kini alah tasebar ka satiok urang-urang. Jadi 'struktur' alah baraliah ka 
'mikro struktur', dlsb.
Dalam pandangan struktur-fungsi, sangek paralu manduduakkan sia nan di ateh sia 
nan di bawah, sarato bantuak relasinyo. Kekuasaan diproduksi dari ateh, atau 
karono ado analisis stratifikasi dan hirarki sosial.
Namun dalam pandangan antropologi kekuasaan terkini, sasuai definisi kekuasaan 
nan disabuik Foucault: "kekuasaan bukan institusi, bukan struktur, bukan pula 
kekuatan yang dimilikinya, melainkan suatu istilah atau konsep untuk menyebut 
suatu situasi strategis yang kompleks dalam masyarakat".
Karono itu lahia banyak istilah baru kini, seperti kontestasi, konflik, 
harmoni, dlsb. Mulai dari resistensi hinggo dominasi. Bantuak perlawanan 
macam-macam pulo, ado isu, gosip, hinggo konflik, nan dapek dimainkan oleh 
satiok urang.
Baitu tukuak-tambah disampaikan, talabiah takurang mohon dimaafkan.
 
Wassalam,
-datuk endang

--- On Thu, 7/15/10, taufiqras...@gmail.com <taufiqras...@gmail.com> wrote:


Terimakasih untuk kuliahnya Prof

Hal ini sangat terasa krn saya cuma satu semester mengikuti Kuliah Sosiologi 
dulu

Tapi untuk subject diatas saya hanya sekedar merespon wacana yang ada. Disertai 
prediksi plus-minusnya

Sekedar untuk memberdayakan lembaga tsb serta supaya punya bargaining position 
dengan Pemerintah
Sekalian untuk menghindari dijadikan kendaraan politik seperti di jaman Golkar 
meraja lela dulu

Jadi bukan merupakan suatu telaahan ilmiah

Apalagi saat ini sering kita temui benturan antara analisa suatu pengamat 
dengan yang lain. Termasuk diantaranya sesuai pesan sponsor yang berkepentingan

Begitu juga kondisi dilapangan yang kita temui lumayan banyak juga yang keluar 
dari pakem orang kampus. Bahkan tidak sedikit orang Kampus yang terpaksa 
berhubungan dengan yang berwajib karena dia telah keluar dari pakem Penguasa

Mohon maaf untuk wacana saya yang tidak ilmiah dan telah mengusik bapak tsb 

Wass
TR
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com> 
Sender: rantaunet@googlegroups.com 
Date: Thu, 15 Jul 2010 19:15:18 +0800 (SGT)
To: <rantaunet@googlegroups.com>
ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com 
Subject: Re: [...@ntau-net] Tungku Tigo Sajarangan Minta Dijadikan Muspida Plus 
---> KOK LARINYA KE POLITIK ?






 
 
Sdr Taufiq, Pak Saf, Pak Azmi, dkk,
 
Dari segi antropologi politik Indonesia, kita mengenal dua sistem kekuasaan: 
formal dan non-formal. Formal: pemerintah, negara. Non-formal: pemimpin masyr 
non-formal (TTS), khususnya di bidang adat, agama dan sosial-budaya. Biasanya 
keduanya memiliki legitimasi sendiri-sendiri dan ruang lingkup tugas yang 
terpisah; tidak pernah bergabung dalam satu sistem yg terpadu. Dalam masyr 
sendiri sering unsur kepemimpinan itu tidak diwakili oleh hanya satu wadah 
tunggal, tetapi ganda dan berbagai. Misalnya, di bidang adat, di samping 
LKAAM kita juga mengenal MTKAAM dan KAN di setiap Nagari. KAN jelas bukanlah 
onderbow dari LKAAM ataupun MTKAAM. LKAAM maupun MTKAAM malah secara 
struktural-fungsional tidak ada di Nagari. KAN inheren dengan Nagari dari segi 
kekuasaan non-formalnya. Dengan MUI, mereka tidak melihat masyarakat adat 
sebagai obyek garapan mereka. Obyek mereka adalah ummat secara global, umum. 
Orientasi mereka ke pusat organisasi MUI dan bertanggung
 jawab ke sana, dan berskala nasional. Karenanya pengurus MUI Sumbar tidak mau 
melibatkan diri dalam konflik atau kemelut yang sedang terjadi antara LKAAM dan 
GeMin. Secara pribadi sebagai orang Minang, pendapat mereka ternyata juga tidak 
satu. Ada yang mendukung KKM dan ternyata, terbayang dari isi pernyataannya 
itu, ada juga yang tidak. Apalagi, tidak sedikit dari buya2 kita itu adalah 
juga ninik mamak.
 
MN15/07/10

 


      

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke